Ternyata Tiktok Enggak Seburuk yang Aku Bayangkan
Sungguh nggak pernah terpikirkan sebelumnya aku bakal pernah mengucapkan atau menuliskan kalimat kayak judul di atas. Wkwk. Soalnya selama ini aku memang apa ya, mengasosiasikan Tiktok dengan kealayan. Mau dalam maupun luar negeri banyak banget orang-orang goblok di Tiktok bikin konten goblok, diikuti oleh orang-orang goblok yang memuja kegoblokan idolanya. Sorry, just spitting the truth here.
Sampai kemudian aku mulai lihat kompilasi-kompilasi Tiktok yang bermanfaat. Mulai yang sederhana dari tutorial makeup, fashion, sampai konten sains. Trus aku mikir ya iya juga sih. Di platform mana aja juga pasti ada orang goblok sama orang pinternya. Banyak orang-orang yang bikin konten sampah nggak bermanfaat, tapi ada juga orang-orang yang beneran kreatif dan berilmu bikin konten di platform yang sama.
Tapi ya, hey, monmaap. Stereotype Tiktok alay dan sampah yang terbentuk di sanubariku bukan karena judgement buta semata. Itu diakibatkan tak lain dan tak bukan oleh iklan-iklan Tiktok (dan Snack video) yang muncul terus di Youtube nggak peduli aku udah kasih laporan kalau aku enggak tertarik dan nggak peduli sama iklan itu. Model iklannya selalu yang lima detik nggak bisa diskip. Jadi tiap saat aku harus menahan perasaan dan memendam amarah karena liat konten Tiktok yang ... ya udah alay aja.
Padahal konten Tiktok yang bagus banyak, kenapa yang dimunculin di aku selalu yang itu-itu aja sih? Bapak-bapak cringe ikutan challenge, mbak-mbak joget yang (mengutip kata sobatku) pantatnya dibegitu-begitukan, pantun beli itik dua ekor kamu cantik tapi pelakor. T_____T
Ya gimana aku enggak menarik kesimpulan kalau Tiktok alay. -__-
Tapi di luar iklan (yang katanya ngikutin algoritma tapi gobloknya nggak tahu sama sekali apa-apa yang menarik dan yang nggak menarik buat aku), aku jadi sering nonton repost Tiktok di Youtube shorts yang yaa isinya bagus dan sesuai sama minat aku kayak fashion, beauty, musik, dll.
Mungkin titik balik yang bikin aku berhenti menghakimi Tiktok sebagai platform adalah waktu Kyle Hill (hai, cintakuuuu) repost konten Tiktok salah santu temennya sesama nerd yang bikin konten sains di Tiktok. Aku lihat di Twitter waktu itu, dan sayangnya aku enggak inget nama si temen ini siapa, padahal aku akan dengan senang hati follow dia di Tiktok karena kontennya bagus, menghibur, dan edukatif.
Iya, gais. Aku sekarang punya Tiktok. Wkwkwkwk. Tadinya aku masih hesitant mau install aplikasinya, tapi trus akhirnya aku nyobain karena apa sih ya, lupa alesannya. Wkwk. Kayaknya sih sebagian besar karena Ocin mulai rajin bikin Tiktok dan aku mikir seru uga.
Trus yaudah, aku install Tiktok lite biar nggak menuh-menuhin hape. Yang muncul di FYP aku sialnya tetep yang alay-alay. Jadi aku sekarang meski punya Tiktok tetep nggak pernah nontoon video Tiktok di Tiktok. Nontonnya di Youtube shorts sama kompilasi-kompilasi. Wkwk.
Kemudian tibalah saatnya aku bikin video. Waktu itu aku lagi menggambar trus mikir “Tiktokin ah.” Dan sungguh betapa repotnya ketika harus menggambar sambil tangan satunya megang hape. Video pertamaku tentu saja buruk bangat.
Sebenernya itu bukan pengalaman pertama kali banget bikin video Tiktok ding. Sebelumnya aku udah sempet numpang sekali di Tiktoknya Ocin. Bikin video alay sok cantik doang buat dipost di story. Wkwk. Waktu itu aku udah bilang “Anying, bikin video Tiktok alay gini doang aja ternyata ribet ya.”
Iya, emang. Apalagi bikin konten serius yang terencana.
Untung sih Tiktok terlihat lebih santai dan enggak se’curated’ instagram dari sisi konten dan tampilan. Jadi lebih bebas nggak ada beban merencanakan postingan biar estetika feed tiada tercela. Dan beneran aku juga bikin video ga penting-penting macam ngevideoin cangkir kopi doang. Wkwk. Pakai musik trus dikasih hashtag #vibe B-)
Selain itu aku juga mulai bikin konten yang aku sendiri peduli. Dari dulu aku prinsipnya, aku bikin apa-apa tuh yang penting akunya suka. Urusan selera orang mah bodo amat. Seenggaknya kalau aku liat-liat sendiri aku nggak jijik sama postinganku. Trus seenggakpenting-enggakpentingnya juga seenggaknya nggak sampah amat lah.
Akhirnya, di Tiktokku isinya ada review skin care, konten makeup, menggambar, sama (favoritku) fashion x astrology. Karena aku suka fashion dan aku suka astrologi, aku mikir kenapa enggak aku bikin video yang menggabungkan keduanya. So far baru dua video sih. Orang aku juga main Tiktok baru dua hari kok. Wkwk. Tapi aku pengen ini jadi series. Along with other fashion content. Mungkin nanti ya. Kalau enggak ada yang nonton ya gpp sih. Aku bakal repost ke Youtube shorts. Tetep nggak ada yang nonton juga? Gapapa. Kan aku udah bilang tadi yang penting akunya sendiri suka. So far seru and I enjoy making it.
Ada beberapa hal yang aku pelajari sejak aku main Tiktok
Pertama, bikin video Tiktok ternyata enggak segampang yang aku bayangkan. Ya kalau yang cuma diem kedip-kedip doang sih ga diitung ya. Maksudku yang serius berusaha bikin konten gitu. Madetin informasi ke dalam satu video berdurasi maksimal 60 detik itu susah, gengs. Kan nggak bisa asal ngomongnya dicepetin. Poin-poinnya tetep harus tercover semua dan jelas meski emang jadi nggak mungkin in depth ya.
Belum lagi urusan editing yang kalau di aplikasi bawaannya sederhana banget. Pantesan orang-orang sampai rela niat banget pakai aplikasi pihak ketiga demi bikin video Tiktok yang bagus. Kadang buat bikin konten fashion try on aja bisa berjam-jam soalnya harus ganti-ganti baju, pose, ngedit, dll. Semua cuma demi video yang durasinya paling panjang 60 detik. Angkat topi saya sama para kreator niat ini.
Kedua, dengan bikin video Tiktok aku jadi banyak belajar dong. Salah satu yang berguna dan berhubungan langsung sama profesiku mungkin karena video Tiktok kan pendek ya. Jadi aku belajar merangkum informasi jadi video pendek. Lah sebagai blogger, aku biasa ngecapruk kebanyakan bacot. Review produk bisa sampai 2000 kata. Ini harus madetin jadi beberapa kalimat doang itu sungguh pembelajaran yang sangat bermanfaat.
Dulu aku suka bingung kalau temenku ada yang minta narasi buat video yang panjangnya paling cuma 2-3 menit. Dengan pace pelan, otomatis aku harus bikin tulisan pendek beberapa kalimat doang. Dulu aku pusing banget pas pertama kali disuruh ngerjain narasi kayak gini. Karena ya kebiasaan ngecapruk panjang lebar itu tadi.
Sekarang kalau temenku butuh narasi pendek lagi aku bisa dengan santai berkata “Tenang, aku udah banyak pengalaman sekarang.”
“Bikin narasi buat apa emang, lu?”
“Video Tiktok. Hahahahaha.”
Itu aja sih kayaknya. Aku masih agak nggak percaya juga kalau aku bakal bisa enjoy main Tiktok yang dulu sering aku hina-hina itu. Tapi sekali lagi, bukan murni salahku ya. Salah sendiri dari Tiktoknya naruh iklan malah nggak majang yang bagus. Padahal kan terkait dengan brand image juga. Trus menurutku harusnya user bisa pilih topik yang kita peduliin. Bukan segala sesuatu yang lagi viral masuk fyp. Fyp aku kan harusnya ngikutin selera aku dong. Harusnya kasih topik-topik yang aku emang suka lah. Bukan segala orang duduk-duduk lipsync “Lo ngehina gueeee, gue bodo amaaaat,” juga dikasih. Heuuuft.
Anyway, kalian kalau mau follow aku di Tiktok nyarinya jangan Isthar Pelle. Nggak akan ketemu. Usernameku @citanciver. Itu akun instagram menggambarku sebenernya. Jadi kalau mau follow sekalian di Instagraam ya sini sini. Eh, di instagram @civercitan sih. Itu pas bikin Tiktok kebalik dan aku nggak tahu cara benerinnya gimana. Tapi setelah mikir sejenak kayaknya ga bakal aku benerin juga ding. Males.
Thank you so much for reading and I’ll see you on my next procrastination period. Hahaha.
Byee!
0 komentar