Image credit: pixabay/stux |
Mungkin tulisan ini
nggak penting. Atau aku hanya berusaha keras untuk menjadi relatable dan itu
udah nggak mungkin karena masa remajaku udah kelewat jauh dan aku nggak
mengalami masa remaja seperti yang remaja masa kini alami. Tapi mungkin, kalau
ada remaja canggung yang kebetulan baca ini, asal kamu tahu aja: kamu nggak
sendiri. Bukan kamu tok yang merasa aneh, canggung, nggak bisa fit in, bingung,
insecure, dan lain sebagainya. Hampir semua temenmu merasakan hal yang persis
sama. Tenang aja.
Aku barusan nonton
film judulnya Eight Grade. Ya ceritanya tentang anak udah mau lulus SMP dan dia
masih nggak mudeng sama dirinya. Dia pengen jadi cool, tapi cool kids nggak mau
gaul sama dia. Dia berusaha keras jadi cool, tapi tetep aja awkward jatuhnya.
Dia berusaha keras jadi pede, tapi tetep merasa grogi. Dia merasa nggak keren,
insecure, dan takut salah mulu mau ngapa-ngapain.
Sebagian besar orang,
pas remaja ya mengalami semua keanehan itu. Dari awalnya mereka anak-anak yang inosen,
kemudian tiba-tiba menjadi nggak terlalu inosen lagi, tapi belum tahu banyak
juga. Banyak perubahan terjadi mulai dari fisik sampai emosional. Badan kamu
tumbuh, suara berubah, bentuk badan berubah, yang cewek mungkin mulai mens,
yang cowok mulai tumbuh jakun dan bulu-bulu di wajah, mulai merasa tertarik
secara seksual pada orang lain baik lawan jenis maupun sejenis. Semua itu
terlalu banyak dan terjadinya bareng-bareng. Membingungkan memang.
Sebenernya, dengan aku
ngomong kayak gini bukan berarti aku ngerti segalanya. Makanya dari awal aku
bilang mungkin tulisan ini akhirnya hanya berupa aku berusaha menjadi related
tapi kenyataannya can’t relate at all.
Kenapa? Karena
kebetulan aku kasus langka. Aku nggak mengalami itu semua. Terutama pas SMP ya.
Pas SMP itu aku level kedewasaannya nggak ada bedanya sama aku pas masih TK.
Masih bloon gitu aja bener-bener bacanya Bobo, nontonnya kartun, lebih nyambung
kalau ngobrol sama anak-anak TK dibanding sesama anak SMP, trus masih pakai
overall skirt gambar Winnie the Pooh dengan rambut dikucir njegrak. Tokoh cewek
idolaku adalah Helga Pataki yang di Hey, Arnold!
Such a mood! |
Pas SMP temenku
banyak. Dan jangan salah, mereka semua remaja normal yang pada mulai jatuh
cinta, pacaran, dan lain sebagainya. Dan waktu itu meski aku nggak
memperlihatkan, tapi sebenernya kalau mereka cerita soal ciuman itu aku
ngebayanginnya masih yang jijik gitu lho. Tukeran liur? Ieeewh. Wkwkwk. Serius!
Iya, aku emang pernah
naksir temen sekelasku pas SMP kelas dua. Tapi ya cuma naksir-naksiran tok.
Nggak kebayang mau ciuman atau apa. Hahaha. Ini sumpah konyol kalau
diinget-inget lagi. Makanya nggak heran kalau di kehidupan dewasa, tiba-tiba
ada temen SMP yang mendadak ngirim pesen bilang “Aku tuh dulu pas SMP
sebenernya naksir kamu, tapi kamunya lempeng aja.” Wkwkwk. Ya iya lah.
Orang
kecerdaasanku masih setara anak TK. Mana aku mampu menangkap sinyal
naksir-naksiran aelah.
Jadi pas SMP aku sama
sekali nggak mengalami apa yang Kayla (tokoh utama di film Eight Grade itu
tadi) alami. Aku terlalu bloon. Aku belum mengenal konsep jatuh
cinta-pacaran-patah hati dan oh damn, life was soooooo gooooooood!!! Love ruin
us all. Lol
Hidupku waktu itu
masih sesederhana hidupnya anak kecil. Bersenang-senang doang tahunya. Kalau
nggak ada kegiatan setelah sekolah ya main, baca buku, baca komik, nonton
kartun, mewarnai, dan gitu aja terus. Nggak kenal blas sama yang namanya derita
asmara. Wkwk.
Aku nggak mengalami
fase insecure karena aku baik-baik aja meski aku nggak cantik dan dibully
karena aku item dan jelek. Aku biasa banget. Nggak sedih blas. Aku tuh dari
dulu kalau ada yang ngetawain, malah ikut ketawa lebih kenceng. Kalau ada yang
ngebully, malah ngebully diri sendiri lebih parah. Jadi susah banget buat
ngebully aku. Soalnya aku tenang-tenang aja.
Aku juga nggak
mengalami perubahan apa-apa di tubuhku kecuali nambah tinggi. Payudaraku baru
tumbuh itu mungkin pas aku SMA kelas satu atau dua. Aku juga nggak mengalami
roller coaster emosional karena aku belum mens dan nggak merasakan yang namanya
PMS. Aku nggak struggle dengan jerawat karena waktu itu emang kayaknya aku
belum puber jadi aku nggak pernah jerawatan setitik pun.
Jadi aku nggak
mengalami itu semua.
Pas SMA, mungkin aku
baru paham dikit-dikit. Aku mens, perubahan bentuk badan mulai kerasa, aku
mulai menyadari kalau kadang temen cowok suka ngelihatin dadaku, aku juga mulai
jatuh cinta. Yang beneran jatuh cinta, bukan naksir-naksiran cinta monyet.
Tapi aku tetep nggak
mengalami yang merasa awkward nggak fit in gitu. Because I don’t want to fit
in. Aku nggak masalah nggak gaul sama anak-anak populer karena aku nggak mau
populer. I don’t wanna be cool. I knew I was different and I don’t want to
change. I always act weird dan prinsipku dari dulu adalah: the crazier the
better. Jadi aku tahu kalau aku aneh dan aku merayakan itu. Kalau ada satu hal
yang aku mau, aku maunya orang mengenal aku sebagai sosok yang lucu. Udah gitu
doang. Aku suka bikin orang ketawa. Kadang bahkan saking udah melekatnya, aku
lagi serius aja orang pada ketawa karena mengira aku becanda. -_-
Jadi pada dasarnya,
aku nggak berubah sama sekali. Sampai detik ini. Umur boleh tambah tua, tapi
kedewasaanku aslinya masih segitu-segitu aja. Aku sekarang di youtube itu
nontonnya masih serial Mattel Ever After High. Di waktu senggang, aku masih
melamunkan hal-hal nggak masuk akal persis plek kayak aku pas masih TK dulu. Aku
masih menganggap boneka-bonekaku adalah sahabatku dan aku ngobrol sama mereka
tiap hari. Aku nggak pernah tumbuh dewasa. Kecuali makin tua agak semakin saru dan
centil aja sih paling. Wkwk.
Tekanan Media Sosial
Tapi yang kayak gini
mungkin nggak banyak. Aku nggak bilang aku satu-satunya, tapi kebanyakan anak
remaja mungkin mengalami fase awkward kayak yang dialami Kayla.
Film lain yang
menceritakan kehidupan anak SMP itu Diary of Wimpy Kids. Itu mungkin film
family drama favoritku. Aku udah nonton puluhan kali dan mungkin masih sanggup
nonton puluhan kali lagi. Hahaha. Kalau di situ kasusnya beda. Di film pertama
masalahnya lebih ke hubungan dia sama sahabatnya, di film kedua hubungannya
dengan kakak adiknya. Film ketiga aku belum nonton. ._. Tapi Greg sama sekali
bukan tokoh yang insecure. Dia malah pede banget. Dan bahagia-bahagia aja.
Mungkin karena waktu itu belum musim gadget karena itu kan kan film lamaaaa.
Eight Grade menurutku lebih relatable sama
kehidupan remaja masa kini.
Diary of Wimpy Kid |
Jujur aja aku nggak
bisa bayangin beratnya jadi remaja masa kini. Di zamanku dulu ya, kehidupan itu
sangat sederhana. Mau dengerin lagu tinggal nyetel radio atau nonton MTV. Mau
eksis, ya eksis di kehidupan sebenarnya. Ikut kegiatan, sosialisasi, dll. Dan
itu semua jauh lebih sederhana karena kami nggak harus mikirin pencitraan di
media sosial.
Media sosial itu bisa
jadi tekanan. Aku yang udah tua aja kadang merasa tertekan kok. Aku kadang iri
sama Sorelle Amore yang jalan-jalan terus full time sementara umur kami hampir
sama. Aku iri sama seniman-seniman atau fotografer yang aku follow di instagram
yang bisa bikin karya bagus banget padahal usia mereka lebih muda dibanding
aku. Padahal aku udah dewasa sekarang dan udah tahu mau ngapain dalam hidup. Dan
aku juga cuma follow akun-akun bagus yang buatku menginspirasi atau aku bisa belajar
dari mereka.
Jadi aku susah
ngebayangin kalau misal aku masih remaja, trus melihat semua ‘kebahagiaan’ yang
ditampilkan temen-temenku. Mungkin karena aku masih belum tahu mau ngapain
dalam hidup, aku akan berusaha menjadi terlihat yang paling cool juga di media sosial.
Mungkin jumlah followers, like, dan lain sebagainya yang cuma dikit bener-bener
bisa bikin hatiku patah. Mungkin aku nggak akan sebahagia aku pas remaja dulu
karena banyak banget hal yang aku iriin dan aku nggak bisa miliki?
Mungkin aku akan
menghabiskan sebagian besar waktuku scrolling instagram ngelove-ngelove
postingan temen-temenku yang berupa selfie dengan filter anjing imut. Mungkin
aku akan melakukan itu semua dengan hati sedih “Kenapa aku nggak bisa sekeren
mereka?” dan sebagainya.
Mungkin bener
penelitian yang bilang tingkat kebahagiaan orang menurun semenjak adanya media sosial.
Orang gampang iri pada kebahagiaan yang ditampilkan orang lain sehingga
menggerus kebahagiaannya sendiri. Ada film lain yang menceritakan soal gawatnya
social media ini judulnya Ingrid Goes West. Ceritanya tentang social media
addiction dan obsesi untuk jadi ‘cool’ dengaa lifestyle kekinian. Itu emang
sedih, tapi itu bukan hanya di film aja. Di kehidupan nyata iya banget banyak
yang kayak gitu.
Phone Comes First, Family Comes Later
Di film Eight Grade,
yang paling bikin aku sedih itu hubungan Kayla sama ayahnya. Ayahnya ngajak
ngobrol, Kayla nggak mau dengerin karena lebih milih sibuk scrolling instagram
ngelove-ngelove postingan nggak mutu dari temen-temennya. Komunikasi jadi susah
banget.
Anak merasa insecure
dalam gelembung sosial kecilnya sendiri dan nggak mau ngobrolin itu sama orang
tuanya karena mereka menganggap orang tuanya nggak ngerti apa-apa. Sementara orang
tua berusaha keras untuk bisa memahami anaknya dan bahkan nggak ngerti apa yang
bikin anaknya murung sepanjang waktu. Ini kan sedih banget.
Image credit: pixabay/marcino |
Akhirnya banyak anak
yang merasa sendirian, merasa nggak aada yang memahami, merasa anti sosial,
nggak mau ngomong sama siapa-siapa karena merasa nggak ada satu pun yang mau
mendengarkan.
Ya logikanya, gimana
mau ada yang mendengarkan kalau kamu ngomong aja nggak pernah?
Oke, emang nggak semua
orang tua itu cool. Ada juga orang tua model jadul yang kaku banget dan
memaksakan kehendak tanpa ngasih anak kesempatan buat mengutarakan pendapatnya
sendiri atau menentukan pilihan sesuai keinginan mereka, itu memang ada. Tapi
seenggaknya, ngobrol sama orang terdekat itu masih perlu sih kalau menurutku.
Mungkin oke lah, aku
sok banget ngomong kayak gini ketika kenyataannya aku juga ninggalin keluarga.
Tapi kalau seandainya hubungan kami masih baik-baik saja, aku pasti masih
ngajak mereka ngobrol. Seenggaknya sama Bapak. Karena kalau Ibuk bisa dibilang nggak
cool, tapi Bapak termasuk cool banget. Tentu saja Bapak nggak paham segalanya
tentang kehidupanku dan apa yang aku rasakan. Tapi kami masih bisa ngobrolin
banyaaak sekali hal yang lucu-lucu dan itu menyenangkan.
Jadi kids, kalau kamu
sekarang merasa insecure, merasa nggak keren, merasa sendirian, merasa nggak ada
yang paham, dan sebagainya, yang harus kamu lakukan sekarang adalah: tenang aja,
kamu bukan satu-satunya. Sebagian besar dari temen-temenmu juga merasakan yang
sama cuma mereka nggak ngaku aja. Wkwk.
Kamu nggak perlu sama
sekali berusaha terlalu keras biar bisa diterima dengan melakukan hal-hal yang
sebenernya bukan kamu banget. Soal ini juga ada filmnya nih, aku lupa judulnya
kalau nggak salah Click? Lupa aku udah lama banget soalnya.
Trus sebisanya kurangi
main hape deh. Coba ngobrol sama orang tua, saudara, teman, tetangga, hewan
peliharaan. Di luar handphonemu itu, masih banyaaak hal yang bikin bahagia. Orang
mungkin nggak ngelove fotomu di instagram, tapi di kehidupan nyata mungkin
mereka menganggap kamu keren.
Tentu saja main sosmed
nggak masalah, bukan berarti trus harus stop nggak sama sekali karena iya, aku
tahu sekarang zaman emang udah berubah dan banyak juga hal positif di internet.
Iya. Aku team the power of social media juga kok, tenang aja. Aku juga
meraaskan banget manfaaat internet untuk bisnis, belajar, dan lain sebagainya.
Cuma tetep aja, jangan
habisin waktu terlalu banyak buat natap layar. Ngabisin berjam-jam cuma buat
scrolling tanpa belajar apa-apa. Kalau nggak ya introspeksi diri aja. Kamu main
sosmed lebih banyak manfaat apa buang waktunya? Hayoo, jujur. Hahaha.
Saran terakhir dan
yang ini mungkin paling utama sekaligus inti dari semua ocehan nggak penting
ini sih. Jadi ya, apapun yang menurutmu penting saat ini seperti jadi populer
di sekolah, diakui, diterima di pergaulan, terlihat cantik, dll itu setelah
kamu gedean dikit nanti bakal jadi nggak penting sama sekali. Jadi daripada
mengkhawatirkan hal yang segera akan berlalu, mending nimati aja semua momen.
Coba hal baru, ajak ngobrol orang yang selama ini kamu hindari, rawat diri,
hidup bersih dan sehat, belajar hal baru, dll.
Pokoknya bersenang-senanglah.
Sekarang setelah aku gede aku merasa masa remaja adalah masa terbaik yang
pernah aku miliki. Dan aku nggak menyesali satupun perbuatanku, yang terkonyol
dan goblok sekalipun karena aku bisa ngetawain itu semua sekarang. Dan
untungnya dulu aku hampir nggak mengkhawatirkan apa-apa. Jadi yang teringat
bener-bener cuma seru dan lucu-lucunya gitu.
Hehe.
Kalau kalian baca ini
dan merasa aku cuma ngoceh sotoy doang nggak tahu apa yang sebenernya terjadi,
iya, memang. Aku mengakui. Maaf ya. I’m not here to help. Aku nggak punya
kapasitas untuk itu. Tapi kalau kamu butuh teman berbagi, pengen sekedar tahu
kalau ternyata ada juga orang yang emang udah wagu dari dulu, ya, aku ada di
sini.
Gitu, my lof!
Please remember: rule
number is to always have fun!
I love you so muuuch!
Btw, aku akhirnya
nulis panjang juga ya gengs. Bukan berarti bagus sih, masih sampah juga. Cuma
rada panjangan gitu. Wkwk.
Byee!
0 komentar