Call Me a Traitor

by - 01.33.00




Aku adalah seorang pengkhianat. Pengkhianatanku yang terbesar adalah kepada … diri sendiri. Selama dua tahun terakhir aku bener-bener memandang rendah diriku sendiri. 

“Aku nggak berguna.”
“Aku lemah.”
“Aku nggak berdaya.”

Dan aku-aku lain yang isinya semuanya negatif. Yang paling menyebalkan dari semuanya, aku toh cuma mengeluh dan mengeluh tanpa melakukan apa-apa untuk memperbaiki aku-aku yang jelek itu. Trus apa gunanya sih? Hanya menyakiti dan semakin memperlemah diri sendiri.

Tentu saja hal ini nggak aku sebutin tiap saat tiap waktu. Cuma pas aku lagi kumat aja. But, boy, betapa waktu kumat itu sering dan itu mengacaukan segala mood. Parahnya lagi, aku belum benar-benar menyadari kekuatan kata-kata. Ketika kau mengucapkan sesuatu, alam semesta mengabulkan itu. Gila!

Perlu dipahami bahwa memang, aku begini bukan tanpa alasan. Aku mengalami kesakitan yang nggak banget yang itu bikin aku nggak stabil. Aku menyadari ini. Yang aku nggak sadar adalah … ternyata aku bener-bener butuh bantuan. Bantuan ahli. 

Tadinya ini nggak kuanggap penting. Tadinya kukira selama aku bisa menjaga pikiran tetap logis, menjaga perasaan seringan mungkin, mengalihkan perhatian ke hal-hal yang positif, menerapi diri sendiri dengan hobi, dll, aku akan baik-baik saja. 

Memang ada benarnya sih, tapiiii ternyata kestabilan mentalku masih sangat rapuh. Aku bisa breakdown sewaktu-waktu tanpa alasan yang jelas. Kadang hanya gara-gara satu hal sederhana, aku akan breakdown berkepanjangan. Dan aku juga menyadari bahwa aku seratus persen sendirian menghadap ini. Ini yang nggak bener. 

Orang yang mengalami ketidakstabilan mental kayak aku sangat nggak boleh dibiarin sendirian. And that’s why I need a help. A professional help. Biar aku tahu aku harus gimana. Kan kalau ahlinya pasti tahu cara terapi yang bener kan, bukannya ngawur sotoy kayak yang aku lakukan. 

Aku udah berkali-kali dinasihati buat konsultasi ke psikolog tapi aku abaikan. T__T Karena ya sotoy itu tadi. Aku merasa baik-baik saja sendiri. 

Jadi yah, aku menambahkan satu hal ke daftar to do list tahun ini yang nggak aku masukin ke resolusi awal tahun: get a professional help. Get a therapy. Be healthy both physically and mentally. 

The Art of Living by Your Own

Aku emang udah lama hidup sendiri dalam arti yang sebenarnya. Dulu aku punya keluarga tapi bukannya berfungsi sebagai supporter, keluarga justru menjadi sumber depresiku yang nomor satu. Setelah aku pergi, aku hanya punya satu orang: pacarku waktu itu. Dan ketika dia ternyata mengkhianati kepercayaanku, aku bener-bener nggak punya pegangan. Yang ini bahaya banget. 

Oh, oke. Ada satu orang sih, yang selalu ada buat aku. I do trust him, too. Sampai dia membohongiku lagi dan lagi, memberi harapan palsu dan palsu dan aku makin kehilangan kepercayaan padanya.
Dan inilah sumber masalahnya: kepercayaan. 

Dulu aku sudah melatih diri sendiri untuk nggak usah percaya pada apapun deh. Beneran nggak usah. Tapi kenapa sih, aku harus jatuh cinta, dan jatuh cinta dalam bentuk apapun selalu melonggarkan kewaspadaan, dalam hal ini termaasuk kepercayaan. I was a #budakcinta after all. Aku percaya banget pada kekuatan cinta sejati dan berharap bisa hidup bersama dan bahagia? Oh, please. Ini kehidupan nyata, princess. Wake up! Princess in fairy tale needs a prince to save her life, but in real life, a princess is a queen to be and got to rule a fucking kingdom. 

Jadi … aku memutuskan untuk meletakkan apapun itu. Aku nggak percaya siapapun lagi. Orang yang kucintai pun. 

Memang ada benarnya ketika orang bilang jangan pernah mengharap apapun dari siapapun. Harapan hanya menuntun pada kekecewaan. 

Buat yang masih bertuhan mungkin akan bilang “Berharaplah hanya pada Tuhan.”
Dalam hal ini aku hanya bisa berharap pada semesta. Dan dengan mengatakan semesta di sini berarti aku hanya bisa berharap pada diriku sendiri. Karena cara kerja alam semesta hanya merespon apapun yang kukatakan dan lakukan. 

Semesta bukan sejenis sosok serba bisa yang akan mengabulkan segala hal hanya karena kita rajin berdoa. Semesta adalah perwujudan nyata dari hukum sebab akibat. Makanya aku mulai meningkatkan kewaspadaan dan lebih hati-hati baik dalam perkataan maupun perbuatan. 

Btw, akhir tahun kemarin pun pas dibaca tarot sama temen aku juga udah dikasih tahu “Kamu bukan tipe yang membutuhkan bantuan. Fokus aja pada apa yang kamu mau.”
And for a while, I’ve been doing it. Aku udah semangat banget ngapa-ngapain. 

Sampai mental breakdown kembali menyerang yang itu bikin aku nggak fungsi. 

Sampai aku lagi-lagi percaya pada harapan kosong. 

Jeleknya aku kadang memang selalu mengulangi kesalahan yang sama berkali-kali dulu sampai yakin kalau itu beneran salah, baru kemudian tobat. Wkwkwk. 

Oke, udah cukup. Aku udah tahu kok ini salah, salah banget. 

Jadi langkah satu: jangan percaya siapapun lagi.
Langkah dua: nabung biar bisa konsultasi ke psikolog. 

Fix! *wink
Oh, I love me. :*

You May Also Like

0 komentar