Ibing itu punya jaket spesial. Jaket itu tebal dan
meskipun nggak punya kekuatan yang super-super amat, tapi sejauh ini sangat
melindungi Ibing dari serangan pasukan angin jahat selama di perjalanan.
Jaketnya berbahan parasut. Tebal dan hangat.
Aku nggak pernah ngeh penampilan Ibing kalau pakai
jaket itu kaya apa jadinya toh aku sudah menerima dia apa adanya. *halah Jadi
penampilan adalah satu hal yang sama sekali nggak jadi penghalang di antara kami.
Aku menerima Ibing dengan jaketnya seperti dia menerima aku dengan jerawatku.
Jadi kami setimpal.
Masalahnya, gara-gara jaket itu, Ibing berkali-kali
salah dikenali. Bukan sebagai Batman, karena tep nggak ada mirip-miripnya. Tapi
sebagai Bapak-bapak, pemirsa.
Begini petikan adegannya:
Suatu siang kami mampir di warung bakso. Buat makan
lah, masa ke warung bakso buat nambal ban. Nah, pas udah duduk di bangku
panjang khas warung bakso, pelayan datang menghampiri dan berkata “Pesen apa, Pak?”
Ibing tampak sedikit terguncang sementara aku menahan
tawa. Ibing pun melepas jaketnya dan mas-mas pelayan langsung tergagap-gagap
“M-ma… mas,” saking groginya.
Begitu mas pelayan pergi, aku meledak terbahak-bahak dan
ikut-ikutan tergagap-gagap juga “Bp-baaaa… bapak. Hwahahahaha,” bukan karena
grogi, tapi saking bingungnya antara pengen ngomong sekaligus ketawa.
Belum sampai di situ. Malam harinya, ketika kami
berencana untuk pulang ke rumah, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Beatle
bocor bannya. Kamipun berjalan beriringan, sembari menuntun Beatle yang
terpincang-pincang, berusaha mencari tabib sakti yang bisa menyembuhkan
kakinya.
Saat itu muncul mas-mas baik hati yang menolong kami
menunjukkan rumah tabib sakti terdekat.
“Pak, bannya bocor ya?”
Jelas saja Ibing senewen. Pertama, udah jelas-jelas
lagi nuntun motor yang bannya menggepeng kaya gitu. Kalau bukan bocor bannya,
kenapa lagi? Masa ya kami cuma iseng?
Kedua, untuk kedua kalinya dalam waktu satu hari,
Ibing dipanggil ‘Pak’.
Tapi Ibing masih positive thinking. Siapa tahu itu
mas-mas memang belum ngeh sama pesonanya yang sebenarnya.
“Iya,” jawab kami bersamaan.
“Oh, di depan sana ada tambal ban, Pak. Nanti Bapaknya lurus aja. Kanan
jalan sebelum lampu merah. Deket kok dari sini,” jelas masnya tanpa merasa
bersalah.
Dia nggak liat apa, Ibing rambutnya sudah naik dan menyala semua gitu?
“Oh, ya. Makasih ya mas,” kataku sambil tersenyum geli. Masnya siap-siap
berlalu.
“Makasih, Pak,” kata Ibing. Balas dendam ceritanya. lol
Aku yang sudah menahan tawa dari tadi meledak lagi
sepanjang jalan sampai di tempat tabib sakti yang akan menyembuhkan kaki
motoborg kami.
“Bapak, hwahahahaha.”
Ibing hanya mampu menahan jengkel sambil diam-diam
merencanakan upacara pembakaran jaket itu.
Sekarang aku udah
nggak pernah lihat jaket itu di mana-mana. Mungkin emang udah dibakar beneran,
nggak tau soalnya Ibing dendam banget. Kalau seandainya cuma tersisa satu jaket
itu di muka bumi dan Ibing kedinginan pun mungkin Ibing bakal lebih milih membeku
daripada salah dipanggil 'Bapak' lagi.
Kejadian senewen
karena masalah panggilan kaya gitu nggak cuma menimpa Ibing saja. Temenku
pernah, cewek, usianya jauh lebih muda daripada aku, di sebuah minimarket
dipanggi ‘Ibu’ sama kasirnya dan dia jengkel sampai harus memberikan respon ‘Tidak
puas’ saat mengisi respon pelanggan (kalian pasti tahu kan, minimarket apa yang
aku maksud?).
Kalau aku sendiri
sebenernya nggak masalah sama yang kaya gitu. Nggak kaya beberapa orang yang
malu dan menutupi usia sebenernya dengan mengaku lebih muda, aku cuek-cuek aja.
Lha kenapa ik? Kita ngaku-ngaku lebih muda toh waktu tetap berjalan sebagaimana
mestinya. Usia tetep bertambah. Dan kenapa aku harus bingung wong pertambahan
usia itu dialami semua orang? Setiap hari kita semua bertambah tua kan?
Tapi yah untungnya
aku belum pernah sih dipanggil ‘Ibu’ kecuali oleh mbak-mbak customer service
via telpon. Seringnya malah dipanggil ‘dedek’, bahkan oleh anak-anak yang usia
sebenernya lebih muda dari aku. Ngoahahahaha. << Bedebah pencitraan. Mana
pernah dipanggil ‘dedek’? Ada juga dipanggil ‘Mas’. -_-
Yang kaya gitu itu
apa namanya? Termasuk krisis kepercayaan diri bukan sih? Tadinya yang kaya gitu
cuma bikin senewen cewek-cewek aja. Nggak taunya Ibing senewen juga gara-gara
begitu lepas jaket itu sapaan orang-orang seketika berubah menjadi ‘Mas’ lagi.
Bahkan si Abang tukang bakso aja sampai merasa bersalah dan tergagap-gagap
bilang ‘Mas’. Wkwkwkwk.
Apa menurut kalian
Ibing lebay? Sama, aku juga berpikir demikian karena melihat mukanya yang bete
gitu aku bilangin “Kaya gitu aja dipikirin. Masih mending nggak dipanggil, Om.
Hwaahahahaha.”
Tapi ternyata tidak,
pemirsa. Gara-gara nulis ini aku sampai iseng ngebrowsing dan ternyata ada juga
cowok lain yang senewen gara-gara salah sapaan. Kalau itu parah sih soalnya dia
nggak pake jaket bapak-bapak juga dipanggil ‘Om’. Dan saking betenya itu cowok
bahkan sampai complain ke manager pameran lho, gara-gara ada SPBnya yang salah
manggil ‘Om’.
Tapi ya bener sih.
Aku juga dulu kalau jualan pasti hati-hati banget kalau nyapa. Mending malah
tak muda-mudain unless emang orangnya bener-bener keliatan udah berumur. Paling
komplainnya nada seneng “Kok, panggil mbak sih? Anakku udah gede lho, sekamu,”
trus aku bisa cengengesan sambil bilang “Hah? Masa sih? Keliatannya kaya masih
muda gitu? Nggak percayaaa,” dan akhirnya belanja banyak deh orangnya.
Ngoahahahahaha.
Sapaan itu penting.
Apalagi di dunia jual-menjual. Salah sapa, bisa nggak jadi beli orangnya. Beneran.
Kalau kalian gimana?
Pernah nggak salah disapa dengan sapaan yang ‘menuakan’ sampai bikin senewen gitu?
Atau malah pernah salah nyapa? Cerita lah yuk, biar kita bisa ketawa sama-sama.
0 komentar