Hai,
pembaca!
Oke, I
know, Inside Out itu film lama. Tapi aku memang nggak pernah bermaksud nulis
hal-hal yang baru-baru dan lagi ngetren aja kan? Seperti kata orang bijak di suatu majalah
remaja yang pernah tak baca jaman dahulu kala, ngikutin tren itu sangat-sangat
bikin kita jadi nggak keren. So yeahh, mari jadi kuno! Yaaaaaay!
Pokoknya,
aku suka, suka, sukaaaaaaaaa banget sama film satu ini. Sampai rasanya
terngiang-ngiang terus gitu di kepala kalau nggak tak tulis. Kalian pasti udah
tau kan ya, ceritanya gimana. Dan karena ini film lama, tak pikir nggak
dosa-dosa amat kalau ada spoiler ya kaaan?
Pertamanya
tau film ini, aku nggak kepikiran sama sekali lohh kalau film ini tuh ceritanya
tentang otak. Iya, otak manusia. Dari judulnya, tak pikir ini tu film tentang
baju yang kebalik. Yah, hehehe.
Pas kemunculannya juga aku nggak
langsung nonton. Lamaaaa berselang di saat orang-orang udah nggak ada yang
ngomongin lagi, aku baru nonton. Dan selama selang yang lama itu, aku juga
masih salah paham terus, mengira ini film tentang baju kebalik. Makanya begitu
nonton dan ceritanya sama sekali lain dari yang kubayangkan, tercenganglah aku.
*zoom in ke muka tercengang
Jadi,
film ini menceritakan tentang otak manusia, cara kerjanya, dan akibatnya pada
si manusia. Tentu saja karena ini film, ceritanya dibikin sedemikian rupa dan emm, kartun
(apasi istilahnya?). Tapi gara-gara nonton film ini, aku jadi sedikit banyak
mudeng cara kerja otak tau nggak sih? Aku jadi ngebayangin aja gitu, gimana
kalau tiap materi pelajaran tu dibikin film animasi kaya gini. Pasti cepet
mudeng, nggak bosen, dan menyenangkan deh pokoknya. Mahasiswa semester akhir
bisa coba nih, ajuin sebagai judul skripsi. Judulnya Meningkatkan Pemahaman
Siswa dengan Film Animasi Sebagai Metode Pembelajaran atau gimanalah yang lebih
catchy. Jadi pelajaran di sekolah nanti tiap bab dibikin filmnya.
Hihihi. Seru ya. Nanti sekolahan itu bentuknya kaya bioskop. Kelas-kelasnya
jadi studio. Tugasnya nulis review, dan ujiannya jawab soal-soal sesuai film
yang ditonton. Yeaaa, sekolah bisa jadi begitu menyenangkan bukan?
Oke, stop
mengkhayalnya! Sekarang balik ke Inside Out!
Inside
Out ini menceritakan aktivitas yang terjadi di otak seorang anak cewek bernama
Riley. Tadinya semua hal berlangsung wajar-wajar saja, sampai keluarga Riley
memutuskan pindah rumah dari Minnesota ke San Fransisco. Nah, pas proses
pindahan ini terjadi ‘kekacauan’ di dalam otak yang menyebabkan emosi Riley
jadi nggak stabil. Jadi pemarah, pemurung, sedih, galau, sampai akhirnya feel
numb alias nggak ngerasain apa-apa. Kalian pasti pernah juga kan mengalami kaya
gitu? Ada masalah, trus pusing banget, galau, sampai akhirnya nggak sanggup
ngerasain apa-apa lagi. Nggak tau mau gimana lagi. Pernah kan? Trus akhirnya
kalian ‘meledak’, nangis tersedu-sedu, trus reda deh.
Nah,
ternyata hal-hal aneh yang sering nggak kita pahami itu, yang rasanya nggak
bisa kita kontrol, itu semua terjadi gara-gara orang-orang kecil di dalam kepala
kita gaes. Jadi kalau di Inside Out, otak itu dibagi menjadi beberapa bagian.
Pusatnya, Headquarter, dihuni oleh lima emosi dasar manusia. Joy (riang),
Sadness (kesedihan), Fear (ketakutan), Disgust (jijik), dan Anger (amarah).
Nah, lima orang ini yang mengendalikan semua aktivitas di dalam otak yang
berakibat pada tindakan kita.
Emosi
yang mendominasi di masing-masing orang berbeda. Contohnya pada otak Riley yang
mendominasi adalah Joy sehingga di kehidupan nyata dia adalah anak yang
periang. Jadi misalnya kamu orangnya melankolis, mungkin yang mendominasi
headquarter otakmu adalah Sadness, kalau kamu pemarah, yang mendominasi adalah
Anger, dan kalau kamu penakut, yang mendominasi adalah Fear. Tapi manapun yang
mendominasi, masing-masing emosi tetap memiliki peran. Dan seiring tumbuhnya
kita menjadi dewasa juga emosi ini nantinya lebih bisa bekerja sama. Makanya
orang kalau semakin dewasa emosinya lebih stabil kan?
Emosi-emosi
ini mengendalikan semacam alat pengendali gitu, dan masing-masing tindakan,
keputusan, yang mereka lakukan akan menghasilkan kenangan/ingatan.
Ingatan-ingatan dalam waktu sehari terkumpul di rak-rak di headquarter disebut
ingatan jangka pendek, dan ketika kita tidur, ingatan ini dikirim ke rak yang
jauh, menjadi ingatan jangka panjang yang bisa dipanggil lagi kapan-kapan.
Beberapa ingatan yang nggak pernah diingat-ingat lagi akan memudar dan dibuang
oleh petugas kebersihan dan itu artinya dilupakan. Dari sekian banyak ingatan
itu, ada beberapa yang menjadi ingatan inti (core memory) dan inilah yang
membentuk kepribadian seseorang. Core memory biasanya adalah sesuatu yang
membekas dan terasa penting dalam hidup.
Di Inside
Out, ceritanya gara-gara acara pindahan itu, ada core memory baru. Selama ini
core memory Riley warnanya kuning yang artinya riang. Tapi kali ini core memory
yang muncul warna biru yang artinya sedih. Joy nggak rela core memory sedih ini
menjadi bagian dari kepribadian Riley yang periang. Dia mencegahnya masuk ke
err, semacam rak khusus core memory gitu, berusaha membuangnya ke memory jangka
panjang yang justru mengakibatkan dia dan Sadness ikut tersedot juga ke memori
jangka panjang yang berupa labirin-labirin tak terbatas yang super memusingkan
dan pokoknya kalau aku jalan-jalan ke sana sendirian pasti bakalan tersesat dan
nggak pernah bisa pulang. (Pantes aku sering tersesat di pikiranku sendiri. *sigh)
Mereka berpetualang nyari jalan pulang sampai mereka
ketemu dengan Bing Bong. Bing Bong itu imaginary friendnya Riley pas masih
kecil. Tapi sekarang Riley udah nggak pernah main sama imaginary friend lagi
jadi basicly Bing Bong ini sekarang nganggur dan kerjaannya cuma
keliling-keliling aja gitu ngumpulin barang-barang. Akhirnya mereka
berpetualang bertiga deh.
Di jalan
menuju headquarter, mereka lewat beberapa bagian dari otak. Ada bagian pemikian
abstrak, imaginary land, bahkan mereka mampir ke studio production tempat
syuting mimpi. Hehehe. Oya, di otak itu ada kereta pikiran. Kereta pikiran ini
bekeja selama kita terjaga dan berhenti kalau kita tidur. Makanya kalau
kelamaan begadang, pasti rasanya capek dan pusing kan? Itu karena keretanya
muter-muter terus tanpa istirahat.
Pelajaran
penting lain yang kudapat dari soal emosi ini adalah, kita nggak seharusnya
melawan emosi. Kenapa? Karena emosi nggak bisa dihentikan. Mau nggak mau, kita
pasti selalu merasakan sesuatu kan? Yah, kecuali kalau pas mati rasa dan itu
pastinya jarang-jarang banget terjadi. Tiap manusia lahir dengan segala macam
emosi itu. Jadi di dunia ini nggak ada orang yang nggak punya rasa takut sama
sekali misalnya. Atau sebaik apapun seseorang, pasti punya amarah dalam
dirinya. Yang membedakan adalah sebaik apa kita bisa mengendalikannya. Di
Inside Out memang, emosi-emosi itu yang menentukan semua tindakan kita, tapi di
kehidupan nyata, kita bisa mengendalikan mereka.
Kadang
kita merasa bersalah kalau habis marah-marah, atau menyalahkan diri sendiri
karena takut pada sesuatu, atau sebel karena sedih. Kita pengennya
seneng-seneng aja. Masalahnya, sebagai orang sehat normal, semua emosi kita
juga berfungsi normal. It’s okay to be sad, to be angry, to fear on something,
to be disgusted, karena itu normal. Kalau enggak berfungsi normal, maka mungkin
itulah yang terjadi pada orang gila. Yang penting ya itu tadi, kita jangan
sampai diperbudak oleh mereka. Tahu kapan membiarkan emosi mengalir, tahu kapan
mengambil kontrol. Eyaaaa. *benerin kaca mata
Lebih
detailnya, kalian bisa nonton sendiri sih. Aku sendiri mungkin masih akan
nonton berkali-kali lagi soalnya aku emang suka banget sama film ini.
Oke gaes,
kalian kalau punya pendapat tentang film ini, atau punya rekomendasi film
bagus, tak tunggu banget lohh komentarnya.
Anyway,
makasih banyak udah baca, sampai ketemu di postinganku tentang film lagi nanti
yaa!
Love,
Isthar
Pelle