Udah setahun ini aku nggak pernah nulis cerita.
Yups! A year full. Bagi seseorang yang katanya pengen jadi penulis, tentu saja
itu adalah pemborosan waktu yang sangat tidak berguna. Aku juga sadar itu dan
merasa cukup aneh karena biasanya, aku akan terus berlatih meskipun cuma nulis
pendek-pendek, tapi aku nulis terus. Lha ini setahun penuh tanpa sepotongpun
fiksi mini coba kalian bayangkan! Yang biasanya aku nggak pernah lho, sampai
begini.
Tadinya tak pikir itu pasti karena setahun ini
aku terlalu sibuk jualan sampai nggak mikirin tulisan. Tapi setelah tak pikir-pikir
lagi, tahun-tahun sebelumnya malah lebih gawat sibuknya karena masih berjuang.
Setahun terakhir ini sih malah santai banget. Buktinya aku bisa jalan-jalan, nonton
film, dan baca lebih banyak buku. Trus kenapa coba?
Setelah tak pikirkan dengan seksama, ternyata
aku kehilangan sumber inspirasi gaes. Well, sumber inspirasi nggak selalu
menjadi tokoh cerita, tapi, you know kan, menginspirasi. Jadi, dulu itu aku punya
temen cowok. Bukan pacar, bukan mantan, bukan gebetan. Kami nggak pernah deket
yang gimana, tapi diam-diam dia itu selalu jadi sumber inspirasiku. Nggak ada
satupun orang yang tahu ini (termasuk yang bersangkutan) dan aku juga nggak
akan ngebocorin siapa orangnya sekalipun kalian nyogok aku dengan sekarung
gummy bear. :p
Saking menginspirasinya, sampai ibaratnya dia
ngomong satu kalimat aja aku udah bisa nulis sepuluh halaman. Dan dulu, kami
sering ngobrol, sering diskusi, curhat-curhatan, dan dari situlah semua ide
mengalir. Tapi belakangan ini kami nggak pernah berhubungan lagi. Nggak tau ya,
mungkin adulthood memisahkan kami. Yang jelas komunikasi terhenti dan kami
nggak saling mencari. #eeaaa
Kadang, kalau aku jatuh cinta, orang yang
‘kujatuhcintai’ itu juga bisa jadi sumber inspirasi. Tapi biasanya nggak lama.
Sedangkan kakak yang satu itu, yang kita sebut saja sebagai Mistery, dia lama
banget bercokol di pikiranku. Padahal aku nggak jatuh cinta sama dia. Heuuuft.
Yasudah lah, ngomongin Misterynya. Sepertinya kami nggak akan menjalin komunikasi
lagi dan I don’t know, feels comfortable this way.
Akhirnya, semalam, ketika aku secara
mengherankan nggak ngantuk dan balik ke vampire mode, aku berpikir keras,
gimana caranya biar bisa teraliri ilham seperti dahulu kala. Tentu saja
jawabannya gampang: temukan muse! Ha iya, kalau itu perkara gampang.
Persoalannya nggak segampang itu je. Siapa yang bisa jadi muse? Atau apa yang
bisa jadi muse? Di mana aku bisa menemukannya?
Saking frustrasinya, aku sampai gugling dengan
kata kunci “how to find muse?” dan secara ajaib, WikiHow punya jawabannya.
WikiHow punya artikel berjudul How to Find Your Muse yang kalau dilihat
sebenernya kelihatan simple dan mudah dilakukan, tapi kenyataannya, aku sudah
mempraktikan semuanya dan masih nihil.
Kalau ada di antara kalian yang sedang mencari
sumber inspirasi juga, ini dia langkah-langkah dari WikiHow.
1.
Listen to
music
Cara pertama yang disarankan WikiHow adalah
mendengarkan musik. Pada jaman dahulu kala, cara ini juga berhasil dengan
sangat efektif padaku, tapi sekarang?
Hemm, percayalah, akhir-akhir ini aku
mendengarkan musik lebih sering. Dan aku melakukannya dengan cara yang paling
klasik: dengerin radio. Bagi kalian yang mungkin bertanya-tanya apa radio masih
eksis? Jelas masih. Dan asik banget ternyata dengerin radio lagi tuh. Harusnya dengan mendengarkan
radio gitu, aku bisa dapet jutaan inspirasi dong? Bukan hanya dari lagu-lagu,
tapi juga dari pendengar yang kirim salam (yes gaes, masih ada kok yang
kirim-kirim salam lewat radio) atau bahkan dari iklan. Ya kan? Tapi enggak. Aku
dengerin radio, ikut nyanyi, gugling MV lagu baru kalau penasaran, dan cuma
itu. Aku nggak jadi kepengen nulis apaaa gitu. Enggak. So, this step doesn’t
work for me.
2.
Explore
your world
Apalagi ini. Ini sih kerjaan aku tiap hari ya
kan? Jalan-jalan. Dan aku kalau jalan-jalan gitu selalu mengamati sekeliling
dengan sebaik-baiknya lho. Aku memperhatikan bagaimana ombak memukul bebatuan,
bagaimana burung-burung beterbangan dan lalu hinggap di pulau karang, bagaimana
pasir berkilau, bagaimana kepiting bersembunyi di dalam lubang, bagaimana
sepasang kekasih saling bergandengan tangan, dan banyak lagi. Kalian mungkin
tahu aku banyak upload foto jalan-jalan di instagram, tapi percayalah, sesi
foto-foto itu hanya sebagian kuecil dari acara jalan-jalanku. Aku sengaja untuk
living in the moment dan mengamati sebanyak-banyaknya. Harusnya aku dapet
buanyaaaak banget inspirasi ya kan? Tapi bagaimana mungkin aku masih nggak
kepengen nulis sama sekali? Why God? Whyyyy???
3.
Begin
writing anyway
Ah, aku juga sudah melakukan ini all the time.
Masalahnya, tiap kali berusaha untuk menulis, tulisan itu pasti akan berakhir
sebagai… status facebook. *sigh
Aku juga sudah mencoba nulis kaya dongeng gitu
dan kamu tau apa yang terjadi? Aku berhasil menulis judul, disusul sebaris
kalimat, dilanjutkan dengan tatapan hampa ke layar laptop tanpa tahu harus
melanjutkan apa selama setengah jam. Dan akhirnya, aku capek bengong lalu
menyerah. *raising a white flag
Langkah selanjutnya yang kulakukan adalah
mengecek buku catatan. Kalian tahu kan, kalau aku biasa nyatet hal-hal atau
apapun yang berkelebat di kepala di sebuah buku? Aku selalu punya buku seperti
ini dari kecil. Kalau kalian nggak tau buku apa, aku kasih tau, namanya adalah
buku harian. Dengan semangat aku membolak balik lembar buku catatanku dan
betapa terkejutnya aku ketika menemukan catatan-catatanku beberapa bulan
terakhir ini isinya adalah pesan bunuh diri semua? Serius.
Jadi bagi kalian yang belum tau, aku mengalami
depresi yang lumayan sejak agak lama. Dan kadang-kadang depresi itu muncul ke
permukaan. Nggak pernah lama, tapi gawat. Aku suka jedug-jedugin kepala ke
tembok kalau lagi kumat. Kadang aku jadi sesak nafas. Kadang menangis
meraung-raung kaya orang gila. Terakhir aku malah gigitin pergelangan tangan.
Untungnya, aku punya mekanisme untuk menenangkan diri yaitu dengan menulis. Aku
nggak pernah ingat apa yang tak tulis karena yang penting nulis dulu biar lega.
Udahannya aku akan ketiduran dan pas bangun nggak nengok lagi aku nulis apa.
Dan setelah kemarin buku catatan itu tak tengok, isinya catatan putus asa
semua. Yang pengen mati lah, yang lelah menghadapi dunia lah, dan banyak banget
hal alay lainnya yang membuatku bersyukur aku menulisnya di buku, bukan status.
Bisa diblokir berjamaah kalau status isinya kaya gitu semua. Atau at least kaya
pas drama nikah-nikahan dulu itu. I can’t help myself but write everything dan
begonya aku tulis di status. Akibatnya? Aku kehilangan banyak teman. Most of
them are the best one. Dan bukan hanya di dunia maya, mereka juga nggak mau
berteman sama aku lagi di dunia nyata. So yeah, ini pelajaran banget buat aku.
Kalau lagi stress, jangan pegang hp. Hehe.
So, well, this step is not working too.
4.
Read a lot
of different tales
I did. I really did. Dari mulai novelnya Dan
Brown, novel vampir, cerita peri, novel Indonesia, sampai cerpen Minggu aku
baca. Pada dasarnya aku bukan anak yang hanya membaca genre tertentu. Aku
membaca semua genre tulisan selama tulisannya memang bagus dan worth to read.
Dan akhir-akhir ini aku malah lebih banyak membaca dari pada jaman dahulu kala.
Membaca banyak buku dari penulis berbeda dan genre berbeda harusnya membantuku
menemukan ide-ide segar. Itu masih berhasil satu tahun yang lalu pas aku nulis
The Orckon Land (yang sampai sekarang belum ada kelanjutannya). Tapi sekarang
hampir nggak memantik apa-apa di kepalaku. Aku baca, selesai, puas, dan udah.
Aku jadi bertanya-tanya, apa mungkin kaya gini ini ya, rasanya impotensi?
5.
Socialize
with people often
Nah, ini. Kalau yang ini kuakui memang berat.
Hey, aku bahkan nggak berhasil
menemukan foto untuk poin ini. Aku nggak punya foto sama temen, dan
akhirnya aku sadar, aku memang nggak punya temen. Hahaha. Sejak drama nikah-nikahan, aku semacam mengundurkan diri dari pergaulan. Aku
lebih suka sendiri, dan nggak suka berakrab-akrab ria dengan orang baru. Aku
mendadak menganut prinsip, semakin sedikit orang yang tahu siapa sebenarnya
aku, semakin aman. Semakin aku nggak punya seseorang yang kucintai, semakin aku
nggak bisa disakiti. Suram bukan? Aku tahu ini terdengar menyedihkan dan
cengeng, tapi well, to be honest, I can trust no one. Tentu saja bukan karena
kalian nggak bisa dipercaya. Tapi karena akunya aja yang paranoid. Heuheu. Tapi
kalau ada di antara kalian yang ngajak nongkrong bareng aku nggak bakalan nolak
kok. Mungkin udah saatnya aku kembali memiliki kehidupan sosial kan?
Jadi langkah terakhir nggak bekerja juga?
Padahal dari WihiHow udah habis, segitu aja tipsnya. Trus apa ya? aku sempat
berpikir apa gara-gara smartphone? Aku keasikan online jadi nggak produktif?
Ternyata jawabannya tidak, karena aku memiliki self control yang teramat sangat
bagus dalam memakai smartphone. Mekanisme self control itu mengandung dua
kalimat ajaib yaitu ‘hemat kuota’. Lagian aku lebih banyak off line misalnya
ngerajut sambil dengerin radio. Jadi bukan itu masalahnya.
Kemudian, aku teringat curhatanku sama mbak
Icha beberapa hari yang lalu. Mungkin yang kubutuhkan hanyalah jatuh cinta
lagi? Ah, terdengar menyenangkan. Jatuh cinta itu asik, seru. Bahkan pas
kemudian patah hati, masih saja bisa dinikmati. Tapi err, nggak tau sih.
Mungkin yang akan kulakukan saat ini hanyalah enjoy the flow dan pelan-pelan
memaksa diri untuk menulis lagi. Karena seorang teman pernah berkata “Kalau
kamu biasa berproduksi, alam bawah sadarmu akan menjadi semacam mesin auto
produksi,” begitu, dan aku mengamininya.
Kalau menurut kalian gimana? Kalian punya
tips-tips jitu menemukan sumber inspirasi nggak? Please dong share ke aku ya,
ya!
Full of hope,
Isthar Pelle
0 komentar