Pelecehan Seksual di Kerumunan

by - 01.23.00




              I hate crowd. Aku nggak tau sejak kapan tepatnya, karena dulunya enggak, tapi akhir-akhir ini aku merasa sangat nggak nyaman kalau harus berada di tengah bwaaanyak orang. Kalaupun terpaksa harus berada di tempat rame, aku akan berusaha berada sejauh mungkin dari kerumunan yang padat dan nggak akan lama-lama. Kenapa? Karena kalau berada di tengah banyak orang kaya gitu aku akan merasa pusing, mual, dan anehnya, kelelahan.
               Makanya pas malam tahun baru kemarin, sama seperti tahun baru-tahun baru sebelumnya, aku nggak berencana keluar buat kembang apian. Lagian kembang apinya gitu-gitu aja palingan. Aku udah tau bakalan lebih bagus kembang api kalau pas imlek nanti. Hehehe.
               Meskipun nggak niat tahun baruan, tapi aku tetep keluar sama Ibing. Buat apa? Buat makan malam. Iya, rencananya sesederhana itu. Namun karena sejak sore itu kami malah keasyikan ngobrol nggak tau apa, kami keluarnya kemaleman, dan kalian tahu apa yang terjadi? Kami terjebak macet. Nggak bisa gerak sama sekali pas di alun-alun (karena tadinya nggak menduga kalau alun-alun sudah sepadat itu) sampai jam 12 malam dan akhirnya nonton kembang api juga meskipun dengan bete.
               Begitu acara kembang apinya bubar, orang-orangpun semuanya langsung ikut bubar. Dan bubarnya ini sama sekali nggak beraturan. Orang jalan di jalan raya, umpel-umpelan sampai yang bawa motor ngalah diem nunggu agak renggang.
               Berada di kerumunan saja sudah bisa bikin aku kelelahan. Ini ditambah pas kondisi badan masih nggak fit. Sempurna sudah penderitaanku. Saking padatnya, sampai aku mau turun dari motorpun nggak bisa. Jadi nggak ada jalan keluar sama sekali dari situasi menjebak itu. Well, ada sih, terbang. Tapi kan hukum sihir melarang penggunaan sihir di depan muggles. Apalagi mugglesnya sebanyak itu. Repot nanti harus menghapus memori dari mereka semua.
               Ya sudah, aku bersabar. Memandang ke atas biar nggak terlalu pusing sambil tangan stand by di kanan kiri melindungi badan karena orang-orang itu minta ampun deh, jalannya nggak bisa biasa. Harus banget pakai sikut-sikutan.
               Sementara aku berjuang dengan diriku sendiri biar nggak panik (kalau panik takutnya bakal sesak nafas), mendadak aku merasakan sentuhan di pinggulku. Aku posisinya di boncengan motor ya itu. awalnya tak pikir wah, nggak sengaja palingan lagi rame gitu. Tapi perasaan dari tadi orang nyikut-nyikut, nyenggol-nyenggol juga cuma di lengan sama bahu deh palingan. Tak toleh, ada anak cowok gitu usia 20an lah yang menempelkan punggung jari-jarinya. Tak sikut-sikut, nggak bisa wah, soalnya badanku posisinya kehimpit banyak orang jadi susah geraknya. Dan cowok itu terus jalan. Sambil terus jalan dia menyentuhkan punggung jari-jarinya di sepanjang paha kiriku. Mulai dari pinggul sampai lutut.
               Selama beberapa detik yang berharga aku malah tercengang sambil mikir “Sengaja nggak sih?” sampai kemudian pas posisinya udah agak jauh, itu cowok menoleh dan … tersenyum. Senyum yang bikin aku merinding. He touched me in purpose. It’s a light touch, but it’s still a touch.
               Begitu menyadari itu, hal pertama yang kurasakan adalah marah, detik berikutnya, aku merasa kotor, dan detik berikutnya, ya, seperti yang sudah bisa kalian tebak mengingat kebiasaan burukku, aku merasa bersalah. Aku merasa bersalah kenapa aku nggak cepat tanggap? Kenapa aku kelamaan mikirnya? Kenapa aku terlalu berbaik sangka? Dan kenapa kenapa lainnya.
               Kalau aku sadar lebih cepet, seenggaknya aku bisa ngasih pelajaran. Seenggaknya dia harus tau kalau aku nggak terima digituin. Tapi momen berharga itu kulewatkan begitu saja. Goblok ya kan? Mungkin dia udah kaya gitu dari tadi. Memanfaatkan kerumunan buat nyentuh cewek-cewek. Kalau dilihat dari senyumnya sih dia sangat-sangat menikmati itu. Mungkin bahkan dengan melihat ekspresi tercengang telat mikirku dia malah lebih puas lagi.
               Pakaianmu mengundang buat disentuh-sentuh kali, Pel? Enggak, nyet! Magelang itu dingin dan itu malam aku keluarnya. Aku pakai jins panjang, jaket, helm, sepatu. Ketutup rapet dari ujung kepala sampai ujung kaki. Nggak kelihatan seksi sama sekali. Dan aku itu posisinya mbonceng Ibing lohh. Ibing itu tampangnya kurang mengintimidasi gimana lagi coba?
               Aku sedih banget sampai udahannya aku cerita panjang lebar sama Ibing. Pas kejadian Ibing nggak tau sama sekali. Kalau tahu, mungkin itu cowok sudah nggak punya wajah sekarang. Aku emang bukan cewek baik sok suci belum pernah disentuh laki-laki, tapi mendapatkan sentuhan yang tidak diinginkan itu membuatku jijik, sumpah. Sampai rasanya pengen kungkum di larutan antiseptik selama dua belas bulan kalau saja itu nggak berlebihan.
               Soal pelecehan kaya gini, kalau disentuh aku baru mengalami sekali ini. Mungkin karena itulah aku nggak langsung tahu apa yang harus dilakukan karena rada shock. Pikiran lagi lengah juga. Tapi, bertahun-tahun yang lalu aku pernah mengalami pelecehan juga. Nggak disentuh sih, cuma dipandangin.
               Kejadiannya di angkot (yang juga penuh sesak). Waktu itu aku adalah mahasiswa baru. Masih unyu banget lah pastinya. Pakaianku waktu itu juga jins, jaket, sepatu, dan bawa tas ransel besar (maklum habis pulang kampung). Nggak seksi sama sekali. Di depanku agak serong (nggak di depanku persis) ada bapak-bapak yang ngeliatiiiiin terus. Dari ujung rambut sampai ujung kaki dilihatin bolak balik dengan tatapan yang bikin aku mendadak pengen muntah meskipun nggak mabuk darat. Tak pelototin (biasanya orang kalau ngelihatin trus dilihatin balik bakal nunduk) eh dia malah tambah seneng ngeliatin akunya. Aku sampai salah tingkah.
Padahal aku mangku ransel. Jadi kalaupun celanaku mepet membentuk kaki, kaki itu ketutupan. Dan kanan kiriku ada orang mepet-mepet. Jadi bentuk tubuhku sama sekali nggak terekspos. Waktu itu meskipun aku pakaiannya rapet, aku merasa kaya telanjang. Dan waktu itu aku malah lebih parah. Emang bener-bener nggak tau harus ngapain. Umurku juga palingan baru 17 waktu itu (set dah, hampir sepuluh tahun ya, sejak aku jadi maba?). Untungnya orang itu turun duluan. Dan pas turunnya, tentu saja dia melemparkan senyum najong yang membuatku jijik bahkan sampai hari ini.
Beberapa waktu yang lalu, sebelum kejadian malam tahun baru itu aku sempet baca-baca cerita pelecehan seksual di tempat umum, dan rata-rata korbannya emang pada nggak tau harus gimana karena saking shocknya. Ada rasa nggak percaya, ada rasa bingung, apalagi yang baru pertama kali mengalami. Pas baca itu aku mikir “Wah, kalau aku sih pasti bakal gini, pasti bakal gitu, nggak bakal diem aja, bla bla bla,” tapi apa jal, pas kejadian beneran toh aku shock juga dan telat ngambil tindakan.
Padahal sebelum-sebelumnya aku udah selalu persiapan lho. Aku bahkan sama Ibing sering latihan. Pura-puranya Ibing jadi cowok kurang ajar, aku jadi korbannya, trus aku harus gimana. Ibing sering ngasih arahan, “Kalau dipegang kaya gini, langsung gini gini gini, ndut,” dan bla bla bla. Bahkan latihan kalau seandainya aku sendirian dan orangnya go way too far, harus ambil gerakan gimana aja sebelum lari nyari bantuan, dan sebagainya. Training mah lengkap. Tapi pas di lapangan, ternyata aku sama sekali belum siap. Kenapa? Karena sama sekali nggak terduga, dan kedua, kelamaan mikir. Ini pelajaran banget emang harus senantiasa konsentrasi dan waspada apapun kondisinya.
Kalau seandainya nanti kejadian lagi (ih, jangan sampai sih), mungkin aku bakal sudah lebih siap dan cepet ngambil tindakan. Sama kasus kaya cat call. Dulu pas masih culun pertama kali di cat call itu aku bakal nunduk dan jalan cepet-cepet (yang bikin si cat caller ini malah tambah semangat). Lama-lama aku tahu harus gimana. Bahkan emang posisi lagi pakai baju seksipun udah nggak ada yang cat call lagi. Kalaupun ada yang berani, udah pasti bakal menerima akibatnya. Orangnya bakal tak buat kewirangan pokoknya.
Setelah ngobrol panjang dengan Ibing, kami menarik kesimpulan bahwa laki-laki kaya gitu emang adaaaa aja. Kita akan menemui spesies ini di saat-saat tak terduga. Makanya penting banget untuk selalu siap dan waspada. Kalau seandainya pas malam tahun baru kemarin itu aku keluar sendiri, mungkin aku akan jauh lebih waspada sejuta kali lipat. Pas kemarin itu terus terang aja aku lengah karena aku sama Ibing, jadi tak pikir nggak bakal ada yang berani macam-macam. Eh, ternyata masih ada juga.
Pelajaran yang aku petik dari kejadian itu sih, harus tetep fokus dan waspada sekalipun nggak jalan sendiri. Trus nggak usah lah kelamaan mikir sok berbaik sangka. Kalau ada kejadian kaya gitu lagi, pegang tangannya, puntir. Pas kejadian kaget, jelas pasti iya. Tapi usahakan jangan kelamaan dan secepatnya mikir jernih biar bisa bertindak. Bedebah kaya gitu sih nggak boleh dibiarin melenggang dengan senyum bahagia. Mereka harus dikasih pelajaran.
Terakhir, ada yang mau ngasih saran nggak terkait kejadian ini? Atau masukan buat semua cewek di manapun berada kalau mengalami kejadian serupa? Aku tunggu banget yah komennya. Makasih udah baca. Mudah-mudahan nggak ada lagi cewek yang dilecehkan. Kalaupun ada (karena laki-laki kaya gitu emang masih ada), seenggaknya kita tahu harus gimana. Maaf akunya nggak bisa ngasih saran banyak. Baru curhat doang bisanya. Hiks.

You May Also Like

0 komentar