“Maman, comment faire un bébé?”
tanya Nicolas pada ibunya di film Le Petit Nicolas. Artinya kira-kira sama
dengan “Mama, gimana caranya bikin bayi?”
Ibunya kebingungan lah pastinya. Dan
mungkin ibu-ibu lain kalau ditanyain kaya gitu sama anaknya juga bakal bingung
juga mau jawab gimana. Aku sendiri ngebayangin “Waduhh, ntar kalau jadi mama
trus anaknya nanya gitu jawabnya gimana ya?” hihihi. Belum-belum aja aku udah
salting duluan.
“Emm, nganu dek, gini … emm.”
Bwahahahahaha. Awkward banget pastinya.
Kenapa rata-rata orang tua kalau
mendapat pertanyaan kaya gitu dari anaknya kemungkinan besar salting? Karena nggak
ngebiasain sex education pada anak dari dini. Menganggap tema itu sebagai hal
yang nggak pantes buat diomongin. Saru. Giliran anak nanya, bingung deh. Kalau
enggak malah dimarahin anaknya “Nggak usah nanya-nanya kaya gitu,” wkwkwk. Plis
lah mah.
Kalau ada yang nanya sama aku, “Pendidikan
seks buat anak sejak dini perlu nggak sih?” maka akan kujawab “Perlu lah.
Banget!”
Gimana mungkin kamu bisa jawab
perlu, Pel? Punya anak aja belum pernah.
Yupp! Aku emang belum pernah punya
anak dan ngerasain jadi orang tua. Tapi masa kalian lupa sih? Aku kan pernah
jadi anak kecil.
Jadi ceritanya, gara-gara rame-rame
buku anak bertema pendidikan seksual karya mbak Fitra Chakra kemarin itu
(sekarang masih rame nggak sih?), aku jadi ikutan mikir. Berhubung aku belum
punya anak ya aku inget-inget sendiri jaman aku kecil dulu gimana.
Dan aku jadi inget, kalau aku nggak
dapat pendidikan seksual dari orang tuaku sama sekali, atau oke lah, aku nggak
mendapat peendidikan seksual dari orang dewasa manapun.
Trus pendidikan seksual pertamaku
kudapat dari mana? Dari temen sekolah. Waktu itu kelas dua SD dan temen-temenku
pada bahas ken***. Aku yang waktu itu masih polos dan suci *plak nggak mudeng
dan nanya “Ken*** apaan sih?”
Daaaaaan temen-temenku pada
ngejelasin “Itunya orang laki-laki dimasukin ke itunya orang perempuan.”
Lagi-lagi dengan polosnya aku nanya
“Biar apa?” dan dijawab “Biar enak.”
Yes, kalian nggak salah, itu
percakapan anak kelas dua SD. Kelas DUA SD yang notabene umurnya paling antara
7-8 tahun. Aku tinggalnya di desa lho yaa, jauh dari kehidupan kota yang
hedonis. Dan ngomong-ngomong, aku kelas dua SD itu jamdul banget. Tahun 1997. Dan
ya, percakapan anak-anak udah kaya gitu.
Jadi plis ya buibu yang masih mikir
anak itu polos dan akan tetap suci pikirannya sampai mereka menikah kelak,
maaf-maaf ngatain nih ya, naïf bu! Aku aja jaman tahun segitu, tinggal di desa
kaya gitu, temen-temennya obrolannya udah kaya gitu.
Gimana tahun sekarang ini, dua dekade
kemudian, anak-anak bisa dengan mudahnya mengakses informasi apapun dan nyaris
tanpa filter?
Anak tetanggaku sebagai contoh
nyata yang aktual deh, masih kelas dua SD juga sama kaya aku dulu. Cowok. Dan
kalau pas ngumpul sama temen-temennya cewek dia pegang-pegang payudaranya anak
cewek itu. Si anak cewek yang dipegang-pegang cuma bisa jerit-jerit manggil
ibunya. Dan apa yang ibunya lakukan? Nggak ada, ngowoh doang depan tivi.
Si anak cowok ini tahu dari mana
coba? Trus si anak cewek juga nggak tau harus berbuat apa. See?
Alasan Pentingnya Pendidikan Seks Sejak Usia Dini
Sekarang,
kenapa pendidikan seks sejak usia dini penting? Karena eh karenaaa, dikasih
atau enggak, anak-anak tetep akan tahu dengan sendirinya. Jadi pilihannya cuma ada
dua: tahu dari orang tua dengan cara yang benar, atau tahu dari teman-temannya
dengan banyak kemungkinan informasi nggak benar? Itu yang pertama.
Yang
kedua, biar anak nggak canggung buat ngomongin seputar seksualitas sama orang
tua. Kalau seksualitas biasa diobrolkan sebagai ilmu pengetahuan sama seperti
ilmu pengetahuan lain, anak nggak akan canggung lagi ngobrolin itu sama orang
tua. Jadi orang tua akan jadi lebih mudah juga buat ‘membentengi’ dengan ngasih
tahu yang boleh dan nggak boleh dilakukan. Lha, daripada anak ngobrol-ngobrol
sendiri sama temennya, nggak mudeng, trus memutuskan untuk coba-coba? Hayoo.
Untung pas kecil dulu aku nggak nyoba. ._.
Ketiga,
untuk melindungi anak. Dari apa? Banyak. Salah satu yang paling meresahkan
adalah kejahatan seksual yang dilakukan orang dewasa. Kalau anak tidak diberi
ilmu yang cukup, saat ada orang yang melakukan pelecehan seksual padanya,
bisa-bisa anak malah nggak sadar itu pelecehan dan nggak tahu kalau itu salah.
Untuk anak yang sudah lebih besar, pendidikan seks usia dini penting untuk
mencegah anak dari melakukan hubungan seks bebas, kehamilan dini, dan aborsi
yang tidak aman.
Keempat,
perlu ditanamkan juga menghormati lawan jenis. Jadi kalau cowok biar jangan
sampai melecehkan anak cewek. Begitu juga sebaliknya.
Pendidikan
seks untuk anak itu bukan mengajari anak untuk berhubungan seks, tapi justru
mengajarkan anak tentang seksualitas yang benar. Justru untuk membentengi anak
supaya mereka bisa melindungi diri.
Trus Gimana Dong?
Iya,
I know, pasti bakalan ‘susah’ banget mulainya kalau nggak dibiasain sejak
kecil. Jangankan sama anak kecil. Wong aku yang udah gede gini aja pasti nggak
bakalan nyaman kalau disuruh nanya-nanya soal seks sama orang tuaku kok. Dan
dari kecil dulu sampai sekarang emang nggak pernah blas. Aku belajar soal seks
(soal mesntruasi, pertumbuhan payudara, dll) palingan dari majalah remaja, dan
ya, dari teman-teman.
Langkah
pertama makanya memang, pendidikan seks harus diberikan sedini mungkin.
Tentunya sesuai usia lah ya, ngasihnya. Contoh yang paling gampang, yang
temen-temenku pada terapin ke anak-anaknya adalah mengajarkan menyebutkan nama
alat kelamin dengan nama yang benar yaitu penis dan vagina. Sesederhana itu.
Lah, santai aja, wong itu memang namanya kok. Itu nama anggota tubuh, sama
seperti tangan dan kaki.
Kedua
kalau menurutku itu mengenali tubuhnya sendiri dan perbedaannya dengan lawan
jenis. Selanjutnya, hal-hal sederhana
tapi penting seperti misalnya anggota tubuh yang nggak boleh dilihat dan
disentuh orang lain, siapa saja yang boleh membuka bajunya, apa yang harus
dilakukan kalau ada orang yang misalnya menyentuhnya.
Makin
besar baru ditambah porsinya, misalnya diberi tahu bagian-bagian tubuh mana
yang kalau disentuh itu bisa menimbulkan rangsangan seksual, apa itu rangsangan
seksual, apa itu mimpi basah, dannanti lama-lama sampai ke gender dan orientasi seksual.
Ya
aku sadar sih ngomong kaya gini cuma kaya sok tahu banget. Belum pernah jadi
orang tua aja belagu. Tapi seenggaknya aku ingat masa ketika aku kecil dulu dan
kekurangan pengetahuan seputar seksualitas. Dalam kasusku, aku termasuk bejo
karena aku anaknya nggak pedulian dan sibuk sama urusanku sendiri. Jadi ketika
ada temen yang bawa gambar porno, sementara anak lain ngerubung aku cuek-cuek
aja. Bahkan sampai remaja dan temen-temenku rame-rame nonton bokep, aku
cuek-cuek aja. Wkwkwk. Tapi nggak semua anak kaya aku kan?
Menurutku,
buku tentang pendidikan seksual untuk anak seperti yang ditulis mbak Fitra
penting banget. Utamanya buat membantu orang tua untuk menyampaikan materi ini.
Misalnya aja niru kalimat-kalimatnya gimana untuk disesuaikan sama anaknya masing-masing.
Jadi biar nggak canggung-canggung banget gitu.
Tapi
iya, baca buku seperti ini anak harus didampingi biar orang tua bisa
menjelaskan. Kalau anak dibiarin baca sendiri tanpa penjelasan ya sama aja dong
ah.
So
that’s it. My two cents tentang ribut-ribut ini. Kalau ada yang salah ya mohon
dimaapkeun dan aku tunggu disskusinya di kolom komentar yaa. Makasih udah baca, cintaaah.
Love,
Isthar Pelle