• Home
  • About
  • Contact
    • Category
    • Category
    • Category
  • Shop
  • Advertise
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

MADGIRL!




Hai, pembaca!
Oke, I know, Inside Out itu film lama. Tapi aku memang nggak pernah bermaksud nulis hal-hal yang baru-baru dan lagi ngetren aja kan? Seperti kata orang bijak di suatu majalah remaja yang pernah tak baca jaman dahulu kala, ngikutin tren itu sangat-sangat bikin kita jadi nggak keren. So yeahh, mari jadi kuno! Yaaaaaay!
Pokoknya, aku suka, suka, sukaaaaaaaaa banget sama film satu ini. Sampai rasanya terngiang-ngiang terus gitu di kepala kalau nggak tak tulis. Kalian pasti udah tau kan ya, ceritanya gimana. Dan karena ini film lama, tak pikir nggak dosa-dosa amat kalau ada spoiler ya kaaan?
Pertamanya tau film ini, aku nggak kepikiran sama sekali lohh kalau film ini tuh ceritanya tentang otak. Iya, otak manusia. Dari judulnya, tak pikir ini tu film tentang baju yang kebalik. Yah, hehehe.  
Pas kemunculannya juga aku nggak langsung nonton. Lamaaaa berselang di saat orang-orang udah nggak ada yang ngomongin lagi, aku baru nonton. Dan selama selang yang lama itu, aku juga masih salah paham terus, mengira ini film tentang baju kebalik. Makanya begitu nonton dan ceritanya sama sekali lain dari yang kubayangkan, tercenganglah aku. *zoom in ke muka tercengang
Jadi, film ini menceritakan tentang otak manusia, cara kerjanya, dan akibatnya pada si manusia. Tentu saja karena ini film, ceritanya dibikin sedemikian rupa dan emm, kartun (apasi istilahnya?). Tapi gara-gara nonton film ini, aku jadi sedikit banyak mudeng cara kerja otak tau nggak sih? Aku jadi ngebayangin aja gitu, gimana kalau tiap materi pelajaran tu dibikin film animasi kaya gini. Pasti cepet mudeng, nggak bosen, dan menyenangkan deh pokoknya. Mahasiswa semester akhir bisa coba nih, ajuin sebagai judul skripsi. Judulnya Meningkatkan Pemahaman Siswa dengan Film Animasi Sebagai Metode Pembelajaran atau gimanalah yang lebih catchy. Jadi pelajaran di sekolah nanti tiap bab dibikin filmnya. Hihihi. Seru ya. Nanti sekolahan itu bentuknya kaya bioskop. Kelas-kelasnya jadi studio. Tugasnya nulis review, dan ujiannya jawab soal-soal sesuai film yang ditonton. Yeaaa, sekolah bisa jadi begitu menyenangkan bukan?
Oke, stop mengkhayalnya! Sekarang balik ke Inside Out!
Inside Out ini menceritakan aktivitas yang terjadi di otak seorang anak cewek bernama Riley. Tadinya semua hal berlangsung wajar-wajar saja, sampai keluarga Riley memutuskan pindah rumah dari Minnesota ke San Fransisco. Nah, pas proses pindahan ini terjadi ‘kekacauan’ di dalam otak yang menyebabkan emosi Riley jadi nggak stabil. Jadi pemarah, pemurung, sedih, galau, sampai akhirnya feel numb alias nggak ngerasain apa-apa. Kalian pasti pernah juga kan mengalami kaya gitu? Ada masalah, trus pusing banget, galau, sampai akhirnya nggak sanggup ngerasain apa-apa lagi. Nggak tau mau gimana lagi. Pernah kan? Trus akhirnya kalian ‘meledak’, nangis tersedu-sedu, trus reda deh.
Nah, ternyata hal-hal aneh yang sering nggak kita pahami itu, yang rasanya nggak bisa kita kontrol, itu semua terjadi gara-gara orang-orang kecil di dalam kepala kita gaes. Jadi kalau di Inside Out, otak itu dibagi menjadi beberapa bagian. Pusatnya, Headquarter, dihuni oleh lima emosi dasar manusia. Joy (riang), Sadness (kesedihan), Fear (ketakutan), Disgust (jijik), dan Anger (amarah). Nah, lima orang ini yang mengendalikan semua aktivitas di dalam otak yang berakibat pada tindakan kita.
Emosi yang mendominasi di masing-masing orang berbeda. Contohnya pada otak Riley yang mendominasi adalah Joy sehingga di kehidupan nyata dia adalah anak yang periang. Jadi misalnya kamu orangnya melankolis, mungkin yang mendominasi headquarter otakmu adalah Sadness, kalau kamu pemarah, yang mendominasi adalah Anger, dan kalau kamu penakut, yang mendominasi adalah Fear. Tapi manapun yang mendominasi, masing-masing emosi tetap memiliki peran. Dan seiring tumbuhnya kita menjadi dewasa juga emosi ini nantinya lebih bisa bekerja sama. Makanya orang kalau semakin dewasa emosinya lebih stabil kan?
Emosi-emosi ini mengendalikan semacam alat pengendali gitu, dan masing-masing tindakan, keputusan, yang mereka lakukan akan menghasilkan kenangan/ingatan. Ingatan-ingatan dalam waktu sehari terkumpul di rak-rak di headquarter disebut ingatan jangka pendek, dan ketika kita tidur, ingatan ini dikirim ke rak yang jauh, menjadi ingatan jangka panjang yang bisa dipanggil lagi kapan-kapan. Beberapa ingatan yang nggak pernah diingat-ingat lagi akan memudar dan dibuang oleh petugas kebersihan dan itu artinya dilupakan. Dari sekian banyak ingatan itu, ada beberapa yang menjadi ingatan inti (core memory) dan inilah yang membentuk kepribadian seseorang. Core memory biasanya adalah sesuatu yang membekas dan terasa penting dalam hidup.
Di Inside Out, ceritanya gara-gara acara pindahan itu, ada core memory baru. Selama ini core memory Riley warnanya kuning yang artinya riang. Tapi kali ini core memory yang muncul warna biru yang artinya sedih. Joy nggak rela core memory sedih ini menjadi bagian dari kepribadian Riley yang periang. Dia mencegahnya masuk ke err, semacam rak khusus core memory gitu, berusaha membuangnya ke memory jangka panjang yang justru mengakibatkan dia dan Sadness ikut tersedot juga ke memori jangka panjang yang berupa labirin-labirin tak terbatas yang super memusingkan dan pokoknya kalau aku jalan-jalan ke sana sendirian pasti bakalan tersesat dan nggak pernah bisa pulang. (Pantes aku sering tersesat di pikiranku sendiri. *sigh)
Mereka berpetualang nyari jalan pulang sampai mereka ketemu dengan Bing Bong. Bing Bong itu imaginary friendnya Riley pas masih kecil. Tapi sekarang Riley udah nggak pernah main sama imaginary friend lagi jadi basicly Bing Bong ini sekarang nganggur dan kerjaannya cuma keliling-keliling aja gitu ngumpulin barang-barang. Akhirnya mereka berpetualang bertiga deh.
Di jalan menuju headquarter, mereka lewat beberapa bagian dari otak. Ada bagian pemikian abstrak, imaginary land, bahkan mereka mampir ke studio production tempat syuting mimpi. Hehehe. Oya, di otak itu ada kereta pikiran. Kereta pikiran ini bekeja selama kita terjaga dan berhenti kalau kita tidur. Makanya kalau kelamaan begadang, pasti rasanya capek dan pusing kan? Itu karena keretanya muter-muter terus tanpa istirahat.
Pelajaran penting lain yang kudapat dari soal emosi ini adalah, kita nggak seharusnya melawan emosi. Kenapa? Karena emosi nggak bisa dihentikan. Mau nggak mau, kita pasti selalu merasakan sesuatu kan? Yah, kecuali kalau pas mati rasa dan itu pastinya jarang-jarang banget terjadi. Tiap manusia lahir dengan segala macam emosi itu. Jadi di dunia ini nggak ada orang yang nggak punya rasa takut sama sekali misalnya. Atau sebaik apapun seseorang, pasti punya amarah dalam dirinya. Yang membedakan adalah sebaik apa kita bisa mengendalikannya. Di Inside Out memang, emosi-emosi itu yang menentukan semua tindakan kita, tapi di kehidupan nyata, kita bisa mengendalikan mereka.
Kadang kita merasa bersalah kalau habis marah-marah, atau menyalahkan diri sendiri karena takut pada sesuatu, atau sebel karena sedih. Kita pengennya seneng-seneng aja. Masalahnya, sebagai orang sehat normal, semua emosi kita juga berfungsi normal. It’s okay to be sad, to be angry, to fear on something, to be disgusted, karena itu normal. Kalau enggak berfungsi normal, maka mungkin itulah yang terjadi pada orang gila. Yang penting ya itu tadi, kita jangan sampai diperbudak oleh mereka. Tahu kapan membiarkan emosi mengalir, tahu kapan mengambil kontrol. Eyaaaa. *benerin kaca mata
Lebih detailnya, kalian bisa nonton sendiri sih. Aku sendiri mungkin masih akan nonton berkali-kali lagi soalnya aku emang suka banget sama film ini.
Oke gaes, kalian kalau punya pendapat tentang film ini, atau punya rekomendasi film bagus, tak tunggu banget lohh komentarnya. 

Anyway, makasih banyak udah baca, sampai ketemu di postinganku tentang film lagi nanti yaa! 


Love,
Isthar Pelle
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar



Hai gaes! Rubrik apa lagi ini, People?
Well, kalian masih inget kan, dulu aku pernah meluncurkan rubrik (plis deh, rubrik)  Kenalan yang tujuan dibuatnya adalah untuk ngomongin orang terkenal maupun apa enggak? Kalau lupa, kalian masih bisa baca lagi di sini. Setelah tak pikir-pikir lagi, kalau namanya kenalan kok kayaknya nggak cocok kalau buat ngomongin orang yang udah terkenal yah? Akhirnya aku mikir-mikir, dan ketemulah People. Kenapa People? Soalnya kalau tak tulis “Orang-orang” gitu kepanjangan. Dan yah, isinya emang ngomongin orang. Tadinya mau tak tulis Profil, tapi aku belum tentu ngebahas profilnya juga. Jadi ya udah lah ya, People aja? Sepakat kan? Udah, sepakat aja, daripada nggak mulai-mulai.
Jadii, ada apa ini dengan Awkarin dan Young Lex?
Nggak ada sih, cuma mau numpang tenar aja. *plak! Nggak perlu kan ya, aku basa-basi ceritain siapa mereka segala. Aku yakin kalian semua udah tau. Dan kenapa yang diomongin Karin sama Young Lex? Bukan selebgram atau Youtuber lain? Nggak ada alasan khusus. Pengen aja. Selebgram sama Youtuber lain mungkin akan dapet kesempatan buat dibahas juga di blog ini nanti, kalau mereka beruntung. *plak plak!
Pertama, aku mau bilang, kalau aku suka sama mereka. Sincerely. Menurutku mereka keren loh. Bisa berkarya, jadi kaya raya, dan masih tetep jadi diri sendiri. Jarang tauu, yang bisa kaya gitu. Kalau mau jadi artis jalur konvensional tuh banyak banget yang harus dikorbanin, salah satunya idealisme. Nurut kata yang punya modal, nurut selera pasar, dan seterusnya dan seterusnya.
Tapi ini mereka mandiri. Aku emang suka sama segalanya yang indie-indie kan pada dasarnya. Berkarya di jalur indie juga nggak gampang. Jauh lebih banyak tantangannya, terutama masalah udah kerja keras sungguh-sungguh, masih harus khawatir ada yang dengerin/nonton/ bahkan suka apa enggak dan seterusnya. Tapi social media is the real game changer emang sih. Seenggaknya musisi indie jaman sekarang lebih gampang buat promosi atau bahkan jualan lagu. Kalau musisi indie jaman dulu kan harus jualan CD, masuk ke radio-radio, bayar iuran biar bisa ikut manggung di event temen, dan lain sebagainya kan? Trus apa lagi ya, menurutku yang mereka lakuin nggak ada yang salah aja.
Of course, banyak juga yang nggak suka. Tapi kalian yang nggak suka inih, kenapa si gaes? Alasannya apa kok nggak suka? Ngasih contoh buruk ke followers? Omongannya kasar? Pakaiannya seksi? Tapi beneran itu alasannya apa kalian iri aja aslinya?

To be honest, pas pertama kali tau Awkarin aku juga sempet-sempetnya menghabiskan beberapa menit yang berharga hanya untuk bertanya-tanya. Kok bisa banyak banget sih followersnya? What’s on Karin that I don’t have? (Segalanya kali Pel, segalanyaaa). Tapi cuma beberapa menit sih, untungnya. Habis itu aku nyadar kalau sendirinya punya tugas, kerjaan, dan proyek yang harus dikerjakan. Dan udah gitu aja. Hidupku berjalan normal seperti biasanya. Bahagia dan nggak merasa terganggu.
Aku bukannya mau ngebelain mereka ya. Elah, aku ada di dunia ini aja juga mereka nggak tau. Tapi mumpung lagi iseng ngomongin mereka, aku mau coba ngebahas beberapa alasan orang-orang nggak suka sama mereka.

Omongan Kasar

Di video-videonya, Young Lex banyak disebut-disebut banyak ngomong kasar. Aku nggak tau banget soalnya aku belum liat semua videonya. Tapiii, kalau dipikir-pikir, dari jaman dulu sebelum Young Lex akhil baliq (gimana si nulisnya?) juga udah banyak rapper yang omongannya kasar. Jangankan anjing, liriknya bahkan ada yang secara eksplisit nyebut ‘ngentot’ dan ‘kontol’ (sorry lho ini, cuma ngasih contoh). Selain rapper juga banyaaak musisi yang liriknya mengandung kata-kata kasar. Kaya band indie temenku sendiri bahkan punya satu lagu yang isinya cuma maki-maki. Mengandung kata ‘asu’, ‘nggosu’, ‘tak idoni matamu’, dan lain sebagainya yang itu kasar banget. Sorry lagi ini, cuma ngasih contoh lho ya.
Aku dulu pas masih seusia Karin (buseeet, sekarang udah tua) juga suka banget ngomong kasar. Bahkan dulu ngobrol sama pacarpun kasar banget omongannya.
Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku sembuh sendiri. Sekarang aku udah nggak banyak ngomong kasar. Kalaupun maki-maki kadang-kadang aja kalau pas lagi jengkel banget. Jadi menurutku, omongan kasar ini fase aja kok aslinya. Ntar semua anak bakalan mudeng sendiri untuk nggak ngomong kasar kecuali emang perlu. #eh
Lagian ngapain sih, kok seolah-olah yang omongannya alus udah pasti lebih suci? Aku dulu punya loh temen yang omongannya alus banget, sopan santun, lemah lembut dan berbudi pekerti luhur. Tapi kerjaannya ngomongin sahabatnya sendiri kalau pas orangnya nggak ada. Sedangkan aku, kalau aku ada ngerasa nggak suka sama kelakuan dia, aku akan bilang langsung sama orangnya. Kasar emang. Tapi jujur. Tapi kaya gitu masing-masing orang emang beda sih. Ada juga yang alus dan emang beneran alus. Nggak pasti sih. Tapi berlaku juga sebaliknya. Yang kasar belum tentu rusak juga.

Pergaulan Bebas

Awkarin sering dugem, mabuk, trus dia ngerokok juga, dan lain sebagainya. Tapi halaaaah, orang yang bukan selebgram juga banyak yang kaya gitu. Temen-temen kuliahku dulu meskipun orang tuanya taunya anak mereka baik-baik aja dan belajar sungguh-sungguh, dapet transferan sangu ya pergi dugem juga. Mabuk sampai pingsan sampai harus digotong supir taksi juga. One night stand sama cowok yang baru kenal juga. Sama lah aslinya. Cuma temen-temenku nggak yang terkenal banget kaya Karin, makanya nggak banyak yang ngegosipin.

Pakai Baju Seksi

Menurutku sih pakaian Karin masih wajar-wajar aja kok. Banyak style blogger yang sering pakai baju terbuka juga. Yang pamerin punggung mulus, rok super pendek, dress dengan belahan dada sampai perut dan nggak pakai BH, dan banyak lagi lah. Banyak banget. Followersnya ya biasa-biasa aja. ngomen in English kalau nggak bilang ‘Kawaii”. Apa mungkin karena followersnya belum nyampe hampir sejuta juga? (Apa sekarang udah sejuta malah?) Entahlah.

Ngasih Contoh Buruk ke Followers?

Kalau ini balik lagi tergantung gimana followersnya bisa nyaring apa enggak. Mereka punya jati diri apa benar-benar followers yang ngikut idolanya ke mana-mana? Kalaupun iya, wajarlah kukira masa-masa remaja masih kaya gitu. Itu salah satu fase dari alayhood yang dialami semua orang. Aku jaman remaja dulu juga pengen banget jadi kaya Avril Lavigne. Pakai tank top sama dasi, pakai kaos kaki belang-belang, pasang banyak pin di strap tas, bahkan ngecat rambut pirang dengan highlight ijo dan pink (plis deeeeh). Untung nggak ada fotonya. Benar-benar aib yang memalukan.
Yang emang jadi masalah itu kalau sampai banyak yang maksa pengen jadi kaya Awkarin sampai-sampai jual diri padahal masih pada kecil, misalnya. Kenapa gitu nggak niru positifnya juga dari Karin?
Awkarin itu masih 18 tahun lohh. Tapi dia udah bisa mandiri. Berpenghasilan, dan berkarya. Aku dulu usia segitu bisa apa? Nakalnya sama, tapi nggak menghasilkan apa-apa. Rugi kaan? Atau seperti Young Lex. Passionnya di musik, dia produktif banget bikin musik. Itu juga bisa ditiru. Tinggal passion kalian masing-masing apa.
Intinya sih ya, kita nggak bisa sama sekali ngejudge orang dengan apa adanya. Di balik orang-orang yang keliatannya kasar, ada kebaikan, dan sebaliknya.
Buat yang bukan penggemar, harusnya lebih bijak lagi ngeliatnya. Buat penggemar, juga harus pinter-pinter nyaring. Jangan cuma ikut gayanya aja, tapi giliran yang bagus-bagus nggak ditiru. Jangan telan mentah-mentah juga kaya misalnya kalian suka sama lagu Cewek Kerdus, bukan berarti semua cewek yang nolak kalian itu bawahnya lebar, otaknya sempit. Bisa aja dia malah masih perawan, dan emang lebih suka pacaran sama cowok yang bisa diajak diskusi tentang neo-koneksionis, misalnya. Bukan berarti aku ngerti juga sih, neo-koneksionis itu apaan. :p
Teruuus, kalau kalian emang segitu nggak sukanya, yaudaaah, nggak usah follow, nggak usah nonton videonya. Aku aja yang suka nggak follow mereka kok. Dan nggak nonton semua videonya. Kaya misalnya video yang Karin curhat abis putus itu, aku udah tau dari baca-baca kalau itu video isinya anak curhat sambil nangis-nangis selama hampir setengah jam (atau lebih?). Yaudahlah, nggak tak tonton. Ngapain? Kalian yang ngakunya nggak suka malah kalau ada video baru pasti jadi yang pertama tau. -_- Cuma biar bisa puas ngeritik duluan. Demi apa? Mereka nggak bakal berhenti cuma karena kalian kritik lhoo. Justru dengan kalian omongin gitu, makin terkenal merekanya. Ingat kata Mario Teguh gaes, “Sesungguhnya lawan dari cinta itu bukan benci, tapi pengabaian.” << Ini serius MT yang ngomong. Yahh, kayak aku nggak suka sama acara TV, maka aku berhenti nonton TV kecuali kalau ada Via Vallen. Sederhana.
Just my two cents ya gaes. Aku nggak bilang mana yang benar mana yang salah. Who on earth am I to say what’s right and what’s not kan? Kalian mungkin ada yang setuju sama aku, ada yang enggak. Please feel free to share your thoughts. Beda pendapat sama aku boleh. Yang nggak boleh itu kalau hit n run. Maksudnya, buka diskusi, setelah ditanggapi, eeh pura-pura nggak tau dan malah curhat menggalang dukungan di akun pribadi. Jangan yahh.
Akhir kata, mau mengutip omongannya Karin: Nakal boleh, bego jangan! Hail freedom!
Seperti biasa, terima kasih banyak sudah baca aaaaand see you on the next post!

Full of love,
Isthar Pelle
Share
Tweet
Pin
Share
5 komentar


Yang satu sekolah sama aku pasti tahu ini di mana. Hahaha. Foto diambil dari web almamater.


Yang namanya sekolah, pasti nggak bisa lepas dari satu kegiatan rutin yang namanya upacara bendera. Suka nggak suka, seenggaknya seminggu sekali tiap hari Senin harus ada upacara bendera. Petugas upacara bendera kalau di sekolahku digilir tiap kelas. Kelas satu sama dua sih, kelas tiga udah enggak. Jadi gantian tiap minggu beda kelas. Hal ini dimaksudkan agar semua anak pernah ngerasain jadi petugas upacara. Ada yang jadi pengibar bendera, komandan upacara, komandan pleton, yang bacain naskah UUD, trus petugas apa lagi lupa, dan sisanya jadi paduan suara. Nah, si petugas upacara ini akan dilatih oleh pengurus OSIS tiap Sabtu sepulang sekolah. Masalahnya, karena menjadi petugas upacara ini bersifat wajib alias paksaan, anak-anak pada nggak ikhlas gitu menjalankannya. Terutama anak yang bandel-bandel, kaya kelasku gitu.
Pas aku kelas satu, untuk pertama kalinya dalam sejarah, petugas upacara harus remidi. Coba kalian bayangkan! Jadi petugas upacara sekali aja udah pada males. Ini malah disuruh ngulang. Gara-garanya ya itu, saking ndlewernya kami, upacaranya jadi berantakan. Dan yang lebih parah lagi, petugasnya malah pada cekikikan bin ribut sendiri. Aku kesusahan ngejelasinnya di sini, tapi pas kejadiannya tu lucuuu banget sampai kami nggak kuasa menahan tawa. Terpingkal-pingkal sampai sakit perut bahkan. Sikap yang sama sekali tidak terpuji bukan? Akhirnya, kelas kami ngulang lagi jadi petugas minggu depannya. Dan pas ngulang itu semuanya serius. Nggak ada yang becanda. Karena kami kapok dan telah mengambil pelajaran dari kesalahan yang lalu? Bukan. Tapi demi supaya jangan sampai disuruh ngulang lagi.
Kalau nggak lagi jadi petugas ya otomatis jadi peserta dong. Paling seneng itu kalau barisnya pas jejer sama barisan kakak kelas. Biar bisa lirik-lirik gebetan gitu. *halah kaya yang punya gebetan -_- Kalaupun enggak ya baris jejer sama kelas lain yang seangkatan. Tetep boleh lah, lirik-lirik cari gebetan. Tapi di manapun barisnya, yang namanya upacara itu tetep bosen gila. Belum lagi diawasi sama guru-guru di belakang. Jangankan bisik-bisik. Komunikasi cuma pakai isyarat mata dan cuping hidung aja ketahuan. Udahlah pokoknya bosen mampus. Apalagi Pembina upacara kan kalau pidato pasti gayanya serius bin resmi gitu ya (yaiyalah Pel, namanya aja upacara wehh). Aku mikir aja gitu gimana kalau Pembina upacara itu pidatonya ala-ala stand up comedy?
“Halo, nama saya Budi dan saya guru BK. Saya itu suka nggak ngerti banget sama tingkah murid-murid cewek jaman sekarang. Datang ke ruang BK, nangis-nangis, pas ditanya ‘Kenapa?’ jawabnya ‘Nggak papah,’ trus saya tanya lagi ‘Kok kamu nangis?’ eh dia malah bilang saya yang nggak peka,” dan seterusnya. Pasti seru bin lucu dan semua anakpun akan menanti dengan gembira. Mau upacara? Semangaaaat!
Bagian favoritku kalau pas mengheningkan cipta. Soalnya itu kan sedih. Sebagai remaja mellow, tentu saja aku suka momen kaya gitu. Biar bisa main terharu-terharuan. Jadi nangis lebay kaya minion pas ditinggal Dr. Nefario gitu deh. Setelah gede aku tahu kalau perbuatanku dulu itu kurang ajar dan nggak banget dan harusnya aku nggak gitu. Masa itu momen penting mengenang jasa pahlawan kok malah dibecandain. Kalian yang masih sekolah kalau baca ini, pliz, nggak usah ditiru.
Yang jelas sih kalau upacara semua muanya harus sera tertib. Seragam harus kumplit-plit dan sesuai aturan. Tiap hari emang gitu sih, tapi kalau pas upacara, pengawasannya seribu kali lebih ketat. Mulai dari topi, dasi, baju, ikat pinggang, sampai kaos kaki dan tali sepatu. Iya, tali sepatunya harus item dong gaes. Kalau tali sepatunya putih ala-ala sepatu Chuck Taylor gitu, sebenernya nggak boleh. Cuma kadang dibiarin karena buanyak bangeeet yang sepatunya kaya gitu. Masa upacara mayoritas anak copot sepatu semua sih? Tapi kadang-kadang kalau pas ada razia mendadak gitu, sepatu-sepatu kaya gitu ikut terjaring. Modusnya, sepatu suruh nyopot, dikumpulin, trus disiram air. Kami-kami yang jadi korban kan jadi nggak bisa pakai sepatu tuh, eeh, ntar ada guru yang ngatain “Anak primitif.” Iya, sekolah itu memusingkan kan, I know.
Soal seragam kumplit ini, aku punya trik. Topi, dasi, kalau perlu ikat pinggang, sampai tali sepatu dan kaos kaki ditinggal di laci meja semua. Jangan bawa pulang. Habisnya kalau sampai bawa pulang udah pasti lupa. Kalian kan tahu aku pelupanya kaya gimana. Kebiasaan ninggal-ninggal ini bukan hanya urusan kelengkapan seragam aja, tapi juga semua buku pelajaran. Tinggal aja. Kalau ada PR ya kerjain besok paginya aja di sekolah. Ha wong kalau dibawa pulang juga paling lupa kok. Kalau nggak lupa ya malah sengaja pura-pura lupa. Sama aja kan? Seenggaknya, dengan ditinggal di sekolah, resiko buat ketinggalan lebih sedikit.
Tapi meskipun sudah pakai trik ya tetep aja kadang kejadian lupa juga. Nggak pakai topi, gitu misalnya. Hukumannya ya gitu, barisnya dipisah. Udah gitu posisinya nggak banget lagi. Di samping tiang bendera gitu. Biar diliatin oleh seluruh peserta upacara yang lain. Hal itu memalukan bagi anak yang pemalu. Untunglah aku anaknya nggak tahu malu. Nggak cukup dipisah aja, ntar pas bubar yang melanggar ini nggak boleh ikut bubar juga. Masih harus baris lagi beberapa lama, trus ntarnya harus siap menerima hukuman bangsanya mungutin sampah, ngelap-ngelap kaca jendela, dan lain sebagainya. Setelah selesai masih juga harus ke kantor BK, buat dicatet pelanggarannya apa, trus dikasih surat ijin masuk kelas.
Itu aja sih kayaknya yang tak inget dari upacara. Mulai dari petugas upacara, sampai pelanggaran udah semua kan? Emm, nggak ada juga kejadian yang gimanaa gitu pas upacara yang bikin aku terkenang-kenang. Gitu-gitu aja palingan. Eh, ada ding, sekali. Pas aku dihukum berdiri di deket tiang bendera karena lupa nggak bawa apaan gitu. Trus pas bubaran, kakak kelas yang gebetan ngelewatin aku sambil pamerin senyum yang seketika bikin aku pengen nyari petugas PMR biar bisa pingsan dengan aman. Hihihi. (Norak lu Pel. Nggak penting.)
Yasudah lah ya kaaak. Ntar aku update kalau ada inget hal-hal nggak penting lagi seputar upacara. *nggak ada yang nungguin update-nya juga kali Pel. Nyadar plis!
Kalau upacara di sekolah kalian gimana? Cerita doong, di kolom komentar.
Seperti biasa, makasih banyak sudah baca dan sampai jumpa!

LOVE,
Isthar Pelle
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar



Oke, sebelumnya, aku mau klarifikasi. Setiap kali aku nulis tentang film, aku nggak pernah bermaksud untuk menulisnya sebagai review ya. No! Tapi lebih ke engg, pelajaran apa yang kuambil dari film itu dan pandanganku terhadap film itu dan lain sebagainya. Clear? Jadi aku sama sekali nggak mengikuti film yang terbaru. Bisa aja aku mendadak nulis tentang film jadul kalau aku mau. Dan yahh, aku nggak selalu nulis tentang film yang baru saja kutonton. Bisa aja aku nontonnya udah berbulan-bulan yang lalu dan setelah beberapa kali mikir, akhirnya aku baru mau nulis tentang film itu sekarang. Semuanya lagi-lagi tergantung mood aja sik.
Tapiiii, khusus untuk film yang satu ini, aku langsung nulis begitu selesai nontonnya. Alasannya antara lain karena malam ini aku lagi nggak ada kerjaan, belum bisa tidur, masih terlalu muak dengan buku yang sedang kubaca karena haduuuh membosankan banget, dan yaa, mumpung masih fresh aja sik. Jadi aku belum banyak lupa dan nggak usah susah-susah nengok-nengok lagi ke filmnya. Hehehe.
Dari judulnya udah ketahuan yah, ini film tentang peselancar. Belum nonton aja aku udah suka. Aku nggak bisa surfing sih. Belum pernah mencoba belajar, lebih tepatnya. Tapi aku selalu suka dengan apapun yang berhubungan dengan laut, atau air. Yaa, kadang-kadang aku mikir apa jangan-jangan aku ini reinkarnasi dari ubur-ubur?
Tadinya tak kirain ini film seru-seruan surfing mirip kaya film Point Break gitu lah. Nggak taunya itu film motivasi. Eh, nggak tahu ding, dimaksudkan untuk motivasi apa enggak. Yang jelas, aku jadi termotivasi pas selesai nontonnya. Tuhan memang selalu punya cara yang unik untuk menonjokku biar bangun dan segar bugar kembali saat aku lagi manja. Hehe.
Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata. Tentang seorang surfer bernama Bethany Hamilton yang pas remaja itu tangannya digigit hiu sampai putus. Ini beneran, ada orangnya beneran di kehidupan nyata. Ngeri nggak sih gaes? Putus tus setangan-tangan lho. Dan itu terjadi pas karir berselancarnya lagi nanjak-nanjaknya. Habis dapet juara satu, baru dapet sponsor, dan lagi persiapan buat kompetisi berikutnya.
Yang bikin keren itu, di filmnya diceritakan kalau Bethany sama sekali nggak panik. Sedih? Iya, dia nangis pas cerita sama temennya. Tapi dia sama sekali nggak panik dan apalagi tenggelam ke dasar kesedihan seperti yang mungkin akan aku lakukan kalau aku yang mengalami.
Bethany malah ceria, menguatkan semua orang di sekitarnya, and she didn’t give up surfing. Dia latihan dong, latihan keras. Latihan fisik, latihan menakhlukkan ombak. Dia ikut kompetisi dan nggak mau diperlakukan istimewa seperti dikasih tambahan waktu. Sempet kalah di awal, trus juara lima, sampai akhirnya jadi juara satu nasional. Intinya, Bethany sama sekali nggak manja.
Aku ketampar di sini. Pertama, aku manja. Batuk dikit aja langsung sok-sokan pengen bermanja-manja selimutan, dibikinin lemon tea hangat, trus nonton Sponge Bob sesorean. Kedua, di film itu Bethany menemukan kalau surfing (hal yang dia suka), bukanlah hal terpenting di dunia. Ada yang lebih besar dari itu yaitu cinta. Mungkin emang klise sih kedengarannya. Tapi tak pikir bener juga. Kita punya cinta, dikelilingi cinta, dan kalau kita membagikan cinta kita ke sekitar kita, kita akan bahagia. Begitulah. Bethany yang tadinya sempet menyerah karena diakui atau tidak, memegang papan dengan satu tangan memang jauh lebih sulit daripada dua tangan, akhirnya bangkit lagi. Karena meskipun kalah ternyata dia sudah menginspirasi banyak anak lain di dunia. Jadi aku mendapat pelajaran penting di sini. Kita nggak harus selalu menang, yang penting kita mencoba. Kaya Bethany pas juara lima padahal dia harusnya dapet poin tinggi cuma sayang yang terakhir nggak diitung karena kehabisan waktu, dia bilang “I don’t come to win. I come to surf.” 
Surfing itu hidupnya, jiwanya. Dia mencintai surfing dan akan melakukan yang terbaik setiap kali. Menang kalah bukan masalah, asal sudah melakukan yang terbaik. Lagian menang kalah itu di hadapan siapa sih? Nggak lebih dari sekedar pengakuan manusia lain kan? Bethany toh sudah sangat-sangat memenangkan hidupnya sendiri.
Atau seperti superhero favoritku, Hit Girl bilang “I don’t wanna win. I wanna make the world a better place.” Dalam hal ini aku belajar banget, aku nggak perlu pengakuan dari orang lain bahwa aku benar, bahwa aku hebat. Itu cuma pengakuan.  Yang terpenting adalah apa yang kulakukan.
Beberapa waktu yang lalu ada seseorang yang salah mengerti aku dan tiba-tiba aja ngasih nasihat yang bahkan nggak nyambung sama sekali sama aku. Pertamanya aku pusing maksudnya apa sih? Kemudian selama beberapa waktu setelahnya aku pengen banget menjelaskan, kalau aku nggak seperti yang dia bilang. Tapi aku jadi mikir, orang yang dengan mudahnya menjudge tanpa terlebih dahulu berusaha memahami, nggak akan ada gunanya dikasih penjelasan. They won’t listen karena udah merasa paling benar. Iya sih, pertamanya aku kayak yang ngebatin dalam hati “Haaah? What are you talking about? Do you even know what are you talking about?” dan diikuti perasaan kesal dan sedih, “Kok bisa sih, dia salah ngerti aku? Kok bisa sih aku dikira kaya gitu? Kok bisa sih dia salah menilai akunya jauh, jauuuuuuuuuh banget?” dan pengen banget menjelaskan sampai aku nulis surat cinta segala (yang nggak kukirimkan).
Tapi aku inget temen aku pernah bilang “Nggak usah menjelaskan. Lakukan saja! Kalau nggak buta juga orang pasti bisa lihat.” Dan yaaah, setelah tak pikir-pikir lagi, fase menjelaskan untuk mendapatkan pengakuan bahwa aku benar itu sudah lama berlalu. Pas aku SMP mungkin ya. Mereka yang nggak paham, yaudah, maklumi aja, Toh setelah aku melakukan tes kecil-kecilan, yang lain paham kok. Yang nggak paham cuma sebutir palingan. Dan di titik ini, aku sudah bisa ketawa.
Oke, balik lagi ke Bethany, ini dia Bethany Hamilton yang asli.



Aku belajar banyak dari dia. Ketangguhan, keceriaan, nggak panik, nggak manja, nggak menyerah, nggak merengek minta pengertian dan pengakuan, dan masih tetap berusaha membantu orang lain, menginspirasi banyak anak lain. 

Oya, poin penting lain, Bethany itu punya keluarga yang kompak banget dan saling mencintai lohh. Menurutku hal ini banyak sekali berpengaruh ke kepribadian seseorang. Pelajaran banget kalau nanti aku membangun keluarga, aku akan memastikan anakku mendapatkan banyak cinta dan dukungan terutama dari orang tuanya. Eyaaaa. Jadi kapan nih kak, kita bangun rumah tangga? *plak
Final statement, mungkin sama sekali nggak nyambung dengan pesan moral dari filmnya, tapi aku mau bilang, ini hidup kamu. Lakukan hal yang kamu cintai dengan sepenuh cinta juga. Ada orang yang salah paham, ya keep going aja. Nggak ada gunanya memaksakan diri melakukan semua hal seperti yang menurut mereka benar karena kamu nggak bisa menyenangkan hati semua orang. Kaya waktu Bethany galau karena temennya marah dia nggak jadi ikut kerja sosial ke Meksiko karena harus latihan, ibunya bilang, “It’s your call. If you wanna go, go! If you don’t wanna go, don’t!”

Bahagialah, lakukanlah hal-hal yang membahagiakan, bagikan kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Kalaupun masih saja ada orang yang nggak puas dengan apa yang sudah kamu lakukan, well, memang selalu ada orang seperti itu. Dan jujur saja, itu masalah mereka. Nggak perlu membuktikan kalau kamu benar, atau nggak seperti yang mereka pikirkan. Lakukan saja. Bahagia saja. Hidup!

Kalau kamu punya cerita inspiratif seperti Bethany ini, atau malah pengalaman kamu sendiri, cerita ke aku yaa. Kutunggu komentarnya.
Seperti biasa, terimakasih banyak sudah baca.

I love you so much,
Isthar Pelle
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Aenean sollicitudin, lorem quis bibendum auctor, nisi elit conseat ipsum, nec sagittis sem nibh id elit. Duis sed odio sit amei.

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube

Categories

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (3)
  • Agustus 2020 (1)
  • Mei 2020 (1)
  • Maret 2020 (2)
  • Juni 2019 (2)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (15)
  • Februari 2018 (1)
  • Januari 2018 (1)
  • Oktober 2017 (1)
  • September 2017 (1)
  • Agustus 2017 (4)
  • Juli 2017 (2)
  • Juni 2017 (3)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (2)
  • Maret 2017 (8)
  • Februari 2017 (10)
  • Januari 2017 (3)
  • Desember 2016 (6)
  • Oktober 2016 (4)
  • September 2016 (6)
  • Agustus 2016 (5)
  • Juli 2016 (3)
  • Juni 2016 (8)
  • April 2016 (1)
  • Maret 2016 (6)
  • Oktober 2012 (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

  • Menguatkan Akar Rambut dengan Shampoo Ginseng
  • YES PLEASE, FUCK ME!
  • Bullet Journal untuk Hidup yang Lebih Produktif
  • PESAN MORAL LOMBA-LOMBA AGUSTUSAN
  • Tentang Anak Durhaka

Yang Nulis

Isthar Pelle
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates