Unity in Diversity

by - 13.59.00


Image from here.


               Semua orang juga tahu kalau Indonesia itu negara yang unik. Ini topik basi. Bahkan orang-orang luaran sana di negeri-negeri yang jauh juga tahu. Alam tropis yang kaya raya, cantik menarik, trus apa coba apaaaah? Yes, keberagaman. Suku, adat, budaya, agama, bahasa dan … wah, sampai susah ngomonginnya. Bahasa aja ambil contoh, jumlahnya sampai 742 bahasa (terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini). Belum pernah denger semuanya aja aku udah pusing duluan. Dan sialnya, aku jadi merasa bersalah karena dulu kuliah malah mempelajari Bahasa Perancis dan nggak kepikiran sama bahasa daerah yang banyak yang terancam punah karena kekurangan penutur. -_-

               Nggak usah jauh-jauh dulu bahasa daerah senusantara deh. Lha wong kampung sini sama kampung sebelah aja udah beda dialek kok meskipun tipis-tipis. Padahal sama-sama bahasa Jawa Magelangan. Trus 742 bahasa daerah itu kalau beserta dialek-dialeknya masing-masing jadi ada berapa cobaaa? Pusing kan? Iya, pusing. Tapi indah.

Aku masih aja terkagum-kagum setiap kali menemukan dialek-dialek yang belum pernah kudengar. Atau pas KKN dulu misalnya, di Brebes, desa yang aku tinggali itu memiliki empat dusun (kalau nggak salah ingat), dan masing-masing dusun punya dialek sendiri-sendiri. Pendatang yang nggak asli menuturkan bahasa ngapak sepertiku tentu nggak ngeh. Tapi penduduk yang cerita-cerita sendiri. “Beda mbak, kalau kampung sini ngomong ‘jaran’ itu begini, kampung sana begitu,” dan banyak lagi bikin aku terkagum-kagum. 

               Iya, tau, ini topik basi tapi aku kok nggak yakin banyak yang menyadari keindahannya ya? Ya deh, mungkin aku memang gumunan anaknya. Tapi kan … masa kalian nggak menganggap itu indah? 

               Aku ngebayangin, kalau misalnya aku orang luar negeri, kemungkinan aku akan iri sama Indonesia. Soalnya penuh warna kaya gini. Macem-macem. Seru. Meriah. Bahkan aku sering membayangkan kalau misalnya harus pergi jauh dari sini aku pasti bakalan kangen berat. Beda suku, agama, bahasa, adat istiadat, tapi hidup rukun berdampingan coba? Indah bangeeeeet dan aku bangga bisa jadi bagian dari itu.

               Makanya aku sedih pas akhir-akhir ini negara kita seolah terpecah belah justru karena keberagaman. Terpecah karena sesuatu yang seharusnya membuat kita unik dan kuat. Damn, aku aslinya nggak pernah mau ngomongin politik dan agama baik di blog maupun di status. Bahkan di buku diary pun enggak. Tapi, aku sedih aja sih. Soalnya perpecahan ini nggak mutu. Cuma gara-gara kepentingan politik golongan tertentu, rakyat yang unyu dan lugu juga jadi ikut-ikutan. Itupun kemungkinannya didalangi oleh orang-orang iri di luaran sana. Orang-orang yang nggak rela kita hidup bahagia berdampingan. 

               Anehnya, pada nggak nyadar dan malah seneng banget bertengkar sama tetangga sendiri. Kadang lucu juga pengen ketawa. Tapi kalaupun jadi ketawa, tawaku pasti terdengar fals karena campur sedih. 

               Sebenernya mengakhiri debat nggak mutu ini gampang aja kok. Saling menghargai. Udah, itu. Menghargai dan menghormati orang lain apapun keyakinannya, apapun pilihan politiknya. Nggak usah maksa-maksa, nggak usah merasa sok paling bener. Toh keyakinan orang lain nggak bikin kamu rugi apa-apa.

               Kita ibaratkan saja selera musik. Sebenci apapun aku sama dangdut koplo, aku nggak akan mendatangi tetangga sebelah yang nyetel musik itu kenceng-kenceng (well, meskipun sebenernya ini udah termasuk mengganggu dan merugikan sih) dan maksa dia untuk dengerin As I Lay Dying. Itu selera dia. Terserah. Hanya karena pilihan musik yang kami dengarkan berbeda, bukan berarti aku yang bener, lebih keren, sedangkan dia salah dan norak. 

               Dalam hal beragama juga. Bagaimana mungkin aku ngece orang lain dan ngatain mereka kemarab dan nggak Indonesia lagi sementara aku sendiri cuma mau dengerin musik impor dan dengan kemakinya ngaku agnostik?  

               Kalian terserah mau pakai jubah, mau pakai baju yang gimana juga, mau beragama Islam ori, Islam KW, Islam KW grade A, atau Islam bajakan sekalipun. Aku menghormati pilihan kalian (bahkan adikku sendiri jilbabnya gede selutut dan lagi galau mau pakai cadar apa enggak loh), tapi ya ayolah sama-sama. Kamu mungkin yakin sudah benar dengan pilihanmu, tapi orang lain punya keyakinan mereka sendiri juga. 

               Kenapa harus banyak yang putus hubungan pertemanannya (mungkin bahkan persaudaraan) hanya karena beda pilihan? Untuk hal yang satu ini aku punya contoh kebetulan. Aku punya teman FB, blogger juga dan dalam banyak hal kami beda jauh lah. Pandangan agama dan politik jelas beda. Tapi kami bertengkar? Enggak blas. Kami rukun-rukun aja dan becanda seperti biasa. Itu pilihan dia, aku nggak dirugikan apa-apa. Begitu juga sebaliknya. Kadang memang dia ngingetin aku tipis-tipis tapi ya aku biasa aja. Nggak marah. Soalnya di keyakinan dia, mengingatkan kepada kebaikan itu wajib hukumnya. Aku menghargai itu. Toh, dia nggak maksa.

               Soal pilihan politik, aku nggak akan ngebahas kalau yang kita pilih itu bukan pemimpin umat tapi pejabat administrasi (yang harusnya semua orang juga udah tau). Anggap saja okelah, haram hukumnya bagi kalian memilih pemimpin yang nggak seiman. Itu pilihan kalian, kami menghormati. Yaudah, pilih aja sesuai keyakinan kalian gimana. Tapi sekali lagi, ayolah sama-sama. Orang lain pilihannya nggak sama dengan pilihan kalian ya udah sih, biarin aja. Kalau misalnya itu dosa, kan masing-masing orang yang mempertanggungjawabkannya. Kalian udah mengingatkan (karena merasa wajib), udah gugur kewajiban kalian. Udah, nggak usah maksa. Di kehidupan nyata tetep rukun aja biasa. Bagaimanapun, menolak mengurus jenazah hanya karena beda pilihan politik itu konyol. 

               Udah lah yuk, kita damai-damai lagi. Bersatu dalam keberagaman yang unik dan indah. Jadi bangsa yang rukun berdampingan dalam perbedaan. Beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing tanpa perlu saling bully. Beriman boleh, memaksakan kehendak, jangan.
              

You May Also Like

0 komentar