• Home
  • About
  • Contact
    • Category
    • Category
    • Category
  • Shop
  • Advertise
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

MADGIRL!



Lagi males bikin gambar sendiri. Kalian tau aku ngambil ini dari mana.

               Aku aslinya udah mau nulis tentang resolusi ini sejak beberapa hari yang lalu. Tapi nggak nyadar aja tau-tau udah tanggal 31. Hahaha.
               Sebenernya aku bukan tipe anak yang suka nulis-nulis resolusi sih. I hate making promise that I can’t kept. Tapiiih, 2016 kemarin aku jalanin tanpa rencana sama sekali. Gimana mau bikin rencana wong aku memasuki 2016 aja dengan penuh ketidaksiapan.
               Well, jadi sebenernya akhir tahun 2015 aku udah punya plan brilian dan bahkan bisa dibilang pencapaian terbesarku sepanjang hayat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, aku bisa fokus menginginkan sesuatu dan serius ngerjain satu hal itu. Tapi seperti yang kalian semua tahu, Tuhan Maha Menciptakan Plot Twist. Siap atau enggak. Dan kalian tahu apa yang terjadi padaku di pergantian tahun lalu.
               Kejadiannya sih nggak ada sebulan. Efeknya yang lama. Bagaimanapun, setelah itu semua, aku sangat bersyukur akhirnya bisa mengambil keputusan yang tepat, masih bisa ketawa ngakak, sehat, dan syukuuuur banget tahun ini toh happy ending juga.
               Meskipun tanpa rencana karena tadinya aku pas mulai 2016 itu rencanaku sesederhana bertahan hidup, banyakin becanda, dan nggak sakit jiwa, sepanjang 2016 ini aku mendapatkan banyak hadiah banget. Pertama, reset teman. Pas kejadian setahun lalu itu momen pas byaanget untuk seleksi. Orang-orang yang ngaku teman menunjukkan warna aslinya semua. Yang ternyata palsu terseleksi dengan sendirinya. Hadiahnya? Aku dapat bwanyaaak banget teman baru. Yang semuanya super amazing yet inspiring. Dan banyak hal-hal baru lain yang aku mulai meskipun nggak aku rencanakan.
               Tahun ini tentu saja rencana-rencana itu ada. Sekalipun nggak tak pikir spaneng soalnya males ntar ditwist lagi. Hahaha. Tapi menurutku punya rencana dan gagal masih jauh lebih mending daripada jalan tanpa tujuan sama sekali. Besides, sekarang aku udah sehat kok. Seenggaknya selama beberapa bulan terakhir udah nggak pernah nyoba bunuh diri lagi dan aku sungguh bersyukur untuk itu. Jadi bisa dibilang goal 2016 yaitu hidup waras, sudah tercapai dengan sukses. Sekarang tinggal siap-siap masuk babak berikutnya. Jeng jeeeeng!!!!

Blogging

               Hihihi. Aku aslinya malu kalau ngomongin ini. I was a bad bad bad blogger. Lihat aja, jumlah postinganku menyedihkan bukan? Blog ini aslinya udah tak bikin sejak tahun 2012. Tapi sama kasus kaya blog-blogku sebelumnya, blog inipun tadinya tak anggurin selama kira-kira … empat tahun. *efek muka diselimuti awan mendung
               Sekitar tengah tahun 2016, pas aku sudah mulai agak waras dan nggak kebanyakan curhat lagi di fesbuk, aku mulai suka nulis status panjang-panjang, yang kemudian tak pikir jadi “Kalau aku bisa nulis status tiap hari, kenapa aku nggak ngeblog aja?” Jadinya aku mulai nulis di blog lagi. Iyaaa, aku tahu masih nggak niat juga, masih lebih sering fesbukannya, tapi seenggaknya itu awal dari segalanya. *terdengar suara genderang
               Tadinya karena lihat temen-temenku yang blogger beneran itu pada sering ikut lomba-lomba blog dan memenangkan hadiah yang bikin ngiler, aku sempat pengen ikut lomba-lomba juga. Tapi ternyataaa, aku nggak cocok jadi blogger lomba. Pertama, aku nggak bisa nulis kalau terpaksa. Kedua, aku toh suka nggak ingat (dan ternyata nggak terlalu peduli juga) tanggal pengumumannya itu kapan. Jadi aku cuma ikut-ikutan beberapa kali dan nggak tak lanjutin lagi. Hehe.
               Tahun depan, aku pengen ngeblog lebih serius, lebih rajin, lebih disiplin. Aku nggak punya target yang muluk-muluk pengen jadi blogger terkenal, dapet job, atau apa. I just want to write what I love. Yang penting disiplin. Udah, itu aja.

Nulis Fiksi

               Yawlaaaa, sebagai orang yang selalu ngaku bercita-cita jadi penulis, aku ini apa banget jal? Setahun ini aku nggak nulis cerita fiksi barang satu paragrafpun. Hiks. Padahal aku suka nulis fiksi. Dulu, meskipun nggak pernah tak kirimin ke mana-mana dan tulisanku nggak pernah dibaca siapa-siapa, aku nulis fiksi tiap hari buat latihan. Yah, aku emang nggak ngirim ke mana-mana soalnya aku masih tahu lah kualitas tulisanku. Aku nggak mau orang buang waktu mereka yang berharga hanya untuk baca tulisan sampah. Tapi aku terus belajar. Tahun ini? Enggak blas. Aku kaya nggak punya sumber inspirasi lagi yang menyalakan kata-kata dalam kepalaku. Jadi tahun depan aku mau belajar nulis fiksi lagi. Yang bagus. Yang layak dibaca orang sekalipun gratisan.

Baca Buku

               What a shame. Tahun ini buku yang aku baca nggak nyampe 30. Hiks. Tadinya sih pas awal-awal tahun kaya yang rajin banget baca. Tapi akhir-akhir tahun pas mulai rada sibuk, jadi alasan buat nggak baca. Hwaaaaaaaa. Tahun depan juga aku targetnya nggak muluk-muluk lah. Aku cukup tahu kebiasaanku. Jadi targetnya tahun depan satu minggu satu buku. Segitu aja kalau bisa tak jalani bener-bener udah peningkatan. :D

Rencana-rencana Lain yang Rahasia

               Tentu masih ada hal-hal lain yang akan kukerjakan. Tapi seorang teman bijak pernah bilang, “Kamu kalau lagi ngerjain sesuatu jangan diumbar. Mending nanti aja kalau udah jadi,” gitu. Jadi ada rencana-rencana yang statusnya itu classified. :v
               Intinya sih resolusiku buat tahun depan sama kaya yang selalu tak pikirkan tiap hari: pengembangan diri. Jangan labil lagi, jangan kebanyakan melo, banyakin action, bikin karya sebanyak-banyaknya. Yang tak lihat dari diriku sendiri sih, makin dewasa aku kalau bikin resolusi makin sederhana. Bukannya berhenti bermimpi besar. Impian besar itu masih ada dan menjadi satu-satunya jangkar buatku bertahan hidup. Tapi mending konsisten dengan langkah-langkah kecil dulu. Karena apa gunanya rencana hebat kalau nggak ada satupun yang dikerjain kan?
               Selamat tahun baru ya gaes! Mudah-mudahan tahun depan dan tahun-tahun berikutnya hidup kita selalu penuh dengan kebahagiaan. Syemangat! Syemangat! I love you all soooo much!
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar


               Tepatnya dua hari lalu, mendadak timeline akun pribadiku dipenuhi status Om Telolet Om. Tentu saja ini aneh, karena itu akun pribadi. Usut punya usut, ternyata frasa Om Telolet Om memang sedang jadi trending topic. World wide bahkan.
               Sebenarnya, Om Telolet Om bukan sesuatu yang baru bagiku. Kok bisa? Pertama, Ibing itu kerjanya di karoseri. Hal-hal yang berhubungan dengan bus termasuk variasi klakson sekundernya merupakan bagian dari obrolan kami sehari-hari. Kedua, kami sudah terjun ke bisnis bus merchandise sejak dua tahun yang lalu. Di akun jualan baik itu Leopard Karoserie, Leopard Bus Merch, sampai Telolet Bus Merchandise, kami berteman dengan anak-anak penghobi bus. Jadi di timeline akun jualan berseliweran frasa Om Telolet Om sih udah biasa banget.
               Lha, kalau Telolet jadi mendunia begini harusnya seneng dong kamu Pel? Anehnya enggak. Aku malah muak. Karena orang-orang biasa yang nggak tahu apa-apa tentang bus dan nggak pernah punya ketertarikan tentang dunia autobus juga jadi ikut-ikutan meneriakkan frasa yang sama. Dan itu jelas menjengkelkan. Terutama karena orang-orang itu aku tahu cuma ikut-ikutan. Sekedar ikut rame aja gitu, ngelarisi dagangan mah enggak.
               Tadinya tak kirain aku aja yang kesel. Ternyata Ibing juga muak. Wkwkwk. Alasannya lebih ke “Kenapa sih orang-orang itu ada yang rame apa, semuanya langsung ikutan?” Yah, masyarakat kita emang gitu. Biarin aja. Toh nggak sampai seminggu juga palingan timeline sudah reda dari demam telolet. Mudah-mudahan sih gitu. Soalnya kalau rame-rame telolet ini lebih lama lagi, aku bakalan muntah-muntah.
               Tapi berhubung aku ini anak muda yang selalu bisa mengambil sisi positif dari hal-hal paling menjengkelkan sekalipun, kejengkelanku kali ini aku tulis aja. Aku mau nulis tentang bagaimana kita bisa memanfaatkan demam Om Telolet Om menjadi sesuatu yang lebih berguna daripada sekedar rame-ramean di media sosial. Sebenarnya ide nulis ini sudah di pikiran sejak lama, cuma tadinya aku terlalu malas untuk menuliskannya. Sekarang gara-gara rasa muak sudah di ubun-ubun, aku nggak punya pilihan lain. Yah, ada untungnya juga ternyata.

Demam Om Telolet Om sebagai Upaya Mengurangi Kemacetan

               Kamu mikirnya nggak terlalu absurd Pel? Tentu saja tidak. Ini sangat mungkin. Gini lho, penyebab kemacetan itu apa? Saking banyaknya kendaraan pribadi di jalanan kan? Horang kaya mah gengsi ke mana-mana naik angkot. Maunya naik mobil yang berAC. Kelihatan keren juga kalau dipakai buat selfie-selfie ya kan? Aku itu milih hidup di Magelang karena Magelang adalah kota kecil yang masih tergolong sepi dan tentu saja bebas macet. Bayangkan betapa jengkelnya aku ketika tiap week end dan hari libur itu kota Magelangku tersayang macet gara-gara kebanjiran mobil dari luar kota! Dan isinya apa wah, satu mobil satu orang doang. Apa cuma aku yang menganggap itu sebagai pemborosan dan sama sekali nggak efisien?
               Sekarang bayangkan kalau karena klakson telolet, orang jadi menganggap bepergian dengan menggunakan bus atau transportasi umum lain itu sebagai sesuatu yang cool? Semua orang berbondong-bondong meninggalkan mobil pribadinya di rumah dan lebih memilih untuk naik bus. Bayangkan, berapa banyak ruang di jalanan yang bisa kita hemat? Tentu saja hal ini harus dibarengi dengan upaya pemerintah menyediakan transportasi umum yang nyaman, aman, dan jangan lupa, setiap armada harus memiliki klakson telolet.

Demam Om Telolet Om sebagai Budaya Tandingan

               Suka nggak suka, pernah nonton atau enggak, kita semua pasti tahu sama sinetron yang judulnya itu Anak Jalanan. Betul? Kalau ini sih aku yakin bukan cuma aku aja yang muak. Banyak orang merasakan hal yang sama sepertiku. Tapii, adakah yang tahu dampak sinetron itu apa? Banyak banget remaja jadi termakan image keren itu harus bawa motor besar ke mana-mana. Banyak juga yang mendadak jadi penggemar motor gede. Dan semua hal sok keren ala sinetron lainnya (if you know what I mean). Masyarakat kita emang kaya yang gampang banget gitu ya, dadakan ikut tren. Ada tren batu akik, mendadak jadi juragan batu akik, ngerti segalanya tentang batu-batu. Ada sinetron Anak Jalanan, mendadak semua orang jadi penggemar motor gede dan bikin geng motor ala-ala. Itu lohh, yang biasanya tiap Jumat atau Sabtu malam ngumpul trus motornya diparkir jejer-jejer di pinggir jalan, lengkap dengan spanduk nama komunitasnya. Hal ini membuatku bertanya-tanya: sebenarnya aku ini hidup di tengah masyarakat apa tahu bulat?
               Sekarang bagaimana kalau kita jadikan demam Om Telolet Om ini sebagai budaya tandingan? TV itu memegang peran yang sangat penting kan? Bikin dong sinetron dengan judul Anak Telolet. Bukan hanya menceritakan keseharian anak-anak yang mengacung-acungkan jempol di pinggir jalan sambil berteriak “Om Telolet Om,” tapi juga termasuk kecintaan anak muda dalam menggunakan transportasi publik. Adegan-adegan ngalah dan memberikan tempat duduk kepada penumpang yang lebih membutuhkan, tidak membuang sampah di dalam bus, dan banyak lagi hal positif lainnya. Bintang sinetronnya pilih yang ngganteng dan bikin anak-anak remaja jadi pengen niru seperti misalnya Aliando atau Al Ghazali. Bayangkan generasi yang menonton sinetron ini nantinya jadi generasi yang lebih santun dan mencintai transportasi publik instead of jadi generasi yang mogok sekolah gara-gara nggak dibeliin motor baru sama orang tuanya.

Demam Om Telolet Om sebagai upaya untuk meningkatkan Omset

               Bukan bakul sejati namanya kalau kejengkelannya tidak menghasilkan omset. Jadiiih, nggak usah basa-basi lagi. Kalau kepengen membuktikan kalian memang bukan spesies tahu bulat yang suka mendadak ikut-ikutan tren dan memang bener-bener suka dunia autobus, langsung aja dong order merchandisenya di Leopard Karoserie, Leopard Bus Merch, dan Telolet Bus Merchandise. Semua perlengkapan yang akan membantu kamu tetap terlihat keren selama memburu klakson telolet ada lengkap, mulai dari kaos, jumper, kemeja, jaket, hoodie, topi, tas, bantal, bahkan miniatur bus juga ada buat kamu yang suka mengoleksi.
               Dan kalau ada di antara kamu semua yang baca postingan ini dan kepengen pesen armada bus beneran entah itu untuk PO atau proyek pemerintah sekalipun, bisa juga japri kami di facebook. Free desain dan bisa custom, termasuk gratis konsultasi pemilihan klakson sekunder.
Udah, gitu aja. May the Telolet be with you!
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Jadi ceritanya pas nyari-nyari foto buat tulisan ini aku itu baru nyadar kalau aku ternyata sama sekali nggak punya foto rumah kos, kamar kos, foto di kos, foto sama anak-anak kos, dan apalagi foto sama ibu kos. Jadi ini gambar aku ambil dari MiBah.com. Ntar aku minta Ibing buat ngegambarin deh.


               Aku punya pengalaman ngekos yang lebih banyak dan lama dibanding semua teman seangkatanku. Gimana enggak? Umumnya teman-temanku mulai ngekos pas kuliah, sedang aku sudah memulai petualangan ngekos sejak SMP. Penyebabnya sudah banyak kusinggung di postinganku yang lain. Karena rumah orang tuaku itu di desa yang jauh banget dari sekolah negeri, makanya aku ngekos. Gitu lah kira-kira singkatnya.
               Setelah kuhitung-hitung, sampai hari ini total aku sudah pernah ngerasain tiga belas kali pindah kos. Tiga belas. Angka yang keramat bukan? Dan semua kosan memiliki cerita lucu-lucunya sendiri-sendiri yang suka bikin aku ngakak-ngakak sekaligus kangen kalau ingat.
               Kita bahas mulai dari yang pertama.
               Pertama berarti pas aku baru masuk SMP. Ih, masih unyu banget. Masih suka baca Bobo. Berhubung kalian tahu sendiri orang tuaku kaya gimana, aku dikosin di rumah temennya Bapak yang adalah seorang penghulu. Kita sebut saja namanya Mbah S. Aku manggilnya Mbah karena emang disuruh gitu dan orangnya emang sudah berumur meskipun di kehidupan nyata Mbah S aslinya belum punya cucu.
               Rumah Mbah S ini rame. Ada Mbah S dan istrinya yang juga kupanggil Mbah S, ada tiga anaknya satu cewek dua cowok yang masing-masing sudah lulus kuliah dan bekerja, ada aku, trus ada juga satu ponakannya Mbah S namanya Mbak Reni (kelas tiga SMP). Mbak Reni ini nggak satu sekolah sama aku. Sekolahnya bahkan beda kecamatan. Dulunya tinggal bareng orang tuanya, tapi sama Mbah S sengaja direkrut untuk tinggal di situ juga. Konon katanya biar aku ada temennya yang sama-sama anak kecil, gitu. Sayangnya, niat baik ini nggak berhasil karena aku malah sibuk sendiri, jarang banget di kos. Kalau nggak ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, aku akan main sama temen-temenku. Singkat cerita, Mbak Reni yang tujuannya adalah untuk menemaniku, malah jadi pihak yang kesepian.
               Rumah Mbah S kalau sore jadi tempat ngaji anak-anak kecil di sekitar situ. Yang ngajar ngaji anaknya Mbah S yang paling muda namanya mas siapa aku lupa. Kalau lagi nggak ekstra atau main, aku juga wajib ikut ngaji. Inilah alasan kenapa orang tuaku menitipkan aku di rumah Mbah S. Cuma karena aku lebih sering sibuk di luar rumah, aku jadi jarang gitu ikut ngajinya. Sungguh strategi yang kurang berhasil.
               Anaknya Mbah S yang paling tua, namanya Mbak siapa gitu aku juga lupa, kerjaannya adalah guru dan Mbak ini menyenangkan karena suka masak dan bikin makanan. Jadi kalau aku pulang sekolah, biasanya udah ada pudding, bolu, atau jajanan apalah gitu di meja.
               Mbah S putri adalah penjahit dan kadang aku suka ngebantuin. Dari Mbah S ini aku belajar banget kalau kain perca bisa jadi banyak barang yang berguna seperti selimut, soalnya Mbah S suka bikin-bikin selimut dan sprei sendiri.
               Mbah S kakung punya hobi merawat tanaman. Di depan rumah, belakang rumah, lantai atas, genteng, di mana-mana banyaaaak banget tanamannya. 
               Sedangkan anak Mbah S cowok yang satunya aku nggak ingat kerjaan dan hobinya apa.
               Nah, trus cerita lucunya di mana? Gini, berhubung aku anak yang baik dan rajin membantu, aku selalu pengen ngebantuin segala sesuatu. Lagian udah dipesenin juga sama Ibuku kalau di rumah Mbah S harus rajin. Jadi aku beneran rajin bantu-bantu.
               Masalahnya, kerajinanku ini nggak selalu berbuah manis. Malah adaaaaa aja masalah yang terjadi kalau aku berniat membantu. Kalian ingat sepupunya Sponge Bob nggak? Yang kalau pegang apa-apa segalanya malah jadi rusak? Nah dulu di rumah Mbah S aku persis kaya gitu.
               Pas ngebantu cuci piring, cangkir kesayangannya Mbah S aku pecahin. Bantu siram tanaman di atas, potnya entah gimana ceritanya malah aku jatuhin sampai pecah berkeping-keping. Bantu nyetrika baju, malah gosong dan setrikanya jadi lengket, bantu nyuci jendela (Mbah S punya kebiasaan kalau jendela itu nggak dilap tapi dicuci pakai selang kaya kalau nyuci mobil), jendelanya lupa nggak aku tutup dulu jadi airnya pada masuk semua, dan masih banyak lagi sampai Mbah S pusing sendiri dan akhirnya bilang “Udah, udah, nggak usah ngebantuin lagi.” Hahaha.
               Hey, I was just 12 okay? Masih culun banget emang dan ndelalahnya super clumsy. Akhirnya aku memutuskan untuk membantu Mbah S dengan cara tidak membantu sama sekali karena kalau membantu malah jadi berantakan. Hahaha.
               Akhirnya aku pindah dari rumah Mbah S karena Mbah S mendadak memutuskan untuk pindah ke Jakarta sedangkan anak-anaknya nggak ada yang sanggup ngurusin aku. Hahaha. Terus aku pindah ke sebuah rumah yang deket banget dari sekolahku. Persis di belakangnya malah. Kalau berangkat sekolah aku cuma harus muter dikit. Di sini aku nggak lama. Cuma sebulan. Kenapa? Begini ceritanya.
               Kos yang kedua ini yang punya juga embah-embah. Namanya aku nggak inget mbah siapa. Tapi kalau personil yang lain aku inget. Ada embahnya itu, satu anak ceweknya, satu cucunya yang masih TK, ada anak kos lain juga cowok, SMA, dan dia ganteng, namanyanya Mas Sandi, trus ada satu ART namanya Siwon. I know, right? Namanya lucu kaya orang Korea.
               Kalau rumah Mbah S udah banyak tanaman, rumah kos yang kedua ini malah lebih adem lagi karena depan rumah itu ada pohon rambutan, mangga, dan durian yang semuanya berdaun lebat. Jadi super adem.
               Siwon ini usianya aslinya sama kaya aku. Tapi dia nggak sekolah dan malah jadi pembantu rumah tangga. Yahh, hidup memang nggak selalu indah gaes.
               Nah masalahnya mulai ketika ternyata si Siwon ini punya kebiasaan yang nggak terpuji yaitu suka ngutilin barang orang. Nyolongin mangganya mbah kos? Ah, itu sih biasa. Aku juga suka ikutan. Tapi selain itu Siwon ini hobi banget masuk kamarku kalau aku lagi sekolah dan ngambilin barang-barang. Mulanya sih aku nggak ngeh karena yang diambil barang-barang nggak penting (lagian anak SMP punya barang penting apa sih emangnya?) bangsanya tipe-x, penghapus,  gantungan kunci, dll. Tadinya tak kirain aku aja yang lupa naruh karena aku anaknya clumsy. Atau kalau enggak ketinggalan di kelas dan diembat sama anak lain. Tapi lama-lama barang yang diambil itu makin menjadi-jadi.
               Aku sadar pertama kali itu pas buku diaryku ilang. Iya, serius, buku diary. Dan aku nggak pernah dong, bawa buku diary ke sekolah. Ngapain juga ya kan? Ada malah ntar dibaca anak-anak dan mereka jadi tahu my dark secrets. Bisa gawat. Terus lama-lama baju sampai jaket juga ilang. Jadi Siwon ambil langsung dari lemari gitu. Ini bukan tuduhan tak berdasar karena setelah aku lapor ke mbah kos, semua barang itu ditemukan di kamarnya Siwon. Huhuhu. Akhirnya aku minta pindah.
               Kos yang ketiga akhirnya tahan lama dan aku tinggal di sana sampai lulus SMA. Susah mau cerita soal kos ini saking banyaknya. Aku menghabiskan masa remajaku di sana dan banyak bangeeet kisahnya. Kalau aku ceritain, nggak muat satu postingan. Bisa jadi satu buku. Hahaha. Serius. Jadi kayaknya postingan kali ini cukup sekian dulu aja. Bakal aku sambung di postingan berikutnya. Jadi jangan ke mana-mana. I’ll be back, gaes! I’ll be back!

Love,
Isthar Pelle
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Ini ceritanya lagi belajar. Foto: dokumentasi pribadi.


               Aku itu bloon anaknya. Ini bukan statement becanda atau nggaya-nggaya. Ini nyata. Aku memang nggak pinter. Buktinya? Pas SMA aku tes IQ dan skornya berapa coba tebak? 80. Sementara temenku yang pernah beberapa kali nggak naik kelas aja skornya seratus ke atas. Sebego-begonya anak di kelas juga skor IQnya paling sedikit itu 95. Well, aku nggak ingat pasti ding, lapan puluh atau lapan puluh berapa yang jelas kepala 8 dan masuk kategori di bawah rata-rata. Normal dull. Normal sih, tapi dull.
               Bandingkan dengan Ibing yang IQnya itu 145. Yes, he is a genius. Nggak tahu sih kalau sekarang udah turun karena kebanyakan minum ciu. Yang jelas di sini kita lagi ngomongin anak yang dulu pas kelas tiga SD itu sudah bisa bikin mobil remot kontrol sendiri. Anak yang pas SD dulu saking berprestasinya menang lomba di sana sini, uang hadiah juara lombanya itu dikumpulin dan bisa buat apa coba kalian tebak! Bangun rumah. Iya, sampai bisa bangun rumah dari hadiah lomba-lomba dan beasiswa. Anak yang dari kecil nggak pernah minta uang jajan karena udah bisa nyari duit sendiri dari skill menggambarnya, dan masih banyak lagi. Banyak hal yang aku iriin dari Ibing sih. Pinter, berprestasi, berbakat, pintar bergaul. Sedangkan akuh ini apaaaaa? *cabutin bulu hidung
               Ah, paling hasil tes IQmu keliru Pel? Emang bisa terjadi sih. Masalahnya, soal aku nggak pinter itu emang beneran. Bukan hanya dari nilai IQ aja. Tanya aja sama temen-temenku yang emang cerdas sejak dalam kandungan, betapa aku itu payah banget bin pekok banget kalau diajak diskusi. Bahkan pengetahuan sederhana yang bagi mereka nggak istimewa aja butuh waktu lama buat kupahami (dan terkagum-kagum setelahnya). Masing-masing anak memang beda kan? Ada yang mempelajari hal baru itu cepet banget, ada yang butuh waktu lebih lama, ada yang butuh waktu lamaaaaaa banget. Aku masuk ke kategori yang emm, agak lama. Tergantung yang dipelajari apaan.
               Kedua, aku pemalas anaknya. Aku malas banget kalau disuruh berlama-lama melakukan hal-hal yang (menurutku) nggak ada gunanya. Hal-hal seperti mengulang belajar pelajaran sekolah. Kalaupun belajar, aku akan mempelajari hal lain yang nggak kupelajari di sekolah. Kalaupun baca, aku akan baca buku lain, bukannya buku pelajaran.
               Jadi itu. Sudahlah bodoh, malas belajar. Mau jadi apa aku ini?
           Tapi banyak yang salah mengira aku pinter (termasuk keluarga, teman-teman dan guru-guru). Kenapa? Karena aku selalu dapat nilai bagus. Logikanya, gimana ceritanya anak yang malas belajar bisa dapat nilai bagus kalau nggak karena asli pinter kan? Pernah kejadian loh, aku nanya ke temenku yang asli pinter tentang pengetahuan (yang menurut dia) sederhana, sedangkan aku belum mudeng sama sekali, dan dia bilang “Koe ra mudeng? Tak kiro koe ki pinter,” yang artinya kira-kira “Kamu nggak paham? Tak kirain kamu itu pinter.”
               Well, I’m not. I just try so hard not to be dumb. Aku sadar aku nggak terlahir jenius.  Tapi aku berusaha keras biar nggak bego-bego banget.
               Nilai bagus di sekolah itu gampang. Serius. Bahkan aku yang bodoh dan malas aja bisa. Peringkat emang nggak penting ya, tapi sebagai gambaran, peringkat kelas terburuk yang pernah kudapat itu rangking 4, pas kelas 1 SMP semester pertama. Sama pas SMA kelas 1 itu aku nggak dapet peringkat blas. Tapi itu sih karena aku sengaja ndlewer. Bandel banget sampai sering dikeluarin dari kelas. Tapi selain itu, aku tiga besar terus. Iya, terus.
               Sekali lagi bukan karena aku pinter ya, apalagi rajin belajar. Enggak. Tapi ada hal-hal yang kulakukan untuk mendapatkan nilai bagus dengan mudah. Nyogok guru? Enggak. Nyontek? Enggak. Jadi apa saja yang kulakukan?

Yahh, aku melakukan beberapa hal ini:

Mindset

Untungnya, meskipun nggak pinter, aku punya mindset kalau pelajaran sekolah itu gampang. Ulangan sama ujian apa lagi. Logikanya gini, yang namanya ulangan itu kan namanya aja ‘ulangan’ kan? Dari kata ulang. Yang artinya ya cuma ulangan aja gitu. Yang diulang apa? Pelajaran yang udah pernah dipelajari di kelas. Terus, masalahnya di mana? Cuma ngulang yang kemarin udah dipelajari kan?
Ujian juga sama aja. Malah lebih simpel. Ujian itu gampangnya adalah ulangan dari ulangan-ulangan yang udah pernah diulangin sebelumnya. Nah lohh. Jadi soalnya paling ya gitu-gitu aja. Nggak ada yang aneh banget apa susah banget. Satu-satunya hal yang menggangguku pas mau UN dulu adalah penggunaan LJK yang katanya bisa nggak kebaca lah, salah baca lah, dll. Jadi aku malah stress latihan bikin bunder-bunder yang perfect. Padahal kalian semua tahu aku anaknya mencang-mencong. Bikin bunderan yang perfect itu bikin aku keringetan gobyos tau?
Jadi aku kalau mau ulangan atau ujian atau tes kenaikan kelas itu nggak pernah belajar. Belajar paling belajar-belajaran aja. Ikut-ikutan karena temen yang lain normalnya pada belajar. Pegang buku padahal sih otaknya mikirin kamu. J
Lebih seringnya, kalau mau ulangan atau tes gitu aku malah main dengan alasan refreshing biar nggak stress. Dodol kan?
Tapi aku tetep dapat nilai bagus karena ya itu tadi: soalnya itu-itu aja palingan.

Mind mapping

Berhubung aku pemalas, aku paling males kalau disuruh nyatet pelajaran. Kalau guru jaman sekarang sih mungkin cara ngajarnya udah asik ya. Pakai teknik multimedia, pakai alat peraga yang keren, video, dan banyak lagi. Tapi di jamanku dulu, pelajaran itu ya nyatet. Gurunya ngedikte atau kalau enggak sekretaris kelas suruh nyatet di papan tulis teori yang banyaaaak banget itu. Yang bener-bener panjang banget nggak ada gunanya.
Karena aku pemalas, aku nggak akan nyatet yang panjang banget itu semua lah, ngapain? Yang ada tangan malah jadi pegel. Tapi aku tetep nyatet, terutama buat materi-materi yang nggak ada di LKS (pelajaran cuma pakai LKS, yawlaaa kasian). Tapi tentu saja aku nggak akan nyatet yang panjang-panjang. Poin-poin pentingnya aja.
Aku benci jenis catetan yang tulisan doang sampai berlembar-lembar. Udah pasti nggak bakal tak baca lagi juga udahannya. Jadi catetanku penuh dengan gambar-gambar (apa adanya), grafik, diagram, tabel, bulet-bulet dan panah-panah (aku kesulitan menjelaskan ini). Sering banget menggunakan singkatan-singkatan biar cepet.
Kalau ada temenku (yang lebih pemalas daripada aku) minjem buku catetanku buat disalin di rumah, besoknya mereka balikin dan belum jadi nyalin karena konon hanya aku dan Dewa Ilmu Pengetahuan yang bisa baca catetanku. Tulisannya jelek banget dan sekilas kaya gabungan antara gambar rumput dan cacing keinjek-injek bareng. Kaya orek-orekan nggak ada artinya. Tapi aku bisa baca.
Selain itu aku juga pasti kasih highlight-highligt buat poin penting di LKS biar gampang nginget-ingetnya. Plus, tambahan catatan di sana sini. Aku kalau punya LKS itu nggak pernah bersih. Berantakaaan sama catatan tambahan.

Nggak malu bertanya

Kalau aku ingat-ingat lagi, temen sekelas tuh dulu aslinya jauh lebih pinter-pinter dari aku. Cuma kenapa kalau pas ulangan atau tes kok kebingungan? Soalnya ada materi yang mereka belum mudeng dan merekanya nggak nanya.
Aku kalau ada yang belum mudeng akan langsung nanya. Sekalipun pertanyaanku itu remeh banget, aku nggak akan malu bertanya. Biar apa? Biar mudeng. Prinsipku, kalau pas pelajaran itu aku udah mudeng, ntar mau tes nggak usah belajarpun nggak masalah wong udah mudeng. Beda kasus sama anak yang cara belajarnya itu ngapalin.
Bikin contekan
Ini bukan tips terpuji, but it works. Kalau pelajaran-pelajaran yang kaya bahasa gitu, misalnya aku bisa mudeng di kelas karena kan pakainya penalaran. Ada polanya. Gimana dengan pelajaran yang membutuhkan banyak hafalan seperti sejarah atau antropologi? Sedangkan aku paling males kalau disuruh ngapalin? Caranya adalah dengan bikin contekan. Serius. Kalau mau tes yang pelajaran hafalan kaya gini, aku akan bikin contekan kumplit. Dan berhubung yang namanya contekan itu harus kecil bentuknya, di sini skill mind mapping berguna. Gimana caranya ngerangkum materi yang banyak banget itu ke selembar kertas kecil saja.
Lucunya, meskipun sukses bawa masuk contekan, contekannya nggak pernah tak pakai. Kenapa? Karena pas proses nulis contekannya itu aku malah jadi apal sendiri. Hahaha.
Jadi sebenernya sih nggak usah bikin contekan, tapi tulis ulang aja semuanya dengan gaya mind mapping yang lucu. Ntar juga apal sendiri. Sialnya, karena aku juga pelupa berat anaknya, kalau yang jenis apalan-apalan gini ujung-ujungnya aku bakal lupa juga. Jadi sekarang plis, jangan ngetes aku nanya materi sejarah pas SMP dulu karena akunya udah nggak inget.

Baca apa saja

Pas SD dulu aku pernah baca novel judulnya itu kalau nggaak salah Guru. Siapa ya yang nulis? Pokoknya bagus itu novelnya. Dan dari novel itu aku belajar kalau mau pinter itu caranya sederhana: baca apa saja. Aku menerapkan itu sampai sekarang. Baca apa saja tanpa pilih-pilih. Tiap bikin kopi sachetan, aku akan baca keterangan di bungkusnya. Tiap beli kosmetik baru, aku baca juga keterangannya. Makan di angkringan, aku baca juga kertas koran pembungkusnya. Tentu saja semua itu seringkali nggak ada urusannya sama materi pelajaran di sekolah, tapi semua informasi itu berharga. Apalagi buat aku yang sangat-sangat kekurangan bacaan. Sobekan-sobekan informasi itu berharga bangeeet.

Berhenti nonton TV

Ini kebiasaan baru sih. Baru jadi kebiasaan beberapa tahun ini. Dulu jaman sekolah sayangnya aku masih suka nonton TV. Habisnya dulu kan belum jaman yucup kaya sekarang. Kalau udah jaman, mungkin aku udah nggak nonton TV dari dulu. Untungnya sih, masa kecil dan remajaku tetep terselamatkan meskipun aku nonton tivi. soalnya pas kecil itu dulu aku nontonnya acara musik-musik anak kaya Dunia Anak, Tralala Trilili, trus paling sama kartun-kartun. Terus pas remaja juga aku terselamatkan karrena dulu belum ada Dahsyat, Inbox, dll. Dulu adanya itu MTV. Kalau pas hari-hari sekolah juga palingan aku nontonnya Sponge Bob. Kalau sekarang sih enak, bisa milih mau nonton apa. Tentu saja konten-konten kosong masih ada. Di Youtube juga banyak video-video yang kalau ditonton itu cuma buang waktu. Tapi kan seenggaknya sekarang kita bisa milih, dan pilihannya itu ada banyaaak.
Kenapa aku berhenti nonton TV? Soalnya TV itu 90%nya sampah. Pernah ngerasain nggak sadar nonton TV selama berjam-jam dan baru berhenti setelah sadar kalau baru saja menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga? Aku pernah. Dan apa yang aku dapet dari itu? NGGAK ADA!
Yaa, mungkin masih ada informasi bermanfaat sih dari tv (yang  10% itu), atau hiburan yang lumayan lucuk, atau mungkin yang TVnya berlangganan tayangannya lebih berkualitas ya? Aku nggak tahu. Dan yang jelas untuk saat ini aku memilih untuk nggak nonton tv dulu.
Lucunya lagi, kalau ada temen yang ngajakin ngobrol soal acara TV dan aku bilang “Aku nggak tahu. Aku nggak punya TV,” si temen ini malah kasian sama aku. Dikira hidupku ngenes banget tv aja nggak punya.
Di kosku ini tuh masing-masing kamar dijatah TV satu-satu, tapi akunya nggak mau ada TV di kamar. Gitchu, beb!
Itu aja sih, hal-hal yang aku lakukan. Gampang dan nggak wow wow banget. Semua orang bisa melakukannya. Sekedar mendapat nilai bagus aja emang gampang kok. Jadi pinter beneran, itu baru butuh usaha keras. Hehe.
               Sekarang aku justru jadi rajin belajar. Biar dapet nilai bagus? Yang mau nilai siapa juga, elah? Bukan, tapi biar aku nggak bego-bego banget. Aku mungkin nggak terlahir jenius. Buat jadi pinter juga nggak gampang. Tapi untuk menjadi nggak bodoh itu masih bisa diusahakan.
Aku jarang menyesal, tapi ada satu hal yang selalu kusesalkan: kalau saja dari dulu aku baca lebih banyak, belajar lebih banyak. Kaya kakak sepupuku yang dulu itu sekolah asrama. Di asramanya dibiasain harus bacaaa terus. Jadi ke mana-mana semua anak bawa buku buat dibaca dan itu jadi kebiasaan. Dia pinter banget, aslik! Sampai-sampai kalau ketemu, belum mulai ngobrol aja aku udah minder.
Yaa, bukan berarti penyesalan ini berguna juga sih. People makes mistakes kan? Nggak apa-apa, yang penting sekarang udah tahu dan berusaha jadi lebih baik. Huhu.
Udah dulu ya gengs! Makasih banyak udah baca.
Btw, pembaca yang asli pinter-pinter, boleh dooong ditambahin tipsnya!

Love love,
Isthar Pelle
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Aenean sollicitudin, lorem quis bibendum auctor, nisi elit conseat ipsum, nec sagittis sem nibh id elit. Duis sed odio sit amei.

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube

Categories

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • Juni 2021 (2)
  • Mei 2021 (3)
  • Agustus 2020 (1)
  • Mei 2020 (1)
  • Maret 2020 (2)
  • Juni 2019 (2)
  • Maret 2019 (1)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (15)
  • Februari 2018 (1)
  • Januari 2018 (1)
  • Oktober 2017 (1)
  • September 2017 (1)
  • Agustus 2017 (4)
  • Juli 2017 (2)
  • Juni 2017 (3)
  • Mei 2017 (1)
  • April 2017 (2)
  • Maret 2017 (8)
  • Februari 2017 (10)
  • Januari 2017 (3)
  • Desember 2016 (6)
  • Oktober 2016 (4)
  • September 2016 (6)
  • Agustus 2016 (5)
  • Juli 2016 (3)
  • Juni 2016 (8)
  • April 2016 (1)
  • Maret 2016 (6)
  • Oktober 2012 (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

  • YES PLEASE, FUCK ME!
  • Bullet Journal untuk Hidup yang Lebih Produktif
  • PESAN MORAL LOMBA-LOMBA AGUSTUSAN
  • Tentang Anak Durhaka
  • Menguatkan Akar Rambut dengan Shampoo Ginseng

Yang Nulis

Isthar Pelle
Lihat profil lengkapku

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates