Keluar dari Lingkaran Setan Media Sosial

by - 14.33.00

Illustration credit: pixabay/ijmaki


Aku ngetik ini dalam kondisi internet aku matiin dan aku merasa tenang dan asik banget bisa hidup tanpa dikit-dikit kedistrek. Wkwk. Iyaa tau kalau sebenernya internet nyala apa enggak itu bukan masalah kalau kita bisa kontrol. Emang akunya aja yang lemah kok. :p

Buatku sebenernya untuk puasa nggak main social media itu gempil upil. Aku punya banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan soalnya. Misalnya aja nulis atau baca buku, latihan nyanyi, olahraga, dan banyak hal lainnya. 

Tapi kenapa aku masih betah aja di social media? Karena bisnis, boskuuuu. Ya gimanapun emang sekarang butuh sosmed buat promosi. Promosi apapun entah itu jualan, blog, youtube, dll. Jadi ya aku masih pakai. 

“Lha kenapa nggak pakai akun bisnis? Fanspage profesional?” 

Tentu saja nanti arahnya ke sana lah. Tapi untuk saat ini sentuhan personal memang masih penting. Karena beda lho, promosi aja sebagai wajah ‘pedagang’ dengan yahh, soft selling tipis-tipis lewat akun personal. Rasanya nggak kayak murni jualan, tapi ya berteman juga. Makanya aku masih aktif bersosialisasi juga. 

Tapiii dengan demikian aku mau nggak mau ya harus lihat postingan orang lain juga. Pada awalnya nggak masalah karena lingkaran pertemananku asik-asik aja. Tapi lama-lama (aku udah sering banget bahas ini) yang toxic-toxic muncul dan itu bikin sepet mata. 

Kemarinan ini (hampir sepanjang tahun 2018) sebenernya aku udah bagus banget karena aku nggak lihat timeline. Jadi aku nggak perlu lihat yang bikin sepet itu. Well, tadinya aku udah berusaha mengeliminasi dengan ya unfollow lah, unfriend lah. Bersih-bersih gitu. Tapi lama banget nggak kunjung bersih juga sampai aku lelah sendiri. Jadi trik nggak lihat timeline itu adalah jalan keluar yang sungguh jitu.

Tapi beberapa hari belakangan aku jadi kangen temen-temenku yang dulu aku sering interaksi. Jadinya aku lihat timeline lagi dan interaksi seperti dulu. Dan itu menyenangkan karena di friendlistku banyak banget orang lucu. Tapi sekali waktu yang toxic itu muncul juga. Dan aku jadi merasa eneg lagi (padahal baru beberapa hari lho, beneran). 

Sebenernya juga ya, dulu alasanku nggak mau lihat timeline itu biar aku nggak ikut-ikutan tren. Karena biasanya kalau lagi ada yang viral semua orang akan ngebahas yang sama. Dan seberapa bagusnya penyampaian mereka, itu tetep membosankan jatuhnya. Ya bayangin aja semua orang ngebahas tema yang persis plek jiplek sama. 

Tadinya pas aku nggak lihat timeline, aku merasa sehat karena nggak tahu sama sekali apa yang sedang dibahas orang. Jadi postinganku ya asalnya beneran dari aku, bukan karena ikut-ikutan tema besar yang lagi rame dibahas. 

Trus ya, aku ngaku aja sih aku anaknya lemah dan suka nggak sadaran. Terlalu asik go with the flow, eeh, aku nggak sadar ikut ngebahas yang lagi ngetren juga. Bukan dengan pembahasan yang sok ngebela atau analisa mendalam kayak aku duluuu banget itu sih. Buat becandaan slash jualan aja. Tadinya aku merasa itu lucu. Sekarang setelah aku menarik diri agak jauhan dikit dan memikirkan itu semua sekali lagi, aku malah jadi merasa jijik. Oportunis sih oportunis. Tapi segitunya? Serius, Pel? Malu ih. 

Biasanya aku nggak pernah hapus postingan atau menyesali perbuatan yang aku lakukan. Ini, untuk pertama kalinya, aku merasa menyesal dan pengen hapus aja. Meski sebenernya itu tetep lucu dan nggak masalah sih becandaan kayak gitu, tapi kan jadi banal. Dan lagian kok kayak aku kehabisan bahan candaan aja sih. Sedih banget lah. Memalukan. 

Jadi mungkin habis ini (besok kalau aku udah nyalain internet lagi), aku akan hapus semua postingan yang mengandung kata kunci 80 juta itu (kalian tahu lah soal apa). Soalnya aku merasa risih sama diriku sendiri dan yahh, tanpa harus ngikut yang lagi tren juga aku tetep bsia lucu kok. Aku masih punya banyak bahan, tenang aja. Huhh. 

Itulah. Betapa toxicnya si buku biru satu itu buat manusia lemah kayak aku. Rasanya kok susah banget nggak ikut nulis hal yang sama, memanfaatkan tema yang sama buat kepentingan pribadi, dan ikut haha-haha ngasih react ke postingan orang lain (yang padahal tadinya aku nggak suka ikut-ikutan ngeramein hal-hal kayak gitu?).
Asli, aku malu pada diri sendiri. 

Kalau kontrolku masih selemah ini, kayaknya emang aku harus kembali menerapkan strategi sebelumnya. Nggak usah lihat timeline dulu kan bisa. Atau kalau aku mau berusaha lebih kuat, lihat timeline, tapi berinteraksi sama postingan yang biasa-biasa aja. Yang orang posting tentang kehidupan pribadi dan lucu-lucu lainnya. Gitu sih. 

Aku tahu, aku nggak bisa nyalahin orang atau ngatur mereka harus posting tentang apa. Jadi ya satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah mendisiplinkan diri sendiri. Bisa nggak, nggak usah ikutan ngereact haha meski rasanya kok pengen banget dan “Halah gpp lah, haha doang.” Padahal dengan secuil haha ini ya aku sama aja udah terlibat. 

Nggak tahu lah. Aku pelupa anaknya. Kadang di masa sebelumnya aku udah belajar bagus-bagus, di waktu lainnya, kembali melakukan kegoblokan yang sama. 

Sekarang ini bagus aku inget karena tadinya hampir aja aku mau mendedikasikan satu postingan blog buat ngebahas hal yang satu itu. Biar apa coba? Wong itu toh sebenernya udah tema lama. Basi. Cuma mumpung ada kejadian, trus aku terpancing? Lemah banget sih. Memalukan. 

Padahal aku masih punya buanyaaaak list daftar tema asik yang belum aku tulis. Nggak harus banget kan ngebahas yang satu itu. 

Okeee, ngebahas yang lagi tren emang nggak salah. Apalagi kalau temanya asik dan bisa banyak dikulik. Tapi kalau temanya cuma seputar aib dan yang yhaa gitu deh. Plis deh, Pel! Udahlah, jangan!

Aku sekarang pokoknya berusaha nih sekuat yang aku bisa, buat nggak gampang ngasih like atau react lagi. Meskipun itu kelihatannya cuma “Halah, jempol doang, haha doang,” tapi itu sama aja aku udah ambil bagian. Aku nggak mau jadi bagian itu. Aku maunya pakai social media untuk berteman baik, interaksi, sama temen-temen yang emang asik aja suka becanda yang punya banyak cerita buat dibagikan tanpa harus ikut terjun ngebahas yang lagi tren. Apalagi kalau tren itu terkait dengan kontroversi atau aib orang.

Kesimpulan dari postingan kali ini buat diriku sendiri adalah: keluar dari lingkaran setan media sosial itu bukan berarti aku harus benar-benar keluar dan nggak pakai lagi. Tapi lebih ke menolak berada hanya di satu gelembung dengan tema pembahasan yang itu-itu saja, yang semua orang menulis hal yang sama dengan sudut pandang sama, bahkan bahasa mirip-mirip. 

Yang aku lakukan dua hari belakangan ini memalukan, aku tahu. Makanya aku tobat dan nggak akan mengulanginya lagi. Mudah-mudahan. Perkira mengingatkan diri sendiri ini emang nggak pernah segampang kelihatannya ya. Heuuuft!

You May Also Like

0 komentar