Image source: Pinterest |
Di tiap sekolah di manapun, jenjang
apapun, selalu ada bullying. Selalu. Seenggaknya itu yang kulihat sejak SD dan
bahkan sampai kuliah. Masih adaaa aja anak yang merasa jagoan hanya karena bisa
‘ngece’ anak lain yang dia anggap lebih ‘kecil’. Bullying biasanya dilakukan
secara berkelompok dan beramai-ramai dan dengan demikian yang berada di
kelompok yang membully itu jadi merasa somehow, ‘besar’.
Aku juga dulu gitu sih, makanya aku
tau. Iyaa, dulu aku suka ikut kelompok pembully itu. Ngece-ngece anak lain yang
menurut kami nggak banget, entah karena kekurangan fisik, atau sikapnya yang
aneh. Dulu (namanya aja masih ingusan dan belum bijak yak) aku menganggap
bullying itu sah karena tak pikir itu salah si anak sendiri. Salah sendiri jadi
anak kok bully able. Kenapa aku bisa punya sikap kaya gini, itu juga ada
ceritanya sendiri.
Jadi dulu pas pertama kali masuk
SMP, aku juga pernah berada di posisi terendah rantai makanan di sekolahan. Aku
anak yang datang dari kampung yang ndesa bin norak gitu lah pokoknya. Tanpa
teman sebutirppun. Sedangkan anak-anak lain umumnya udah banyak temennya dari
SD yang sama.
Udah aku anaknya item dekil, jahit
seragamnya kegedean biar bisa dipakai selama tiga tahun, sepatunya juga
kegedean biar nggak buru-buru beli lagi, dan sementara anak-anak lain tasnya
bagus dan mahal-mahal, aku tasnya jelek banget beli di pasar, itu aja yang
paling murah. Pokoknya kasian lah. Semua bahan untuk dijadikan bullian, aku
punya semua.
Dan emang iya, pas awal-awal kelas
1 SMP itu banyak yang ngece-ngece gitu deh. Aku dipanggil laler karena aku
kecil, item, dekil. Tak kasih tau aja ya, yang namanya baru jadi anak SMP tu
rasanya kaya sungguh keren kalau bisa ngelabrak anak lain. Dan aku pernah
dilabrak dong, hanya gara-gara aku tugas piket dan waktu itu kelas belum
disapu. Bukan berarti aku nggak menjalankan tugas. Tapi emang belum aja wong
akunya juga baru datang. Trus ada dua cewek yang sok keren dan sok galak gitu
ngebentak “Heh, koe ki piket!”
Aku takut? Enggak. Dudulnya, aku
malah ngebentak balik “Lha iki opo jenenge nek ra piket?” gitu sambil ambil
sapu sama serokan sampah. Hahaha. Si dua anak sok keren jelas tercabik-cabik
harga dirinya digituin sama si laler ini.
Pas istirahat, mereka ngumpulin
cewek-cewek segeng dan ngelabrak aku beramai-ramai. Aku nggak inget mereka
ngomong apa aja. Yang jelas aku nggak ngerasa takut, apalagi bersalah, dan
malah menghela nafas bosan sambil bilang “Kamu kan, yang mulai duluan.” Kalau
aku yang gede sekarang ini bisa lihat kejadian itu sekarang, aku pasti tertawa
terpingkal-pingkal. Aku tu kok ya nggak peka banget gitu lho jadi anak.
Mereka bermaksud melanjutkan bullian,
ngajakin anak sekelas buat mematenkan panggilan laler buatku, selalu ngetawain
aku dalam situasi apapun, dan semacamnya. Tapi apa yang terjadi? Aku cuek aja.
Cueeeeeek banget. Nggak sadar blas kalau lagi dibully dan apa lagi ngerasa
terganggu. Aku super bahagia dengan dunia di dalam kepalaku. Dengan rasa ingin
tahu yang tinggi khas anak-anak. Dengan tiap hari mengembara ke tempat-tempat
yang jauh meskipun badannya ada di kelas. Dan aku punya ilmu sederhana. Kalau
anak-anak sok keren itu nggak mau berteman sama aku, ya udaaaaaaaaah, aku
berteman aja sama yang mau. Sederhana.
Lama-kelamaan, si tukang bully itu
jadi ikutan lupa kalau aku adalah objek bullian. Malah ngajak main ke rumahnya,
ngajak main bareng, dan bahkan ngegeng bareng. Hahaha. Mereka bilang “Kok kamu
ternyata asik ya, anaknya.” Eike bilang juga apa cyiiiin.
Sayangnya, perubahan baik ini bikin
aku jadi takabur. Setelah nggak berada di posisi terendah rantai makanan lagi,
aku ikut-ikutan ngebully yang masih ada di posisi rendah. Ada anak aneh banget
trus sekelas ngetawain, aku ikut ketawa, bukannya ngebelain, dan semacamnya.
Andai saja waktu itu aku tahu kalau yang kulakukan itu salah.
Untuk menebus rasa bersalah itu,
ini ada sedikit petuah sederhana buat kalian yang baca ini yang mungkin masih
mengalami pahitnya dibully, nggak pernah diajakin ngumpul, jauh dari pergaulan
anak keren, sering diketawain, digangguin, dan semacamnya.
Sombong Aja Dulu
Petuah yang pertama ini sederhana.
Alih-alih minder, kamu sombong aja dulu. Sikap sombong tentu saja nggak bagus,
tapi nanti lama kelamaan kamu akan tahu gimana cara menguranginya. Kenapa harus
sombong? Soalnya dengan menjadi sombong kamu nggak akan nyadar kalau lagi
dibully, kaya kasusku pas pertama kali masuk SMP. Sombong di sini bukan berarti
kamu pamer harta, kecantikan, sok kaya, sok gaya dan lain sebagainya ya. Tapi yakin
aja kalau kamu itu keren dan sama sekali nggak bully able.
Keras Kepala Ternyata Ada Gunanya
Yang kedua adalah keras kepala. Ini
juga sama. Keras kepala itu bukan sikap yang baik, tapi nanti lama kelamaan
kamu akan tahu cara menguranginya. Kenapa perlu menjadi keras kepala? Karena
dengan demikian kamu selalu yakin yang kamu lakukan itu benar. Apa adanya
dirimu itu benar. Jadi kalau ada yang ngatain penampilan kamu jelek norak, kamu
nggak akan merasa tersinggung karena kamu udah tahu kalau kamu keren apa
adanya. Mudeng kan? Mendengarkan saran positif tentu saja perlu. Tapi
mendengarkan ejekan, cemoohan, yang semuanya negatif dan memang bermaksud
merendahkan? Naaay!
Nyaman dengan Dirimu Sendiri
Ini sebenernya inti dari
segala-galanya. Jangan karena dibully, jangan karena dikatain kuper, trus kamu
jadi pengen berubah seketika itu juga. Jangan karena orang mengejek kacamatamu
yang tebal trus kamu maksa untuk nggak pakai kaca mata padahal kamu butuh.
Hanya karena orang bilang kamu gini kamu gitu, bukan berarti kamu harus berubah
menjadi tidak begini dan tidak begitu. Tetep jadi dirimu sendiri. Nggak usah
maksa berubah kecuali memang perubahan itu positif dan perlu.
Jadi Ramah Tanpa Menjadi Sok Asik
Blend in, gaes. Blend in. Kamu
harus pinter bergaul. Bergaul di sekolah itu sesederhana nanyain kabar dengan
senyum ceria, nanya udah ngerjain tugas apa belum, dan yang paling penting,
tebar senyum ke mana-mana. Itu psikologis. Ketika kamu ramah dan murah senyum,
orang nggak akan tega berbuat jahat sama kamu. Yah, kecuali orangnya emang
jahat banget dan jiwanya sudah termakan kegelapan sampai level yang nggak bisa
diselamatkan sih.
Ketika kamu terlihat murung, pembully-pembully
ini jadi semangat buat bikin kamu semakin murung. Ketika kamu terlihat bahagia
dan baik-baik saja dengan apa adanya dirimu, si pembully-pembully ini nggak
akan nemu apanya yang harus dibully dari kamu.
Dan juga jangan sok asik ya. Kaya
misalnya pas geng anak gaul lagi ngegosipin gebetan yang kakak kelas, nggak
perlu lah kamu nyerobot obrolan mereka dan bilang “Kemaren dia senyumin aku
lohh.”
Jadilah Ceria dan Sibuklah Berprestasi
Ini sama kaya yang di atas. Semakin
seorang anak terlihat murung, nggak pede, dan nggak nyaman, semakin para
pembully pengen ngebully. Tapi semakin seorang anak terlihat ceria dan
menikmati hidupnya, pembully-pembully ini tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Jadilah anak yang happy dan kalau perlu tebarkan keceriaan. Terus, sibuklah
berprestasi. Daripada sedih-sedih mikirin bullyan dan galau pengen beli sepatu
baru hanya karena sepatumu yang sekarang diejek dibilang ketinggalan jaman,
mending sibukkan diri. Ikut ekskul. Selain pengalaman, di sini kamu bisa dapat
banyak teman baru juga. Ikut kompetisi. Nggak menang nggak apa-apa. Coba lagi
di lain kesempatan. Kesibukan ini juga membantumu meningkatkan kepercayaan diri
dan kualitas diri.
Jangan Jadi Ngeselin
Kadang ada anak yang dibully itu
karena dianya emang ngeselin. Ibaratnya mukanya itu emang muka minta dibully
gitu. Misalnya sombong yang kelewatan, suka dikit-dikit lapor ke guru, cari
muka ke guru, nggak mau berteman sama semua orang, suka menyendiri dengan
alasan eksklusif, sok sibuk, dan lain sebagainya. Banyak lah kriteria nyebelin sampai
aku bingung nyebutinnya. Tapi yang dulu aku lihat dari anak-anak yang dibully
sih itu tadi.
Jangan Ikut-ikutan Jadi Pembully
Kalau kamu udah nggak berada di
posisi terendah rantai makanan lagi, jangan trus balas dendam dengan membully
anak lain. Apa yang aku lakukan itu salah dan sebaiknya jangan ditiru. Membully
itu nggak keren sama sekali. Daripada ikut membully, mending anak yang dibully
ini kamu ajak berteman. Kamu encourage biar dia jadi anak yang lebih pede dan
berprestasi juga.
Udah aja sih dari aku. Kalau kamu
sekarang ini masih dibully dan saran-saran dari aku kaya nggak ada gunanya,
kamu bisa curhat deh di kolom komentar atau via email juga boleh, masalahnya
apa dan sisi mana yang gagal aku lihat. Siapa tahu bisa membantu. Soalnya keadaannya
nggak selalu sama dan nggak semua hal bisa ditangani dengan cara yang sama.
Engg, paragraf di atas hanya
becanda gaes. Jangan curhat sama aku lah, gila. Nanti kesedihanmu malah makin
berlarut-larut tak berkesudahan lho. Mending cerita sama orang tua atau orang
terdekat lah ya pokoknya. Yang penting jangan dipendam sendirian. Okai okai
okai?
Makasih banyak ya, udah baca. Share
kalau menurutmu ini bermanfaat. Sampai jumpa!
Love,
Isthar Pelle
0 komentar