PENTINGNYA MEMPERHATIKAN LINGKUNGAN PERGAULAN ANAK

by - 00.44.00



Ini bukan foto Syifa. Apalagi Fahri. Ini Zaza, anaknya Bu Umi. Bu Umi itu siapa? Yaallaaah, bisa jadi satu postingan sendiri nih caption.


Apaan nih, hamil aja belum pernah kok tau-tau bikin postingan tentang parenting?
Kalian tahu Syifa sama Fahri? Mereka ini pernah tak tulis di status lho. *penting?
Buat kalian yang selama ini nggak peduli-peduli amat sama statusku sehingga nggak kenal sama Syifa dan Fahri, nih aku ceritain dikit. Jadi kosku itu ada yang ngurus, suami istri namanya Mbak Siti dan Pak Abu. Mbak Siti dan Pak Abu punya dua orang anak, Syifa dan Fahri itu tadi.  Syifa kelas 2 SD, Fahri, kakaknya, kelas 3 SD.
Di postingan statusku yang ‘penting’ itu, aku nulis tentang betapa kagumnya aku sama Mbak Siti dan Pak Abu yang bisa ngedidik Syifa dan Fahri sehingga mereka tumbuh menjadi anak-anak yang santun, rukun, suka membantu, ceria, bermain sesuai usianya, nggak pernah minta mainan aneh-aneh, nggak minta main gadget, hormat sama yang lebih tua, dan segudang hal positif lainnya tentang anak-anak. Aku sama Ibing bahkan sampai berencana menjadikan Mbak Siti dan Pak Abu sebagai role model dalam hal parenting kalau kami punya anak nanti.
Tapi semua itu berubah sejak Negara Api menyerang gaes. Lebih tepatnya sejak Mbak Siti nambah kerja di luar kos. Jadi kalau tugas bersih-bersih dan rapi-rapi di kos udah selesai, Mbak Siti pergi kerja jadi baby sitter di rumah orang yang agak jauhan lah pokoknya dari sini.
Kalau dulu, pulang sekolah itu Syifa sama Fahri langsung ‘dipegang’ Mbak Siti, dalam artian diajak makan siang bareng sambil anak dua itu cerita-cerita tadi di sekolah ngapain aja, belajar apa aja, ada hal seru apa aja, dan yang bikin aku tambah kagum lagi, mereka ngobrolnya selalu dalam bahasa Jawa halus.
Nah, sejak Mbak Siti kerja, otomatis pulang sekolah nggak ada acara makan siang plus ngobrol-ngobrol kaya gitu lagi. Aku nggak lagi mempermasalahkan Mbak Siti yang kerja ya, soalnya pada mulanya semuanya baik-baik aja, pulang sekolah mereka makan sendiri, ganti baju, trus main sama anak-anak sebaya keliling kompleks atau ke sawah deket kosan (kosanku deket sawah dong). Normal dan baik-baik aja.
Perubahan mengerikan baru terjadi setelah dua anak itu mulai sering hang out sama Mbak sebelah yang hobi goyang mujahir. Kalian yang ngikutin statusku juga pasti tahu siapa dia. Tapi bagi kalian yang belum tahu, baiklah, aku ceritain juga dikit.
Jadi tetanggaku sebelah kamar ini hobi banget dangdutan. Sehari-hari kerjaannya cuma dua: nyetel dangdut kalau nggak nonton tipi. Chanel yang ditonton apa lagi kalau bukan Indosiar? Lagu favoritnya adalah Goyang Mujahir yang seharian disetel on repeat dalam volume maksimal. Pagi-pagi langsung nyetel Goyang Mujahir puluhan kali. Siangan dikit lagunya distop, ganti nonton FTVnya Indosiar. Ntar siang nyetel Goyang Mujahir lagi. Stop buat nonton Golden Memories, Goyang Mujahir lagi, dan seterusnya.
Aku keracunan? Iya, dulu sampai nggak sengaja apal lirik lagunya (sekarang juga masih), tapi sekarang aku udah punya teknik jitu buat menangkal itu semua. Nyetel lagu tandingan. Nggak sekenceng dia sih, aku kan sopan anaknya. Tapi seenggaknya mending buat menangkal biar liriknya nggak merasuk-merasuk amat. Takutnya ntar tercetak di alam bawah sadarku dan tau-tau ntar gede aku jadi biduan.
Hubungannya sama Syifa dan Fahri apa? Sejak gaul sama mbak yang satu ini, mereka otomatis pertama, ketularan dangdutan. Tiap main ke kamarnya mbak sebelah mereka bertiga langsung dangdutan Goyang mujahir. Sesekali diselingi sama lagu lain, yaitu Sambalado. Kadang lagu dangdut lain yang aku nggak tau judulnya apaan. Yang Fahri apal banget sampai dinyanyiin terus tu yang liriknya gini “Biiiiirunya cintaaaaa, kiiiiita berduaaaaa.” Ada yang tahu nggak itu lagu judulnya apa?
Kedua, mereka jadi ketularan kelakuan mbak ini yang kalau ngomong itu selalu teriak-teriak nggak ada sopan santunnya sama sekali. Tadinya Syifa sama Fahri ngomongnya pakai Bahasa Jawa alus terus lho, kadang Bahasa Indonesia kalau sama anak kos, dan ngomong Bahasa Jawa ngoko kalau sama teman sepermainannya, tapi tetep halus normal. Sekarang jadi teriak-teriak. Harus banget gitu teriak-teriak.
Ketiga, mereka jadi nggak sopan. Tadinya kalau ada tamunya anak kos mereka sopan, main biasa, tapi nggak ngegangguin. Sekarang mereka nggangguin. Mondar-mandir lari-lari sambil teriak-teriakin yang teriakannya ini diajarin sama Mbak Goyang Mujahir itu tadi. Teriakannya bangsanya “Pacaran hepi-hepi ya?” gitu. Padahal mereka mana tau arti pacaran cobaa? Lagian tamunya anak kos belum tentu pacarnya juga.
Keempat, mereka mulai minta aneh-aneh. Yang paling gampang tau-tau minta dibeliin hape karena biasa pinjem hapenya Mbak Goyang Mujair. Dan kalau pinjem hapenya mbak ini kalian tau nggak apa yang mereka lakuin? Baca-baca chatnya si embak sama pacarnya yang isi obrolannya tu, aduuuh, aku aja miris dengernya. Yang biasanya mereka seneng main sama temen-temen sebayanya di sawah juga sekarang maunya jeng-jeng cyiiin, harus naik motor.
Sebagai tetangga, aku merasa miris. Kalau didiemin bisa gawat karena usia segitu lagi pembentukan karakter banget kan? Belum lagi si mbak goyang mujair ini suka cerita-cerita kalau misalnya dia habis jalan sama pacarnya (sementara dia punya suami dan Syifa dan Fahri tahu itu). Dia bilang “Kalau sama pacarku enak. Naik mobil, dibelanjain, dan bla bla bla.” Coba kalian bayangkan, dia ngomong kaya gitu sama anak kecil. Ini kalau jadinya anak-anak itu nangkepnya “Ooh, berarti udah punya suami masih boleh punya pacar lagi? Ooh, berarti yang enak itu pacaran sama orang yang punya mobil dan ngebelanjain?” gitu gimana cobaa?
Sementara itu, aku nggak bisa berbuat apa-apa. Ya masa aku ngelarang-larang Syifa sama Fahri biar jangan main ke kamarnya mbak sebelah sih? Sementara Mbak Siti sama Pak Abu yang sekarang mulai ngeh anak-anaknya berupahpun nggak kuasa ngelarang lagi. Kenapa? Karena dua anak ini sekarang berani ngeyel kalau dibilangin. Ngeyelnya karena apa? Karena si embak goyang mujair bilang gini “Ngapain sama Ibumu, Ibumu nggak bisa naik motor, nggak bisa ajak kalian jalan-jalan. Mending sama aku, jalan-jalan terus,” gitu. Kalian bayangin aja deh gaeees.
Tadi sore, mbak goyang mujair lagi telponan sama nggak tau siapa dan obrolannya bleh, aku aja yang udah gede risih dengerinnya sampai aku sengaja nyetel musik agak kenceng biar nggak denger. Dan Syifa mendekat ke kamarnya. Aku udah deg-degan. Yaallaaah, ini anak kecil apa ya harus denger kaya gituan? Untungnya karena si embak lagi sibuk di telpon, Syifa nggak jadi main, trus dia ngeliatin aku dari depan pintu. Aku sih biasa, lagi sibuk ngejahit.
Trus tak panggil. Dan tumben-tumbenan mau. Biasanya nggak mau sambil melet trus lari ke si embak untuk selanjutnya mereka ketawa-ketawa. Entah apa yang mbak mujair katakan tentang aku.
Pas Syifa udah masuk kamarku, tak ajakin bikin boneka sendiri. Tak kasih alat dan bahan. Tak suruh bikin pola sendiri, jahit sendiri, menghias sendiri. Dan dia mau. Sibuuuk banget bikin gantungan tas bentuk bunga. Meskipuan hasilnya masih berantakan nggak karuan, tapi dia bangga banget. Trus dia turun, manggil kakaknya. Dan mereka berdua sibuk di kamarku bikin prakarya sambil dengerin Deep Purple sampai malem jam sembilan lewat. Sampai aku makan malamnya telat. Hahaha.
Mereka sibuk banget, dan somehow berubah jadi normal. Jadi kaya dulu lagi. Sopan banget. Nanya-nanya kepo khas anak kecil, dan mereka banyak belajar.
Pertama, karena aku lagi ngerjain bantal dengan quote berbahasa Inggris, mereka nanya artinya, yang akhirnya berlanjut dengan les bahasa Inggris singkat. Syifa bahkan dengan cerianya lari ke bawah ngambil kamus anak-anaknya. Trus tebak-tebakan sama Fahri.
Kedua, mereka sukses bikin gantungan tas sendiri. Aku cuma ngarahin sama ngebantuin masang gantungannya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka tahu kalau mainan itu ternyata nggak harus beli tapi bisa bikin sendiri.
Ketiga, Fahri sempet nanya “Mbaaak, ini sampahnya banyak banget?” trus aku bilang “Itu perca. Nanti masih bisa dipakai lagi dibuat barang-barang baru kaya gini,” sambil nunjukin hiasan topi mini di bando yang aku pakai. Dan mereka surprise banget. “Bikin itu dari sampah?” Untuk pertama kalinya juga mereka belajar recycling.
Kemudian pas kami lagi seru bin asik banget bermain, berkarya, sambil belajar, mbak mujair yang udah selesai telponan tau-tau nimbrung dan ngapain cobaaaa? NGEGANGGUIN! Dia bahkan ngatain gantungan bunganya Syifa jelek. Coba kalian bayangkan!
Untungnya, karena dari awal udah aku support dengan bilang “Enggak apa-apa kalau belum rapi. Namanya juga belajar. Dulu aku jugaa masih kaya gitu jahitannya waktu kelas dua,” dan lain sebagainya, dianya tenang-tenang aja. Tetep bangga sama hasil karyanya.
Dan mbak mujair mulai lagi. Berusaha ngajak mereka main ke kamarnya dan dangdutan, dan merekanya enggak mau. Mereka terlalu asik learning English sama aku. Wkwkwk. Sampai sini aku merasa sedikit lega. Baru dikit. Soalnya nggak tau kan, kalau besok-besoknya mereka mendadak balik ke mujair mode lagi? -_-
Di sini aku nggak lagi mau bilang kalau aku lebih baik dari mbak mujair enggak. Aku juga blangsak anaknya. Cuma aku lihat-lihat lah. Kalau gaul sama anak kecil ya aku menyesuaikan sama usia mereka. Tema obrolan baiknya apa, ngajak main apa. Yahh, meskipun playlistnya Deep Purple sih karena aku nggak punya lagu anak-anak.
Yang jelas, dari penglihatanku (penglihatan? Apa ya istilah tepatnya?), lingkungan ternyata memang berpengaruh besar banget terhadap perkembangan dan tingkah laku anak.
Temenku pernah update status bilang “Anak tetanggaku, orang tuanya santun kok anaknya bisa nggak sopan gitu ya?”
Jawabannya kukira itu tadi. Karena anak-anak meniru apapun yang dilihatnya, nggak hanya dari orang tuanya tapi juga dari orang-orang di sekitarnya. Makanya penting banget buat orang tua untuk memperhatikan lingkungan pergaulan anak juga. Memang rada repot. Aku sendiri ngebayanginnya ntar kalau punya anak pasti repot banget ngawasinnya. Nggak mungkin juga melarang-larang dan membatasi.
Temen-temen yang udah punya anak adakah yang punya solusi jitu untuk mengatasi hal ini?
Bagi-bagi infonya dong di komen.

Makasih yaa, udah baca.

Love,
Isthar Pelle

You May Also Like

4 komentar

  1. Aduh mudah-mudahan ngga tergoda ke sebelah lagi ya tuh anak berdua. Memang lingkungan berpengaruh terhadap anak ya. Itu contoh nyatanya seperti yang ditulis. Makasih udah sharing...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa. Tadinya pertama-pertama pas main di tempatku trus digodain mbak sebelah masih suka bingung. Sekarang makin ke sini udah makin nggak mempan.
      Iya banget nih. Makanya aku kasian lihatnya.
      Sama-sama, Levina. Makasih ya, udah mampir..

      Hapus
  2. seru banget baca tulisannya mbak..bener anak-anak masih polos banget dan niru apa yang mereka lihat sehari hari. Aku kan pernah tuh mbak kunjungan ke ruang belajar untuk anak jalanan, pas pertama kali rasanya takut karena setauku anak jalanan deket jalanan besar rumah kalo ngomong kasar2 bahkan berani ngomong kasar ke org dewasa..eh pas saya berkunjung baru saya sadar sebenarnya mereka bandel tapi niat banget belajar bahkan mau diajarin bahasa inggris sama kakak2 relawan yang ngajar..bandel tapi sebenernya baik..saya dan yg relawan lain aja dianterin ke arah deket satasiun pas pulangnya meski rada jauh hehehhe. Bener sih mbak anak2 cepet nyerap apa yang mereka liat dan akhirnya mereka tiru. Semoga kedua anak itu jarang main ama si mbak sebelah hehehe..terima kasih sudah sharing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget. Pada dasarnya kan semua anak itu polos banget. Tinggal orang dewasanya mau nyontohinnya gimana.
      Sekarang udah balik normal lho, mereka. Udah nggak suka teriak-teriak lagi, udah main sama temen-temen sebayanya lagi, udah nggak dikit-dikit minta jalan-jalan naik motor (bahkan diajakinpun udah nggak mau). Cepet banget perubahannya. Namanya juga anak-anak.
      Cuma tadi minta ajarin main gitar, tak tanya mau belajar lagu apa masih jawab "Birunya Cinta" sama "Pacar Lima Langkah". Beghh..
      Giliran aku yang pusing sekarang nyariin materi lagu yang pas buat mereka. Di laptop ada video anak-anak juga nyanyinya Enter Sandman. Nggak apa-apa kali ya? :D

      Sama-sama.
      Makasih yaa udah mampir.

      Hapus