Pelecehan Seksual di Kerumunan
I
hate crowd. Aku nggak tau sejak kapan tepatnya, karena dulunya enggak, tapi
akhir-akhir ini aku merasa sangat nggak nyaman kalau harus berada di tengah bwaaanyak
orang. Kalaupun terpaksa harus berada di tempat rame, aku akan berusaha berada
sejauh mungkin dari kerumunan yang padat dan nggak akan lama-lama. Kenapa? Karena
kalau berada di tengah banyak orang kaya gitu aku akan merasa pusing, mual, dan
anehnya, kelelahan.
Makanya
pas malam tahun baru kemarin, sama seperti tahun baru-tahun baru sebelumnya,
aku nggak berencana keluar buat kembang apian. Lagian kembang apinya gitu-gitu
aja palingan. Aku udah tau bakalan lebih bagus kembang api kalau pas imlek
nanti. Hehehe.
Meskipun
nggak niat tahun baruan, tapi aku tetep keluar sama Ibing. Buat apa? Buat makan
malam. Iya, rencananya sesederhana itu. Namun karena sejak sore itu kami malah
keasyikan ngobrol nggak tau apa, kami keluarnya kemaleman, dan kalian tahu apa
yang terjadi? Kami terjebak macet. Nggak bisa gerak sama sekali pas di
alun-alun (karena tadinya nggak menduga kalau alun-alun sudah sepadat itu)
sampai jam 12 malam dan akhirnya nonton kembang api juga meskipun dengan bete.
Begitu
acara kembang apinya bubar, orang-orangpun semuanya langsung ikut bubar. Dan bubarnya
ini sama sekali nggak beraturan. Orang jalan di jalan raya, umpel-umpelan
sampai yang bawa motor ngalah diem nunggu agak renggang.
Berada
di kerumunan saja sudah bisa bikin aku kelelahan. Ini ditambah pas kondisi
badan masih nggak fit. Sempurna sudah penderitaanku. Saking padatnya, sampai
aku mau turun dari motorpun nggak bisa. Jadi nggak ada jalan keluar sama sekali
dari situasi menjebak itu. Well, ada sih, terbang. Tapi kan hukum sihir
melarang penggunaan sihir di depan muggles. Apalagi mugglesnya sebanyak itu. Repot
nanti harus menghapus memori dari mereka semua.
Ya
sudah, aku bersabar. Memandang ke atas biar nggak terlalu pusing sambil tangan
stand by di kanan kiri melindungi badan karena orang-orang itu minta ampun deh,
jalannya nggak bisa biasa. Harus banget pakai sikut-sikutan.
Sementara
aku berjuang dengan diriku sendiri biar nggak panik (kalau panik takutnya bakal
sesak nafas), mendadak aku merasakan sentuhan di pinggulku. Aku posisinya di
boncengan motor ya itu. awalnya tak pikir wah, nggak sengaja palingan lagi rame
gitu. Tapi perasaan dari tadi orang nyikut-nyikut, nyenggol-nyenggol juga cuma di
lengan sama bahu deh palingan. Tak toleh, ada anak cowok gitu usia 20an lah
yang menempelkan punggung jari-jarinya. Tak sikut-sikut, nggak bisa wah,
soalnya badanku posisinya kehimpit banyak orang jadi susah geraknya. Dan cowok itu
terus jalan. Sambil terus jalan dia menyentuhkan punggung jari-jarinya di sepanjang
paha kiriku. Mulai dari pinggul sampai lutut.
Selama
beberapa detik yang berharga aku malah tercengang sambil mikir “Sengaja nggak
sih?” sampai kemudian pas posisinya udah agak jauh, itu cowok menoleh dan …
tersenyum. Senyum yang bikin aku merinding. He touched me in purpose. It’s a light
touch, but it’s still a touch.
Begitu
menyadari itu, hal pertama yang kurasakan adalah marah, detik berikutnya, aku
merasa kotor, dan detik berikutnya, ya, seperti yang sudah bisa kalian tebak
mengingat kebiasaan burukku, aku merasa bersalah. Aku merasa bersalah kenapa
aku nggak cepat tanggap? Kenapa aku kelamaan mikirnya? Kenapa aku terlalu
berbaik sangka? Dan kenapa kenapa lainnya.
Kalau
aku sadar lebih cepet, seenggaknya aku bisa ngasih pelajaran. Seenggaknya dia
harus tau kalau aku nggak terima digituin. Tapi momen berharga itu kulewatkan
begitu saja. Goblok ya kan? Mungkin dia udah kaya gitu dari tadi. Memanfaatkan kerumunan
buat nyentuh cewek-cewek. Kalau dilihat dari senyumnya sih dia sangat-sangat
menikmati itu. Mungkin bahkan dengan melihat ekspresi tercengang telat mikirku
dia malah lebih puas lagi.
Pakaianmu
mengundang buat disentuh-sentuh kali, Pel? Enggak, nyet! Magelang itu dingin
dan itu malam aku keluarnya. Aku pakai jins panjang, jaket, helm, sepatu. Ketutup
rapet dari ujung kepala sampai ujung kaki. Nggak kelihatan seksi sama sekali. Dan
aku itu posisinya mbonceng Ibing lohh. Ibing itu tampangnya kurang
mengintimidasi gimana lagi coba?
Aku
sedih banget sampai udahannya aku cerita panjang lebar sama Ibing. Pas kejadian
Ibing nggak tau sama sekali. Kalau tahu, mungkin itu cowok sudah nggak punya
wajah sekarang. Aku emang bukan cewek baik sok suci belum pernah disentuh
laki-laki, tapi mendapatkan sentuhan yang tidak diinginkan itu membuatku jijik,
sumpah. Sampai rasanya pengen kungkum di larutan antiseptik selama dua belas
bulan kalau saja itu nggak berlebihan.
Soal
pelecehan kaya gini, kalau disentuh aku baru mengalami sekali ini. Mungkin
karena itulah aku nggak langsung tahu apa yang harus dilakukan karena rada
shock. Pikiran lagi lengah juga. Tapi, bertahun-tahun yang lalu aku pernah
mengalami pelecehan juga. Nggak disentuh sih, cuma dipandangin.
Kejadiannya
di angkot (yang juga penuh sesak). Waktu itu aku adalah mahasiswa baru. Masih unyu
banget lah pastinya. Pakaianku waktu itu juga jins, jaket, sepatu, dan bawa tas
ransel besar (maklum habis pulang kampung). Nggak seksi sama sekali. Di depanku
agak serong (nggak di depanku persis) ada bapak-bapak yang ngeliatiiiiin terus.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki dilihatin bolak balik dengan tatapan yang
bikin aku mendadak pengen muntah meskipun nggak mabuk darat. Tak pelototin
(biasanya orang kalau ngelihatin trus dilihatin balik bakal nunduk) eh dia
malah tambah seneng ngeliatin akunya. Aku sampai salah tingkah.
Padahal aku mangku ransel. Jadi kalaupun
celanaku mepet membentuk kaki, kaki itu ketutupan. Dan kanan kiriku ada orang
mepet-mepet. Jadi bentuk tubuhku sama sekali nggak terekspos. Waktu itu
meskipun aku pakaiannya rapet, aku merasa kaya telanjang. Dan waktu itu aku
malah lebih parah. Emang bener-bener nggak tau harus ngapain. Umurku juga
palingan baru 17 waktu itu (set dah, hampir sepuluh tahun ya, sejak aku jadi
maba?). Untungnya orang itu turun duluan. Dan pas turunnya, tentu saja dia
melemparkan senyum najong yang membuatku jijik bahkan sampai hari ini.
Beberapa waktu yang lalu, sebelum
kejadian malam tahun baru itu aku sempet baca-baca cerita pelecehan seksual di
tempat umum, dan rata-rata korbannya emang pada nggak tau harus gimana karena
saking shocknya. Ada rasa nggak percaya, ada rasa bingung, apalagi yang baru
pertama kali mengalami. Pas baca itu aku mikir “Wah, kalau aku sih pasti bakal
gini, pasti bakal gitu, nggak bakal diem aja, bla bla bla,” tapi apa jal, pas
kejadian beneran toh aku shock juga dan telat ngambil tindakan.
Padahal sebelum-sebelumnya aku udah
selalu persiapan lho. Aku bahkan sama Ibing sering latihan. Pura-puranya Ibing
jadi cowok kurang ajar, aku jadi korbannya, trus aku harus gimana. Ibing sering
ngasih arahan, “Kalau dipegang kaya gini, langsung gini gini gini, ndut,” dan bla
bla bla. Bahkan latihan kalau seandainya aku sendirian dan orangnya go way too
far, harus ambil gerakan gimana aja sebelum lari nyari bantuan, dan sebagainya.
Training mah lengkap. Tapi pas di lapangan, ternyata aku sama sekali belum
siap. Kenapa? Karena sama sekali nggak terduga, dan kedua, kelamaan mikir. Ini
pelajaran banget emang harus senantiasa konsentrasi dan waspada apapun
kondisinya.
Kalau seandainya nanti kejadian
lagi (ih, jangan sampai sih), mungkin aku bakal sudah lebih siap dan cepet
ngambil tindakan. Sama kasus kaya cat call. Dulu pas masih culun pertama kali
di cat call itu aku bakal nunduk dan jalan cepet-cepet (yang bikin si cat
caller ini malah tambah semangat). Lama-lama aku tahu harus gimana. Bahkan emang
posisi lagi pakai baju seksipun udah nggak ada yang cat call lagi. Kalaupun ada
yang berani, udah pasti bakal menerima akibatnya. Orangnya bakal tak buat
kewirangan pokoknya.
Setelah ngobrol panjang dengan
Ibing, kami menarik kesimpulan bahwa laki-laki kaya gitu emang adaaaa aja. Kita
akan menemui spesies ini di saat-saat tak terduga. Makanya penting banget untuk
selalu siap dan waspada. Kalau seandainya pas malam tahun baru kemarin itu aku
keluar sendiri, mungkin aku akan jauh lebih waspada sejuta kali lipat. Pas kemarin
itu terus terang aja aku lengah karena aku sama Ibing, jadi tak pikir nggak
bakal ada yang berani macam-macam. Eh, ternyata masih ada juga.
Pelajaran yang aku petik dari
kejadian itu sih, harus tetep fokus dan waspada sekalipun nggak jalan sendiri.
Trus nggak usah lah kelamaan mikir sok berbaik sangka. Kalau ada kejadian kaya
gitu lagi, pegang tangannya, puntir. Pas kejadian kaget, jelas pasti iya. Tapi usahakan
jangan kelamaan dan secepatnya mikir jernih biar bisa bertindak. Bedebah kaya
gitu sih nggak boleh dibiarin melenggang dengan senyum bahagia. Mereka harus
dikasih pelajaran.
Terakhir, ada yang mau ngasih saran
nggak terkait kejadian ini? Atau masukan buat semua cewek di manapun berada
kalau mengalami kejadian serupa? Aku tunggu banget yah komennya. Makasih udah
baca. Mudah-mudahan nggak ada lagi cewek yang dilecehkan. Kalaupun ada (karena
laki-laki kaya gitu emang masih ada), seenggaknya kita tahu harus gimana. Maaf akunya
nggak bisa ngasih saran banyak. Baru curhat doang bisanya. Hiks.
0 komentar