MENEMUKAN SUMBER INSPIRASI

by - 01.22.00




Udah setahun ini aku nggak pernah nulis cerita. Yups! A year full. Bagi seseorang yang katanya pengen jadi penulis, tentu saja itu adalah pemborosan waktu yang sangat tidak berguna. Aku juga sadar itu dan merasa cukup aneh karena biasanya, aku akan terus berlatih meskipun cuma nulis pendek-pendek, tapi aku nulis terus. Lha ini setahun penuh tanpa sepotongpun fiksi mini coba kalian bayangkan! Yang biasanya aku nggak pernah lho, sampai begini.
Tadinya tak pikir itu pasti karena setahun ini aku terlalu sibuk jualan sampai nggak mikirin tulisan. Tapi setelah tak pikir-pikir lagi, tahun-tahun sebelumnya malah lebih gawat sibuknya karena masih berjuang. Setahun terakhir ini sih malah santai banget. Buktinya aku bisa jalan-jalan, nonton film, dan baca lebih banyak buku. Trus kenapa coba?
Setelah tak pikirkan dengan seksama, ternyata aku kehilangan sumber inspirasi gaes. Well, sumber inspirasi nggak selalu menjadi tokoh cerita, tapi, you know kan, menginspirasi. Jadi, dulu itu aku punya temen cowok. Bukan pacar, bukan mantan, bukan gebetan. Kami nggak pernah deket yang gimana, tapi diam-diam dia itu selalu jadi sumber inspirasiku. Nggak ada satupun orang yang tahu ini (termasuk yang bersangkutan) dan aku juga nggak akan ngebocorin siapa orangnya sekalipun kalian nyogok aku dengan sekarung gummy bear. :p
Saking menginspirasinya, sampai ibaratnya dia ngomong satu kalimat aja aku udah bisa nulis sepuluh halaman. Dan dulu, kami sering ngobrol, sering diskusi, curhat-curhatan, dan dari situlah semua ide mengalir. Tapi belakangan ini kami nggak pernah berhubungan lagi. Nggak tau ya, mungkin adulthood memisahkan kami. Yang jelas komunikasi terhenti dan kami nggak saling mencari. #eeaaa
Kadang, kalau aku jatuh cinta, orang yang ‘kujatuhcintai’ itu juga bisa jadi sumber inspirasi. Tapi biasanya nggak lama. Sedangkan kakak yang satu itu, yang kita sebut saja sebagai Mistery, dia lama banget bercokol di pikiranku. Padahal aku nggak jatuh cinta sama dia. Heuuuft. Yasudah lah, ngomongin Misterynya. Sepertinya kami nggak akan menjalin komunikasi lagi dan I don’t know, feels comfortable this way.
Akhirnya, semalam, ketika aku secara mengherankan nggak ngantuk dan balik ke vampire mode, aku berpikir keras, gimana caranya biar bisa teraliri ilham seperti dahulu kala. Tentu saja jawabannya gampang: temukan muse! Ha iya, kalau itu perkara gampang. Persoalannya nggak segampang itu je. Siapa yang bisa jadi muse? Atau apa yang bisa jadi muse? Di mana aku bisa menemukannya?
Saking frustrasinya, aku sampai gugling dengan kata kunci “how to find muse?” dan secara ajaib, WikiHow punya jawabannya. WikiHow punya artikel berjudul How to Find Your Muse yang kalau dilihat sebenernya kelihatan simple dan mudah dilakukan, tapi kenyataannya, aku sudah mempraktikan semuanya dan masih nihil.
Kalau ada di antara kalian yang sedang mencari sumber inspirasi juga, ini dia langkah-langkah dari WikiHow.
1.      Listen to music

Cara pertama yang disarankan WikiHow adalah mendengarkan musik. Pada jaman dahulu kala, cara ini juga berhasil dengan sangat efektif padaku, tapi sekarang?
Hemm, percayalah, akhir-akhir ini aku mendengarkan musik lebih sering. Dan aku melakukannya dengan cara yang paling klasik: dengerin radio. Bagi kalian yang mungkin bertanya-tanya apa radio masih eksis? Jelas masih. Dan asik banget ternyata dengerin radio lagi tuh. Harusnya dengan mendengarkan radio gitu, aku bisa dapet jutaan inspirasi dong? Bukan hanya dari lagu-lagu, tapi juga dari pendengar yang kirim salam (yes gaes, masih ada kok yang kirim-kirim salam lewat radio) atau bahkan dari iklan. Ya kan? Tapi enggak. Aku dengerin radio, ikut nyanyi, gugling MV lagu baru kalau penasaran, dan cuma itu. Aku nggak jadi kepengen nulis apaaa gitu. Enggak. So, this step doesn’t work for me.
2.      Explore your world

Apalagi ini. Ini sih kerjaan aku tiap hari ya kan? Jalan-jalan. Dan aku kalau jalan-jalan gitu selalu mengamati sekeliling dengan sebaik-baiknya lho. Aku memperhatikan bagaimana ombak memukul bebatuan, bagaimana burung-burung beterbangan dan lalu hinggap di pulau karang, bagaimana pasir berkilau, bagaimana kepiting bersembunyi di dalam lubang, bagaimana sepasang kekasih saling bergandengan tangan, dan banyak lagi. Kalian mungkin tahu aku banyak upload foto jalan-jalan di instagram, tapi percayalah, sesi foto-foto itu hanya sebagian kuecil dari acara jalan-jalanku. Aku sengaja untuk living in the moment dan mengamati sebanyak-banyaknya. Harusnya aku dapet buanyaaaak banget inspirasi ya kan? Tapi bagaimana mungkin aku masih nggak kepengen nulis sama sekali? Why God? Whyyyy???
3.      Begin writing anyway

Ah, aku juga sudah melakukan ini all the time. Masalahnya, tiap kali berusaha untuk menulis, tulisan itu pasti akan berakhir sebagai… status facebook. *sigh
Aku juga sudah mencoba nulis kaya dongeng gitu dan kamu tau apa yang terjadi? Aku berhasil menulis judul, disusul sebaris kalimat, dilanjutkan dengan tatapan hampa ke layar laptop tanpa tahu harus melanjutkan apa selama setengah jam. Dan akhirnya, aku capek bengong lalu menyerah. *raising a white flag
Langkah selanjutnya yang kulakukan adalah mengecek buku catatan. Kalian tahu kan, kalau aku biasa nyatet hal-hal atau apapun yang berkelebat di kepala di sebuah buku? Aku selalu punya buku seperti ini dari kecil. Kalau kalian nggak tau buku apa, aku kasih tau, namanya adalah buku harian. Dengan semangat aku membolak balik lembar buku catatanku dan betapa terkejutnya aku ketika menemukan catatan-catatanku beberapa bulan terakhir ini isinya adalah pesan bunuh diri semua? Serius.
Jadi bagi kalian yang belum tau, aku mengalami depresi yang lumayan sejak agak lama. Dan kadang-kadang depresi itu muncul ke permukaan. Nggak pernah lama, tapi gawat. Aku suka jedug-jedugin kepala ke tembok kalau lagi kumat. Kadang aku jadi sesak nafas. Kadang menangis meraung-raung kaya orang gila. Terakhir aku malah gigitin pergelangan tangan. Untungnya, aku punya mekanisme untuk menenangkan diri yaitu dengan menulis. Aku nggak pernah ingat apa yang tak tulis karena yang penting nulis dulu biar lega. Udahannya aku akan ketiduran dan pas bangun nggak nengok lagi aku nulis apa. Dan setelah kemarin buku catatan itu tak tengok, isinya catatan putus asa semua. Yang pengen mati lah, yang lelah menghadapi dunia lah, dan banyak banget hal alay lainnya yang membuatku bersyukur aku menulisnya di buku, bukan status. Bisa diblokir berjamaah kalau status isinya kaya gitu semua. Atau at least kaya pas drama nikah-nikahan dulu itu. I can’t help myself but write everything dan begonya aku tulis di status. Akibatnya? Aku kehilangan banyak teman. Most of them are the best one. Dan bukan hanya di dunia maya, mereka juga nggak mau berteman sama aku lagi di dunia nyata. So yeah, ini pelajaran banget buat aku. Kalau lagi stress, jangan pegang hp. Hehe.
So, well, this step is not working too.
4.      Read a lot of different tales

I did. I really did. Dari mulai novelnya Dan Brown, novel vampir, cerita peri, novel Indonesia, sampai cerpen Minggu aku baca. Pada dasarnya aku bukan anak yang hanya membaca genre tertentu. Aku membaca semua genre tulisan selama tulisannya memang bagus dan worth to read. Dan akhir-akhir ini aku malah lebih banyak membaca dari pada jaman dahulu kala. Membaca banyak buku dari penulis berbeda dan genre berbeda harusnya membantuku menemukan ide-ide segar. Itu masih berhasil satu tahun yang lalu pas aku nulis The Orckon Land (yang sampai sekarang belum ada kelanjutannya). Tapi sekarang hampir nggak memantik apa-apa di kepalaku. Aku baca, selesai, puas, dan udah. Aku jadi bertanya-tanya, apa mungkin kaya gini ini ya, rasanya impotensi?
5.      Socialize with people often
Nah, ini. Kalau yang ini kuakui memang berat. Hey, aku bahkan nggak berhasil menemukan foto untuk poin ini. Aku nggak punya foto sama temen, dan akhirnya aku sadar, aku memang nggak punya temen. Hahaha. Sejak drama nikah-nikahan, aku semacam mengundurkan diri dari pergaulan. Aku lebih suka sendiri, dan nggak suka berakrab-akrab ria dengan orang baru. Aku mendadak menganut prinsip, semakin sedikit orang yang tahu siapa sebenarnya aku, semakin aman. Semakin aku nggak punya seseorang yang kucintai, semakin aku nggak bisa disakiti. Suram bukan? Aku tahu ini terdengar menyedihkan dan cengeng, tapi well, to be honest, I can trust no one. Tentu saja bukan karena kalian nggak bisa dipercaya. Tapi karena akunya aja yang paranoid. Heuheu. Tapi kalau ada di antara kalian yang ngajak nongkrong bareng aku nggak bakalan nolak kok. Mungkin udah saatnya aku kembali memiliki kehidupan sosial kan? 
Jadi langkah terakhir nggak bekerja juga? Padahal dari WihiHow udah habis, segitu aja tipsnya. Trus apa ya? aku sempat berpikir apa gara-gara smartphone? Aku keasikan online jadi nggak produktif? Ternyata jawabannya tidak, karena aku memiliki self control yang teramat sangat bagus dalam memakai smartphone. Mekanisme self control itu mengandung dua kalimat ajaib yaitu ‘hemat kuota’. Lagian aku lebih banyak off line misalnya ngerajut sambil dengerin radio. Jadi bukan itu masalahnya.
Kemudian, aku teringat curhatanku sama mbak Icha beberapa hari yang lalu. Mungkin yang kubutuhkan hanyalah jatuh cinta lagi? Ah, terdengar menyenangkan. Jatuh cinta itu asik, seru. Bahkan pas kemudian patah hati, masih saja bisa dinikmati. Tapi err, nggak tau sih. Mungkin yang akan kulakukan saat ini hanyalah enjoy the flow dan pelan-pelan memaksa diri untuk menulis lagi. Karena seorang teman pernah berkata “Kalau kamu biasa berproduksi, alam bawah sadarmu akan menjadi semacam mesin auto produksi,” begitu, dan aku mengamininya.
Kalau menurut kalian gimana? Kalian punya tips-tips jitu menemukan sumber inspirasi nggak? Please dong share ke aku ya, ya!
Full of hope,
Isthar Pelle

You May Also Like

0 komentar