Mengukur Kualitas Diri Tidak dengan Membandingkan

by - 14.31.00


               Jujur aja ya, aku itu sebenarnya anaknya insecure, minderan, dan hobi membanding-bandingkan diri sendiri sama orang lain. Terutama sama mbak-mbak cerdas cemerlang yang pengetahuannya luar biasa dan hidupnya bermanfaat. He’em, aku nggak pernah iri sama cewek cantik atau cewek kaya, aku mindernya sama cewek pinter. T__T

               Nggak sehat banget lah buat jiwaku, aku tahu itu. Soalnya aku jadi merasa makin kecil, makin nggak ada apa-apanya, makin merasa nggak berguna, makin menyadari kalau hanya serpihan kecil remah ceriping singkong, dan seterusnya. 

               Kalau baca status teman yang bermanfaat dan luar biasa menginspirasi, aku langsung minder melihat postinganku sendiri yang isinya cuma guyon-guyon nggak lucu. 

               Baca postingan temen yang isinya syer-syeran tulisan dia di media-media yang disegani, makin minder. Apalagi setelah melihat isi blog pribadinya braaaaad banget. Jangankan blog pribadi. Status fesbuknya aja brad, berisi, berkualitas, cerdas, bernas, dll. Dia cuma mau masukin tulisan berbobot lah pasti kalau buat blog. Nha aku? Udah susah payah mengerahkan konsentrasi seharian aja postingan blognya tetep yha gitu deh. *nangis menjerit

               Sekarang setelah menyadari itu ya aku berusaha memperbaiki diri lah pastinya. Bukan dengan berusaha menjadi seperti mereka, karena itu sama saja aku menolak untuk menerima diri sendiri apa adanya dan malah berusaha menjalani hidup sebagai orang lain. Aku memperbaiki diriku dengan cara nggak membanding-bandingkan diri sendiri sama siapapun lagi. Karena kalau terus dibandingkan nggak ada habisnya, sis. Selalu ada yang jauh lebih baik daripada kita, yang lebih hebat, dst. Kalau dibandingkan terus, kapan bahagianya?

               Kemarin aku ada obrolan menarik sama mbak Agnes Dara. Bahwa tiap orang itu punya perannya masing-masing. Ada yang jadi magnet cinta kaya Mbak Agnes, ada yang (mengutip kata mbak Agnes) aneh bin ajaib kaya aku. 

               Aku trus mikir bener juga sih. Orang yang hebat banget pinter cerdas cemerlang luar biasa juga belum tentu bisa dapetin ide segila aku. Yah, maksudku, kegilaan memang bukan sesuatu yang umumnya dibanggakan sama orang, tapi tetep aja kan? 

               Bangsa sebelah merasa minder sama bangsa kita karena merasa kalah kreatif lohh, tau nggak? Produk-produk kreatif macam lagu dan hiburan lain aja mereka harus impor. Mungkin mereka cerdas, iya. Pintar, iya. Berpendidikan, iya. Tapi kurang kreatif dan itu ternyata menyedihkan. 

               Aku diberkahi alam semesta dengan ide-ide baru setiap hari. Masa aku nggak bersyukur dan malah galau memikirkan hal-hal yang aku nggak miliki? 

               Membaca orang lain untuk menjadi terinspirasi itu bagus, melihat prestasi orang lain untuk memacu semangat sendiri juga bagus. Tapi membandingkan hanya untuk sedih-sedih dan merasa kekurangan, itu salah. Sangat salah.

Menyadari Kekurangan dan Potensi Diri

               Sebelumnya, aku tipe anak yang mudah sekali menemukan berbagai kekuranganku. Aku pemalas, kurang fokus, gampang bosan, pelupa, dll. Banyak banget. kalau disuruh menyebutkan daftar kekurangan dalam semenit, aku mungkin bisa langsung menuliskannya dalam 1000 kata (oke, ini lebay). 

               Kelebihannya? Nggak. Aku nggak bisa menyebutkan kelebihanku. Lebih tepatnya, nggak berani menyebutkan kelebihan yang aku punya. Bahkan kalau ada orang yang memujiku dan menyatakan kelebihanku, reaksi pertamaku adalah menyangkal. Meskipun di luar aku bilang “Terima kasih,” tapi dalam hati aku menyangkal. 

               Tentu saja ini ada sebabnya. Aku lahir dan tumbuh besar di lingkungan yang lebih gampang menjatuhkan daripada mendorong potensi. Aku juga dulunya dikelilingi teman-teman ‘racun’ yang selalu menemukan kejelakanku dan bukannya kelebihanku. Jadi waktu itu, sekalipun aku sadar aku punya kelebihan tertentu, aku nggak berani mengakui. Dan oh, sedihnya, yang seperti itu ternyata tercetak di alam bawah sadar. 

               Sekarang setelah sadar, susah payah aku bangun kembali rasa percaya diriku. Maksudnya, tahu diri itu perlu seperti misalnya aku sadar kalau aku nggak punya bakat menggambar, maka aku nggak akan maksa untuk menjadi tukang gambar. 

               Tapi ada kelebihan-kelebihan yang memang harus diterima, misalnya ide-ide baru yang nggak tiap orang punya. Ide aneh, unik, dan lain daripada yang lain, bakat untuk menemukan kelucuan di manapun dan dalam situasi seperti apapun, dll. Itu harus aku terima, dan bukannya disangkal. Lha kelebihannya ya cuma itu itu kok, masa masih mau disangkal juga?

Tiga Langkah Hidup Bahagia

Menyadari dan Menerima Kekurangan Diri

               Ini penting. Bukan biar kita minder, tapi lebih biar kita tahu diri. Kalau udah tahu diri dan sadar akan kekurangan, kita bisa memperbaikinya. Misalnya, aku sadar banget kalau salah satu kekuranganku itu nggak fokus, gampang banget teralihkan perhatiannya. Aku mengakalinya dengan cara membuat to do list. Goalku apa? Langkah-langkah apa yang harus kulakukan untuk meraihnya? Dan itu dikerjain satu-satu sesuai urutan. Dan itu sukses membantuku fokus.
 
               Kekurangaku yang lain itu pelupa. Maka aku menulis reminder di mana-mana. Di tembok, di atas kasur, di hape, di buku catatan, dll. Dan itu lumayan membantu meskipun kadang aku harus menulis reminder tentang reminderku sendiri. -_-

               See? Dengan menyadari kekurangan kita, kita jadi bisa menemukan solusi untuk memperbaikinya.

Menyadari dan Menerima Kelebihan Diri

               Ini nggak kalah pentingnya. Dan aku yakin, bukan aku saja yang tadinya nggak berani mengakui kelebihan diri sendiri. Aku tahu alasannya klise lah. Takut dibilang sombong, dibilang ngebrag, dll. 

               Hey, maksudnya mengakui di sini itu mengakui ke diri sendiri. Tahu, sadar, oh, aku punya kekebihan ini ini ini. Aku bagus kalau mengerjakan ini, dll. Bukannya diumbar ke orang-orang, eh aku cantik lohh, aku cerdas berwawasan lohh, dan semacamnya. Itu sih namanya songong (meskipun dalam porsi yang pas dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri, songong itu boleh. Hahaha). 

               Kalau menyadari kekurangan penting buat memperbaikinya, menyadari kelebihan penting buat meningkatkannya. Orang yang nggak tahu potensinya di mana akan cenderung hilang arah. Nggak tahu hidup harus ngapain. Mencari-cari, meraba-raba, atau lebih parahnya asal nabrak. Ngerjain gitu aja apa yang disodorkan di depan muka tanpa menyadari beneran bisa apa enggak. Memangnya kenapa kok masih banyak orang yang masih stress sama kerjaannnya? Hayooo, think again!

               Aku dulu juga sudah melewati fase nabrak-nabrak itu. Ngerjain apapun itu yang bisa dikerjain. Motivasinya lebih karena butuh uang aja sih buat makan. Hahaha. Makanya nggak heran kalau pas kerja dulu aku stress. Soalnya bukan hanya aku nggak punya potensi di situ, akunya juga nggak suka. That’s not my thing. 

               Mengenali potensi juga bisa jadi tricky buat orang yang tertarik ke banyak hal kaya aku. Jadi memerlukan pemikiran yang lebih dalam lagi. Aku suka nulis? Suka. Bagus nggak? Belum. Solusinya? Latihan terus. 

               Aku suka nyanyi? Suka bangeeet. Bagus nggak? Belum. Solusinya? Latihan terus. 

               Aku suka dagang? Suka. Bisa nggak? Bisa. Bagus nggak kemampuan dagangnya? Bisa dibilang hebat banget selama produknya aku suka. Pengalaman udah dari kecil ikut ibu jualan baju, sering jualan apa saja mulai snack sampai aksesoris sejak SD. 

               Dari ketiga hal yang menarik minatku itu, mana yang harusnya aku fokuskan sebagai pilihan karir? Yes, dagang. Kenapa? Karena di situ aku paling bagus dibanding dua bidang lainnya. Aku mungkin bisa nulis, bisa nyanyi, tapi kalau mau berkarir di situ butuh waktu karena aku nggak sebagus itu. Masih butuh banyak latihan dan kerja keras lagi.

Berhenti Membandingkan Diri Sendiri dengan Orang Lain

               Sampai sini aku udah tahu kekuranganku apa, kelebihanku apa, dan potensiku paling bagus di mana. Jadi, daripada sibuk membandingkan diri sendiri sama orang yang emang udah sukses jadi penulis, misalnya, aku mending fokus mengerjakan ‘my thing’. Nggak usah sibuk mikirin prestasi orang lain “Duh, dia udah sampai sana sana sana, udah nulis di mana-mana, udah diundang ke mana-mana,” dan lain-lain. Toh yang tulisannya bagus belum tentu bisa kalau disuruh jualan. Beneran ini. 

               Aku nggak perlu membandingkan diriku sama orang yang sering menang lomba blog karena jago bikin infografis. Sadar kalau gambar dan desain itu bukan ‘my thing’. Jadi memang tidak untuk diperbandingkan. Ya bagaimana mau dibandingin wong urusannya aja udah beda kok. Itu kan jadi kaya membandingkan kualitas sayur-sayuran sama fitur smartphone. Nggak nyambung. 

               Sadar, menerima diri sendiri, berhenti membandingkan. Nyari inspirasi boleh, membandingkan jangan. Sekarang aku nggak perlu malu lagi mengakui kelebihanku meski kelihatannya nggak se-cool bakat orang-orang. 

               Dulu kalau lagi kehilangan motivasi, aku akan stalking akun orang-orang hebat dan membanding-bandingkan mereka dengan diri sendiri, trus merasa makin terpuruk. Sekarang kalaupun stalking akun mereka, aku serap inspirasinya saja, trus ngaca sambil bilang “Girl, you're rock!”

You May Also Like

6 komentar

  1. membandingkan diri sendiri dengan orang lain bisa jadi maag lalu GERD lama2 kanker lambung akibat psikosomatis
    aku pernah ngalami pas awal2 baru lulus kuliah
    ternyata dari pikiran itu
    mulai sekarang kapok kayak gitu, klo mulai ada rasa gitu, nyanyi lagu Filipina aja, heuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha, bener. Iya, lama-lama memang bikin stress.

      Hapus
  2. makasih sharingnya, betul kita masing2 puntya sesuatu yg unik gak perlu melihat orang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa. Orang yang kita bandingkan dengan diri kita pasti punya kelemahan juga. Hehehe.

      Hapus
  3. sama ih, saya juga sebenernya insecure.. tapi kadang harus diberani2in.. iya bener, jangan banding2in dgn orang lain, pede aja sm diri sendiri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bangeeet. Kalau bukan kita yang bangga sama diri sendiri trus siapa lagi ya kaan?

      Hapus