Keluar dari Lingkaran Setan Media Sosial
Illustration credit: pixabay/ijmaki |
Aku ngetik ini dalam
kondisi internet aku matiin dan aku merasa tenang dan asik banget bisa hidup
tanpa dikit-dikit kedistrek. Wkwk. Iyaa tau kalau sebenernya internet nyala apa
enggak itu bukan masalah kalau kita bisa kontrol. Emang akunya aja yang lemah
kok. :p
Buatku sebenernya
untuk puasa nggak main social media itu gempil upil. Aku punya banyak kegiatan
lain yang bisa dilakukan soalnya. Misalnya aja nulis atau baca buku, latihan
nyanyi, olahraga, dan banyak hal lainnya.
Tapi kenapa aku masih
betah aja di social media? Karena bisnis, boskuuuu. Ya gimanapun emang sekarang
butuh sosmed buat promosi. Promosi apapun entah itu jualan, blog, youtube, dll.
Jadi ya aku masih pakai.
“Lha kenapa nggak
pakai akun bisnis? Fanspage profesional?”
Tentu saja nanti
arahnya ke sana lah. Tapi untuk saat ini sentuhan personal memang masih
penting. Karena beda lho, promosi aja sebagai wajah ‘pedagang’ dengan yahh,
soft selling tipis-tipis lewat akun personal. Rasanya nggak kayak murni jualan,
tapi ya berteman juga. Makanya aku masih aktif bersosialisasi juga.
Tapiii dengan demikian
aku mau nggak mau ya harus lihat postingan orang lain juga. Pada awalnya nggak
masalah karena lingkaran pertemananku asik-asik aja. Tapi lama-lama (aku udah
sering banget bahas ini) yang toxic-toxic muncul dan itu bikin sepet mata.
Kemarinan ini (hampir
sepanjang tahun 2018) sebenernya aku udah bagus banget karena aku nggak lihat
timeline. Jadi aku nggak perlu lihat yang bikin sepet itu. Well, tadinya aku
udah berusaha mengeliminasi dengan ya unfollow lah, unfriend lah. Bersih-bersih
gitu. Tapi lama banget nggak kunjung bersih juga sampai aku lelah sendiri. Jadi
trik nggak lihat timeline itu adalah jalan keluar yang sungguh jitu.
Tapi beberapa hari
belakangan aku jadi kangen temen-temenku yang dulu aku sering interaksi. Jadinya
aku lihat timeline lagi dan interaksi seperti dulu. Dan itu menyenangkan karena
di friendlistku banyak banget orang lucu. Tapi sekali waktu yang toxic itu
muncul juga. Dan aku jadi merasa eneg lagi (padahal baru beberapa hari lho,
beneran).
Sebenernya juga ya,
dulu alasanku nggak mau lihat timeline itu biar aku nggak ikut-ikutan tren.
Karena biasanya kalau lagi ada yang viral semua orang akan ngebahas yang sama.
Dan seberapa bagusnya penyampaian mereka, itu tetep membosankan jatuhnya. Ya
bayangin aja semua orang ngebahas tema yang persis plek jiplek sama.
Tadinya pas aku nggak
lihat timeline, aku merasa sehat karena nggak tahu sama sekali apa yang sedang
dibahas orang. Jadi postinganku ya asalnya beneran dari aku, bukan karena
ikut-ikutan tema besar yang lagi rame dibahas.
Trus ya, aku ngaku aja
sih aku anaknya lemah dan suka nggak sadaran. Terlalu asik go with the flow,
eeh, aku nggak sadar ikut ngebahas yang lagi ngetren juga. Bukan dengan
pembahasan yang sok ngebela atau analisa mendalam kayak aku duluuu banget itu
sih. Buat becandaan slash jualan aja. Tadinya aku merasa itu lucu. Sekarang
setelah aku menarik diri agak jauhan dikit dan memikirkan itu semua sekali
lagi, aku malah jadi merasa jijik. Oportunis sih oportunis. Tapi segitunya?
Serius, Pel? Malu ih.
Biasanya aku nggak
pernah hapus postingan atau menyesali perbuatan yang aku lakukan. Ini, untuk
pertama kalinya, aku merasa menyesal dan pengen hapus aja. Meski sebenernya itu
tetep lucu dan nggak masalah sih becandaan kayak gitu, tapi kan jadi banal. Dan
lagian kok kayak aku kehabisan bahan candaan aja sih. Sedih banget lah.
Memalukan.
Jadi mungkin habis ini
(besok kalau aku udah nyalain internet lagi), aku akan hapus semua postingan
yang mengandung kata kunci 80 juta itu (kalian tahu lah soal apa). Soalnya aku
merasa risih sama diriku sendiri dan yahh, tanpa harus ngikut yang lagi tren
juga aku tetep bsia lucu kok. Aku masih punya banyak bahan, tenang aja. Huhh.
Itulah. Betapa
toxicnya si buku biru satu itu buat manusia lemah kayak aku. Rasanya kok susah
banget nggak ikut nulis hal yang sama, memanfaatkan tema yang sama buat
kepentingan pribadi, dan ikut haha-haha ngasih react ke postingan orang lain
(yang padahal tadinya aku nggak suka ikut-ikutan ngeramein hal-hal kayak
gitu?).
Asli, aku malu pada
diri sendiri.
Kalau kontrolku masih
selemah ini, kayaknya emang aku harus kembali menerapkan strategi sebelumnya.
Nggak usah lihat timeline dulu kan bisa. Atau kalau aku mau berusaha lebih
kuat, lihat timeline, tapi berinteraksi sama postingan yang biasa-biasa aja.
Yang orang posting tentang kehidupan pribadi dan lucu-lucu lainnya. Gitu sih.
Aku tahu, aku nggak
bisa nyalahin orang atau ngatur mereka harus posting tentang apa. Jadi ya
satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah mendisiplinkan diri sendiri. Bisa
nggak, nggak usah ikutan ngereact haha meski rasanya kok pengen banget dan “Halah
gpp lah, haha doang.” Padahal dengan secuil haha ini ya aku sama aja udah
terlibat.
Nggak tahu lah. Aku
pelupa anaknya. Kadang di masa sebelumnya aku udah belajar bagus-bagus, di
waktu lainnya, kembali melakukan kegoblokan yang sama.
Sekarang ini bagus aku
inget karena tadinya hampir aja aku mau mendedikasikan satu postingan blog buat
ngebahas hal yang satu itu. Biar apa coba? Wong itu toh sebenernya udah tema
lama. Basi. Cuma mumpung ada kejadian, trus aku terpancing? Lemah banget sih.
Memalukan.
Padahal aku masih
punya buanyaaaak list daftar tema asik yang belum aku tulis. Nggak harus banget
kan ngebahas yang satu itu.
Okeee, ngebahas yang
lagi tren emang nggak salah. Apalagi kalau temanya asik dan bisa banyak
dikulik. Tapi kalau temanya cuma seputar aib dan yang yhaa gitu deh. Plis deh,
Pel! Udahlah, jangan!
Aku sekarang pokoknya berusaha
nih sekuat yang aku bisa, buat nggak gampang ngasih like atau react lagi.
Meskipun itu kelihatannya cuma “Halah, jempol doang, haha doang,” tapi itu sama
aja aku udah ambil bagian. Aku nggak mau jadi bagian itu. Aku maunya pakai
social media untuk berteman baik, interaksi, sama temen-temen yang emang asik
aja suka becanda yang punya banyak cerita buat dibagikan tanpa harus ikut
terjun ngebahas yang lagi tren. Apalagi kalau tren itu terkait dengan
kontroversi atau aib orang.
Kesimpulan dari
postingan kali ini buat diriku sendiri adalah: keluar dari lingkaran setan
media sosial itu bukan berarti aku harus benar-benar keluar dan nggak pakai
lagi. Tapi lebih ke menolak berada hanya di satu gelembung dengan tema
pembahasan yang itu-itu saja, yang semua orang menulis hal yang sama dengan
sudut pandang sama, bahkan bahasa mirip-mirip.
Yang aku lakukan dua
hari belakangan ini memalukan, aku tahu. Makanya aku tobat dan nggak akan
mengulanginya lagi. Mudah-mudahan. Perkira mengingatkan diri sendiri ini emang nggak
pernah segampang kelihatannya ya. Heuuuft!
0 komentar