Gimana Caranya Bikin Bayi?

by - 17.17.00





“Maman, comment faire un bébé?” tanya Nicolas pada ibunya di film Le Petit Nicolas. Artinya kira-kira sama dengan “Mama, gimana caranya bikin bayi?”

Ibunya kebingungan lah pastinya. Dan mungkin ibu-ibu lain kalau ditanyain kaya gitu sama anaknya juga bakal bingung juga mau jawab gimana. Aku sendiri ngebayangin “Waduhh, ntar kalau jadi mama trus anaknya nanya gitu jawabnya gimana ya?” hihihi. Belum-belum aja aku udah salting duluan. 

“Emm, nganu dek, gini … emm.” Bwahahahahaha. Awkward banget pastinya. 

Kenapa rata-rata orang tua kalau mendapat pertanyaan kaya gitu dari anaknya kemungkinan besar salting? Karena nggak ngebiasain sex education pada anak dari dini. Menganggap tema itu sebagai hal yang nggak pantes buat diomongin. Saru. Giliran anak nanya, bingung deh. Kalau enggak malah dimarahin anaknya “Nggak usah nanya-nanya kaya gitu,” wkwkwk. Plis lah mah. 

Kalau ada yang nanya sama aku, “Pendidikan seks buat anak sejak dini perlu nggak sih?” maka akan kujawab “Perlu lah. Banget!”  

Gimana mungkin kamu bisa jawab perlu, Pel? Punya anak aja belum pernah.

Yupp! Aku emang belum pernah punya anak dan ngerasain jadi orang tua. Tapi masa kalian lupa sih? Aku kan pernah jadi anak kecil.

Jadi ceritanya, gara-gara rame-rame buku anak bertema pendidikan seksual karya mbak Fitra Chakra kemarin itu (sekarang masih rame nggak sih?), aku jadi ikutan mikir. Berhubung aku belum punya anak ya aku inget-inget sendiri jaman aku kecil dulu gimana. 

Dan aku jadi inget, kalau aku nggak dapat pendidikan seksual dari orang tuaku sama sekali, atau oke lah, aku nggak mendapat peendidikan seksual dari orang dewasa manapun.

Trus pendidikan seksual pertamaku kudapat dari mana? Dari temen sekolah. Waktu itu kelas dua SD dan temen-temenku pada bahas ken***. Aku yang waktu itu masih polos dan suci *plak nggak mudeng dan nanya “Ken*** apaan sih?” 

Daaaaaan temen-temenku pada ngejelasin “Itunya orang laki-laki dimasukin ke itunya orang perempuan.”

Lagi-lagi dengan polosnya aku nanya “Biar apa?” dan dijawab “Biar enak.”

Yes, kalian nggak salah, itu percakapan anak kelas dua SD. Kelas DUA SD yang notabene umurnya paling antara 7-8 tahun. Aku tinggalnya di desa lho yaa, jauh dari kehidupan kota yang hedonis. Dan ngomong-ngomong, aku kelas dua SD itu jamdul banget. Tahun 1997. Dan ya, percakapan anak-anak udah kaya gitu.

Jadi plis ya buibu yang masih mikir anak itu polos dan akan tetap suci pikirannya sampai mereka menikah kelak, maaf-maaf ngatain nih ya, naïf bu! Aku aja jaman tahun segitu, tinggal di desa kaya gitu, temen-temennya obrolannya udah kaya gitu.

Gimana tahun sekarang ini, dua dekade kemudian, anak-anak bisa dengan mudahnya mengakses informasi apapun dan nyaris tanpa filter? 

Anak tetanggaku sebagai contoh nyata yang aktual deh, masih kelas dua SD juga sama kaya aku dulu. Cowok. Dan kalau pas ngumpul sama temen-temennya cewek dia pegang-pegang payudaranya anak cewek itu. Si anak cewek yang dipegang-pegang cuma bisa jerit-jerit manggil ibunya. Dan apa yang ibunya lakukan? Nggak ada, ngowoh doang depan tivi. 

Si anak cowok ini tahu dari mana coba? Trus si anak cewek juga nggak tau harus berbuat apa. See?

Alasan Pentingnya Pendidikan Seks Sejak Usia Dini

               Sekarang, kenapa pendidikan seks sejak usia dini penting? Karena eh karenaaa, dikasih atau enggak, anak-anak tetep akan tahu dengan sendirinya. Jadi pilihannya cuma ada dua: tahu dari orang tua dengan cara yang benar, atau tahu dari teman-temannya dengan banyak kemungkinan informasi nggak benar? Itu yang pertama. 


               Yang kedua, biar anak nggak canggung buat ngomongin seputar seksualitas sama orang tua. Kalau seksualitas biasa diobrolkan sebagai ilmu pengetahuan sama seperti ilmu pengetahuan lain, anak nggak akan canggung lagi ngobrolin itu sama orang tua. Jadi orang tua akan jadi lebih mudah juga buat ‘membentengi’ dengan ngasih tahu yang boleh dan nggak boleh dilakukan. Lha, daripada anak ngobrol-ngobrol sendiri sama temennya, nggak mudeng, trus memutuskan untuk coba-coba? Hayoo. Untung pas kecil dulu aku nggak nyoba. ._.

               Ketiga, untuk melindungi anak. Dari apa? Banyak. Salah satu yang paling meresahkan adalah kejahatan seksual yang dilakukan orang dewasa. Kalau anak tidak diberi ilmu yang cukup, saat ada orang yang melakukan pelecehan seksual padanya, bisa-bisa anak malah nggak sadar itu pelecehan dan nggak tahu kalau itu salah. Untuk anak yang sudah lebih besar, pendidikan seks usia dini penting untuk mencegah anak dari melakukan hubungan seks bebas, kehamilan dini, dan aborsi yang tidak aman. 

               Keempat, perlu ditanamkan juga menghormati lawan jenis. Jadi kalau cowok biar jangan sampai melecehkan anak cewek. Begitu juga sebaliknya. 


               Pendidikan seks untuk anak itu bukan mengajari anak untuk berhubungan seks, tapi justru mengajarkan anak tentang seksualitas yang benar. Justru untuk membentengi anak supaya mereka bisa melindungi diri.

Trus Gimana Dong?

               Iya, I know, pasti bakalan ‘susah’ banget mulainya kalau nggak dibiasain sejak kecil. Jangankan sama anak kecil. Wong aku yang udah gede gini aja pasti nggak bakalan nyaman kalau disuruh nanya-nanya soal seks sama orang tuaku kok. Dan dari kecil dulu sampai sekarang emang nggak pernah blas. Aku belajar soal seks (soal mesntruasi, pertumbuhan payudara, dll) palingan dari majalah remaja, dan ya, dari teman-teman.

               Langkah pertama makanya memang, pendidikan seks harus diberikan sedini mungkin. Tentunya sesuai usia lah ya, ngasihnya. Contoh yang paling gampang, yang temen-temenku pada terapin ke anak-anaknya adalah mengajarkan menyebutkan nama alat kelamin dengan nama yang benar yaitu penis dan vagina. Sesederhana itu. Lah, santai aja, wong itu memang namanya kok. Itu nama anggota tubuh, sama seperti tangan dan kaki. 


               Kedua kalau menurutku itu mengenali tubuhnya sendiri dan perbedaannya dengan lawan jenis.  Selanjutnya, hal-hal sederhana tapi penting seperti misalnya anggota tubuh yang nggak boleh dilihat dan disentuh orang lain, siapa saja yang boleh membuka bajunya, apa yang harus dilakukan kalau ada orang yang misalnya menyentuhnya. 

               Makin besar baru ditambah porsinya, misalnya diberi tahu bagian-bagian tubuh mana yang kalau disentuh itu bisa menimbulkan rangsangan seksual, apa itu rangsangan seksual, apa itu mimpi basah, dannanti lama-lama sampai ke gender dan orientasi seksual.


               Ya aku sadar sih ngomong kaya gini cuma kaya sok tahu banget. Belum pernah jadi orang tua aja belagu. Tapi seenggaknya aku ingat masa ketika aku kecil dulu dan kekurangan pengetahuan seputar seksualitas. Dalam kasusku, aku termasuk bejo karena aku anaknya nggak pedulian dan sibuk sama urusanku sendiri. Jadi ketika ada temen yang bawa gambar porno, sementara anak lain ngerubung aku cuek-cuek aja. Bahkan sampai remaja dan temen-temenku rame-rame nonton bokep, aku cuek-cuek aja. Wkwkwk. Tapi nggak semua anak kaya aku kan? 

               Menurutku, buku tentang pendidikan seksual untuk anak seperti yang ditulis mbak Fitra penting banget. Utamanya buat membantu orang tua untuk menyampaikan materi ini. Misalnya aja niru kalimat-kalimatnya gimana untuk disesuaikan sama anaknya masing-masing. Jadi biar nggak canggung-canggung banget gitu. 


               Tapi iya, baca buku seperti ini anak harus didampingi biar orang tua bisa menjelaskan. Kalau anak dibiarin baca sendiri tanpa penjelasan ya sama aja dong ah. 

               So that’s it. My two cents tentang ribut-ribut ini. Kalau ada yang salah ya mohon dimaapkeun dan aku tunggu disskusinya di kolom komentar yaa. Makasih udah baca, cintaaah.

Love,
Isthar Pelle

You May Also Like

0 komentar